Koruptor Busway Didakwa Berlapis
Proyek itu melanggar ketentuan pengadaan barang dan jasa.
Terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan bus Transjakarta, Rustam Effendy Sidabutar, didakwa berlapis dalam sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta kemarin.
Jaksa Yessi Esmiralda dari Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa Rustam telah memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, serta menyalahgunakan wewenang.
Proyek itu melanggar ketentuan pengadaan barang dan jasa, kata Yessi saat membacakan dakwaan di hadapan sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Moerdiono itu. Dia membacakan dakwaan tersebut bergantian dengan jaksa Sarjono Turin dan Dwi Aries Sudarto.
Yessi mengatakan mantan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta itu bersalah lantaran menunjuk perusahaan rekanan di luar ketentuan. Menurut jaksa, penunjukan itu direstui Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso.
Tapi, sebelum persetujuan keluar, Rustam telah merintis skenario penunjukan rekanan dengan Direktur PT Armada Usaha Bersama Budi Santoso. Skenario itu adalah pembicaraan mengenai spesifikasi dan rancang bangun armada bus Transjakarta. Namun, kata Yessi, pembicaraan itu di luar pengetahuan Ketua Panitia Pengadaan Sylvira Ananda.
Yessi juga menyebutkan bahwa patokan harga satuan yang menjadi acuan nilai proyek ternyata dibuat berdasarkan perhitungan Budi. Rustam pun merancang sendiri surat penawaran harga atas nama PT Armindo Perkasa, PT Rahayu Santosa, dan PT Armada Sarana Nusantara. Surat penawaran harga sengaja dibuat lebih rendah dari Armada Usaha Bersama, ujarnya.
Rustam, kata Yessi, lalu memerintahkan Budi menghitung jumlah bus yang bisa disediakan berdasarkan jumlah dana yang ada. Dari total Rp 50 miliar anggaran proyek itu, rupanya Budi hanya sanggup menyediakan 54 unit bus. Jumlah itu lebih kecil daripada perkiraan awal 60 unit bus.
Menurut Yessi, jumlah itu mengecil lantaran Budi telah mendongkrak nilai proyek dengan memasukkan komponen biaya lain, seperti dukungan teknis, pemeliharaan karoseri, pendingin udara, dan sasis.
Jaksa menilai Rustam juga bersalah karena telah merekayasa kelengkapan dokumen administratif. Dokumen itu di antaranya undangan untuk para rekanan, dokumen pembahasan spesifikasi teknis, dokumen penjelasan pekerjaan, dokumen harga perkiraan sendiri, dan dokumen negosiasi harga.
Terhadap dakwaan itu, Luhut Pangaribuan, pengacara Rustam, mengatakan tidak akan mengajukan eksepsi. Surat eksepsi bukanlah upaya hukum yang substansial untuk ditempuh, ujaranya beralasan. Yang utama, kata dia, adalah materi pokoknya.
Sidang perdana itu dihadiri sekitar 100 orang, termasuk anggota keluarga terdakwa dan beberapa pegawai dari kantor Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Rustam sendiri enggan mengomentari dakwaan jaksa. Kita tunggu sajalah, katanya singkat.
Kasus itu juga telah menyeret Budi Santoso sebagai tersangka. Budi kini ditahan di Kepolisian Daerah Metro Jaya sebagai titipan KPK. RIKY FERDIANTO
Sumber: Koran Tempo, 5 Oktober 2006
-------
Kronologi Busway
15 Januari 2004
Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso meresmikan Transjakarta (busway).
7 Juli 2004
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Erry Riyana Hardjapamekas menyatakan dugaan korupsi dalam proyek program pengadaan busway.
15 Januari 2006
Transjakarta meluncurkan busway koridor II dan III.
13 Juni 2006
KPK menahan mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Rustam Effendy, yang dituduh melakukan korupsi pengadaan bus Transjakarta koridor I dengan kerugian negara Rp 14 miliar.
10 Agustus 2006
KPK menahan rekanan Dinas Perhubungan busway koridor I, yaitu mantan Direktur Utama PT Armada Usaha Bersama Budi Susanto.
4 Oktober 2006
Sidang perdana kasus itu dengan terdakwa Rustam Effendy digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. PDAT | ARIS MUSTAFA