Korupsi di PT PLN; Direktur Nonaktif Dituntut 10 Tahun

Direktur Luar Jawa Bali PT Pembangkit Listrik Negara (nonaktif) Hariadi Sadono dituntut 10 tahun penjara. Dia diduga terlibat dalam dugaan korupsi proyek pengadaan Sistem Manajemen Pelanggan berbasis teknologi informasi pada PT PLN Distribusi Jawa Timur yang menyebabkan kerugian negara Rp 175 miliar.

Selain hukuman penjara, jaksa penuntut umum juga meminta majelis hakim menjatuhkan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti sebesar Rp 6,5 miliar.

Tuntutan itu dibacakan secara bergantian oleh tim jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Senin (8/3). Tim JPU itu beranggotakan Chatarina M Girsang, Muhibuddin, Risma Asyari, dan Afni Carolina.

”General manager”
Jaksa menyebutkan, kasus dugaan korupsi itu terjadi saat Hariadi menjabat General Manager PLN Jawa Timur periode 2003-2008. Terdakwa menandatangani surat perjanjian kerja sama pengadaan Sistem Manajemen Pelanggan berbasis teknologi informasi (Customer Management System/CMS) bersama Direktur Operasional PT Altelindo Achmad Fatony Zakaria tanpa melalui prosedur pengadaan barang dan jasa.

Kemudian, Hariadi bersepakat dengan Abdul Malik, pemilik PT Altelindo, membagi pekerjaan (subkontrak) dengan PT Arthi Duta yang dimiliki Arthur Pellupessy. Kedua perusahaan itu bertanggung jawab pada pengaturan biaya penyelenggaraan operasional pekerjaan serta pembiayaan pengadaan peranti lunak aplikasi CMS.

Dalam proyek itu, disebutkan tim JPU, kedua rekanan mendapat keuntungan besar. PT Altelindo Karyamandiri untung Rp 130,6 miliar dan PT Arthi Duta Aneka Usaha untung Rp 39,05 miliar. Total kerugian negara mencapai Rp 175 miliar.

Atas tindakannya, Hariadi disebutkan menerima uang Rp 150 juta per bulan sejak Maret 2005 sampai Desember 2007 atau total Rp 5,1 miliar dari PT Altelindo Karyamandiri. Ia juga diduga menerima uang senilai Rp 1,4 miliar dari PT Arthi Duta Aneka Usaha.

”Dari rangkaian fakta yuridis terlihat dengan jelas bahwa terdapat kesengajaan melakukan perbuatan melawan hukum terkait dengan kerja sama pengadaan CMS,” kata Chatarina. Karena itu, tim JPU meminta majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama.

Tim JPU juga menilai, Hariadi bersalah melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Kesatu Kitab Undang- undang Hukum Pidana.

Hal yang memberatkan, terdakwa tak memberikan keterangan yang sebenarnya tentang hartanya dan tidak mengakui perbuatannya. Terdakwa dinilai juga mencederai kepercayaan masyarakat dan pemerintah. Yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum. (AIK)
Sumber: Kompas, 9 Maret 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan