Korupsi Ditangani Pengadilan Tipikor; PN Tak Akan Tangani Korupsi
Sesuai dengan amanat Mahkamah Konstitusi atau MK supaya tidak terjadi dualisme penanganan kasus-kasus korupsi, semua kasus korupsi, baik yang ditangani kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, akan bermuara di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi.
Kedudukan Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) direncanakan akan berada di seluruh pengadilan negeri.
Demikian dikemukakan Ketua Tim Perumus Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi Romli Atmasasmita di Jakarta, Kamis (30/8). Tim perumus sudah menggelar rapat pembahasan dua kali. Diharapkan, tahun 2008 RUU ini sudah diserahkan ke DPR.
Sesuai dengan putusan MK, hanya ada satu yurisdiksi penanganan kasus-kasus korupsi, yaitu Pengadilan Tipikor. Nanti tidak ada lagi pengadilan negeri yang akan menangani kasus-kasus korupsi, ujar Romli.
Ia melanjutkan, poin penting lain yang dibahas dalam perumusan tim adalah soal pemeriksaan pendahuluan. Di dalam RUU Pengadilan Tipikor, pengadilan memiliki wewenang untuk memeriksa surat dakwaan jaksa penuntut umum. Pemeriksaan pendahuluan ini, ujar Romli, dimaksudkan untuk memeriksa apakah jaksa sudah memiliki cukup bukti untuk menyeret seseorang ke Pengadilan Tipikor.
Pemeriksaan pendahuluan akan dilakukan terbuka untuk umum sehingga transparan dan bisa diakses oleh publik. Hal ini untuk menghindari kolusi antara hakim dan jaksa.
Publik juga bisa melihat apakah kejaksaan atau KPK sudah bekerja profesional dengan memiliki bukti-bukti kuat mengadili seseorang, kata Romli.
Selain itu, kata Romli, jika terjadi kolusi antara jaksa dan polisi, maka Komisi Yudisial harus turun memeriksa hakim dan Komisi Kejaksaan harus turun untuk memeriksa para jaksa. Tim penegak kode etik yang dibentuk Jaksa Agung Hendarman Supandji juga harus turun untuk memeriksa jika disinyalir terjadi praktik kolusi itu.
Para hakim tipikor, baik hakim karier maupun nonkarier, harus mengikuti proses sertifikasi dan perekrutan hakim. Proses ini dilakukan oleh tim independen, bisa terdiri dari unsur pemerintah, masyarakat, mungkin juga Komisi Yudisial masuk, ungkapnya.
Romli mengatakan, saat ini tim perumus mendapat tiga draf, yaitu draf RUU Pengadilan Tipikor versi masyarakat, versi KPK, dan versi Dirjen Peraturan Perundang-undangan Dephuk dan ....
Draf versi masyarakat yang menjadi acuan, sementara versi KPK dan Dirjen PP akan menjadi pembanding, kata Romli. (VIN)
Sumber: Kompas, 31 Agustus 2007