Korupsi Sisminbakum; Pelaksana Komputerisasi Dijadikan Tersangka

Penyidik Satuan Khusus Penanganan Tindak Pidana Korupsi menetapkan tersangka baru dalam perkara korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum atau Sisminbakum. Seorang tersangka itu berasal PT Sarana Rekatama Dinamika, pelaksana komputerisasi Sisminbakum.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy, Senin (17/11) malam, menolak mengungkapkan nama maupun inisial tersangka tersebut. ”Tersangka ini berperan dalam kontrak Sisminbakum. Dia tanda tangan kontrak,” ujarnya.

Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia tanggal 10 Oktober 2000 menunjuk Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen Kehakiman dan HAM (KPPDK) serta PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) sebagai pengelola dan pelaksana Sisminbakum. Pada 8 November 2002, Ketua Umum KPPDK Ali Amran Djanah dan Direktur Utama PT SRD Yohanes Waworuntu menandatangani perjanjian kerja sama tentang pengelolaan dan pelaksanaan Sisminbakum.

Ditanya, apakah artinya Direktur Utama PT SRD yang menjadi tersangka dari pihak rekanan, Marwan menjawab, ”Ya iyalah.”

Sukaesih diperiksa

Senin kemarin, mantan istri Yusril Ihza Mahendra, yakni Sukaesih, dan mantan Sekretaris Jenderal Departemen Hukum dan HAM Hasanuddin diperiksa jaksa sebagai saksi dalam kasus korupsi Sisminbakum.

Pemeriksaan Sukaesih terkait dana Rp 15 juta yang diambil dari hasil akses fee Sisminbakum. Dana itu diberikan kepada Sukaesih saat akan bepergian ke Cape Town, Afrika Selatan, bersama Yusril Ihza Mahendra—ketika itu masih suaminya—yang menjabat Menteri Kehakiman dan HAM.

Seusai diperiksa, Sukaesih tak mau menjawab pertanyaan wartawan soal pemeriksaan dirinya.

Saat didesak wartawan soal uang Rp 15 juta yang diserahkan kepadanya sebelum ke luar negeri, Sukaesih hanya diam. ”Tolong, tolong,” katanya, meminta wartawan menyingkir. Seorang anak laki-lakinya lantas merangkul badan Sukaesih dan membawanya masuk ke mobil sambil berkata, ”Sudah cukup!”

Menurut Marwan, Sukaesih mengaku tidak tahu-menahu soal asal uang tersebut. ”Yang salah yang ngasih. Keterangan Sukaesih untuk menguatkan ada pihak lain yang diuntungkan dari penggunaan dana itu,” kata Marwan.

Seperti dikatakan Marwan, pungutan akses fee Sisminbakum sebesar Rp 1,35 juta per pemohon jelas-jelas termasuk pungli. Perbuatan itu termasuk korupsi sistematis karena ada penyimpangan pungutan dan ada yang menarik keuntungan dari pungutan tersebut. (idr)

Sumber: Kompas, 18 November 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan