Korupsi Pembelian Pesawat Airbus Dibawa ke KPK

Pembelian pesawat dilakukan 10 tahun lalu.

Tim pencari fakta Komite Korupsi Garuda Indonesia akan segera mengumumkan temuan markup (penggelembungan) pembelian pesawat Airbus 330 senilai US$ 660 juta. Temuan tersebut akan segera diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dalam waktu dekat.

Menurut Ketua Komite Korupsi Garuda Indonesia Ari Sapari, pihaknya sudah melakukan penelitian selama satu bulan mengenai dugaan korupsi di perusahaan penerbangan pelat merah itu. Kami akan mengumumkan temuannya ke publik besok (hari ini), katanya kepada Tempo kemarin. Tentang nama-nama yang terkait dengan kasus penggelembungan tersebut, dia menolak membeberkannya. Belum bisa karena ini menyangkut asas praduga tak bersalah. Yang terlibat orang dari dalam dan luar Garuda, kata Ari.

Ari, yang juga Direktur Operasi Garuda, mengatakan dugaan korupsi pembelian pesawat 10 tahun lalu itu sangat kuat. Dugaan korupsi pembelian pesawat Airbus A330 senilai US$ 660 juta (dengan kurs sekarang setara dengan Rp 6 miliar) itu terjadi pada 1996. Pembelian enam pesawat Airbus A330 semula merupakan perjanjian sewa beli antara Garuda dan konsorsium Bank Dunia yang dipimpin Morgan Grenfell melalui perusahaan GIE Sulawesi. Kontrak sewa beli pesawat dilakukan selama 12 tahun.

Dari pengoperasian enam pesawat tersebut, Garuda hanya menerima pendapatan 30-40 persen. Padahal, untuk dapat membayar biaya sewa dan biaya operasional lain, target pendapatan sekitar 200 persen.

Sebelumnya, Komite Korupsi Garuda Indonesia telah melaporkan tiga kasus dugaan korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Kasus tersebut adalah dana macet atas penjualan beberapa unit kargo Garuda sebesar US$ 1,4 juta ditambah Rp 74 juta (2003), kasus macetnya dana Yayasan Kesejahteraan Pegawai sejumlah Rp 28 miliar (2003), dan kasus penyalahgunaan tiket Garuda di perwakilan Denpasar (2005).

Di tempat terpisah, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Djoko Susilo dan Didik J. Rachbini, mempertanyakan keputusan Panitia Kerja A DPR yang menyetujui pemberian subsidi kepada Garuda dan Merpati Nusantara Airline. Kedua perusahan penerbangan negara itu mendapat subsidi masing-masing Rp 1 triliun dan Rp 450 miliar.

Saya kira ini agak sembrono. Saya tidak tahu ada apa ini, kok, tiba-tiba Garuda dan Merpati mendapat subsidi sebesar itu, kata Djoko kepada Tempo kemarin. Dia curiga ada konspirasi antara Menteri Keuangan, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, dan sebagian anggota DPR untuk mendukung kucuran dana APBN tersebut.

Ketua Komisi Industri DPR Didik J. Rachbini menyatakan persetujuan Panitia Kerja DPR jelas telah melangkahi kewenangan Komisi. Menurut dia, di Komisi VI itu sama sekali belum ada kata sepakat mengenai penyelesaian utang Garuda dan Merpati, apalagi keputusan pemberian subsidi. ANTON APRIYANTO | AGUS SUPRIYANTO

Sumber: Koran Tempo, 7 September 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan