Korupsi Radio Komunikasi; Putranefo Dituntut Tujuh Tahun Penjara

Presiden Direktur PT Masaro Radiokom Putranefo A Prayogo dituntut tujuh tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam sidang perkara korupsi pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu Departemen Kehutanan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Selasa (8/3), Putranefo juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 89 miliar.

”Supaya majelis hakim Tipikor menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Putranefo berupa pidana penjara selama tujuh tahun dan pidana denda Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan,” kata jaksa M Rum saat membacakan tuntutannya. Bersama tiga jaksa lain, Riyono, Andi Suharlis, dan Siswanto, Rum membacakan tuntutan itu.

Jika Putranefo tidak mampu mengembalikan uang pengganti Rp 89 miliar, penuntut meminta hukumannya ditambah tiga tahun. Uang pengganti itu dikurangi uang yang telah disita.

”Dikurangi hasil kejahatan yang telah disita sebesar Rp 20 juta dan 10.000 dollar AS pengembalian dari Wandojo Siswanto dan 20.000 dollar AS pengembalian dari Boen Mochtar Punama,” lanjut Rum. Wandojo dan Boen adalah mantan pejabat tinggi di Dephut.

Putranefo didakwa dalam dugaan korupsi program Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Dephut 2006-2007. Ia juga didakwa telah memberikan suap kepada pejabat Dephut. Menurut jaksa, terdakwa dinilai telah memperkaya diri sendiri atau bersama-sama memperkaya PT Masaro Radiokom.

Dalam proyek pengadaan SKRT yang dilakukan dengan penunjukan langsung, jaksa menyebut persyaratan penunjukan langsung tersebut tidak terpenuhi.

Dikte nama pejabat
Sebelum menghadapi tuntutan, Putranefo juga menjadi saksi dalam sidang dengan terdakwa Wandojo Siswanto. Dalam sidang ini diperdengarkan rekaman pembicaraan telepon antara Anggoro Widjojo dan Putranefo.

Dalam rekaman itu keduanya membicarakan soal mutasi pejabat di Dephut. Anggoro kemudian mendiktekan sejumlah nama kepada Putranefo. ”Mohon sudinya kepada Bapak Menteri untuk mempertimbangkan usulan formasi yang aman untuk SKRT,” kata Anggoro dalam pembicaraan itu.

”Itu Nur Hidayat kurang berbobot, penampilan juga kurang, ya,” lanjut Anggoro. ”Oh, bagus sekali kalau penampilannya, Pak,” ujar Putranefo. ”Oke, itu coba sekjen tambah Haryadi. Jadi, sekjen tambah, Daruri sama Haryadi,” kata Anggoro. Dalam sidang kemarin, rekaman itu tidak dibantah Putranefo.

Sementara itu, majelis hakim Pengadilan Tipikor, Selasa (8/3), menolak seluruh nota keberatan yang diajukan kuasa hukum Ary Muladi. Ary didakwa dalam kasus upaya penyuapan pimpinan KPK dan merintangi penyidikan perkara korupsi. Dalam sidang dengan agenda pembacaan putusan sela ini majelis hakim memutuskan perkara ini harus tetap dilanjutkan. (RAY)
Sumber: Kompas, 9 Maret 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan