Korupsi Rp 12 Juta, Soeharto Diancam Denda Rp 233 Juta

JIKA ada kontes orang paling menyesal sedunia, mantan Kepala Dusun Baleadi, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Soeharto, mungkin akan menjadi salah satunya.

Betapa tidak. Gara-gara penjualan tanah bengkok senilai Rp 12 juta, kini dia dituntut membayar denda Rp 233 juta.
Kasus dugaan korupsi yang membelitnya itu berawal tahun 1998. Saat itu, dia menjual tanah yang diklaim sebagai miliknya seluas 3.215 meter persegi. Dari penjualan waktu masih menjabat kepala dusun itu, Soeharto mendapatkan Rp 12 juta.

Selama beberapa tahun, penjualan itu tidak bermasalah. Tapi sekarang, ketika uang hasil penjualan sudah habis tak bersisa, Soeharto dibidik. Tanah yang dijualnya itu disebut sebagai bengkok desa.
Kasusnya dilaporkan ke Polres Pati. Singkatnya, dia menjadi tersangka dan kini menjadi terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang.

Selasa (24/5) kemarin, tim jaksa penuntut umum (JPU) membacakan tuntutan di hadapan majelis hakim yang diketuai Sugeng Hiyanto dengan anggota Marsidin Nawawi dan Asmadinata. Soeharto dinyatakan terbukti bersalah menjual tanah bengkok desa. Ia pun dituntut hukuman empat tahun penjara, denda Rp 50 juta, dan membayar uang pengganti kerugian negara Rp 183 juta.

“Harga tanah kan cepat melonjak. Audit menyatakan kerugian negara berdasarkan harga tanah sekarang senilai Rp 183.225.000,” kata jaksa Rukin SH didampingi Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Pati, Rusli.

Palsu Akta
Dalam sidang sebelumnya, terurai fakta bahwa sebelum menjual, Soeharto lebih dahulu memalsukan akta jual beli tanah. Akta itu menjelaskan bahwa tanah itu murni miliknya, hasil beli dari tetangganya, Sapiah. Dari akta itu, Soeharto membuat sertifikat hak milik atas nama istrinya.
‘’Akta jual beli direkayasa, karena dibutuhkan sebagai syarat penerbitan sertifikat hak milik terdakwa (Soeharto -red),’’ jelas Kasipidsus Rusli.

Selama pembacaan tuntutan, Soeharto bergeming. Ketika ditanya tanggapan atas tuntutan jaksa, dia tak bersuara. Hanya kuasa hukumnya Azam Jauhari SH, yang bicara. Kepada hakim, Azam menyatakan pihaknya akan mengajukan nota pembelaan atau pleidoi pada persidangan Selasa (31/5) mendatang.
Soeharto baru bersedia bicara ketika ditemui wartawan usai sidang. Ia dengan tegas mengatakan tak pernah menguasai tanah bengkok desa secara pribadi.

Menurutnya tanah yang dijualnya itu memang miliknya yang dibeli dari Sapiah, sesuai letter C desa bernomor 1314 persil 140 D2 seluas 2.230 m2. “Ada sertifikat hak milik menyatakan milik saya,” yakinnya.
Sedangkan menurut Azam, jaksa telah memaksakan kasus ini ke ranah pidana dari yang seharusnya perdata. Jika jaksa menganggap sertifikat tanah Soeharto tidak sah, menurutnya harus dibuktikan dulu melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN). (Anton Sudibyo-43)
Sumber: Suara Merdeka, 25 Mei 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan