Korupsi di NAD; Pemerintah Dinilai Tak Efektif

Kinerja pemerintahan eksekutif di Nanggroe Aceh Darussalam dalam pemberantasan korupsi dinilai masih sangat buruk. Bahkan, korupsi di provinsi itu pada saat ini lebih parah dibandingkan sebelum ada tsunami pada Desember 2004.

Demikian hasil Survei Barometer Korupsi Aceh yang dilakukan Transparency International Indonesia (TII) pada 2010. Survei yang hasilnya dipublikasikan Selasa (22/6) di Jakarta ini melibatkan 2.140 responden dari 23 kota/kabupatan di Aceh. ”Ini survei pertama. Survei berikutnya dua tahun lagi,” kata Sekretaris Jenderal TII Teten Masduki.

Menurut survei itu, 56 persen responden mengatakan, Pemerintah Provinsi Aceh tidak efektif memberantas korupsi dan 19 persen responden lainnya menjawab sangat tidak efektif.

Sebanyak 51 persen responden juga menyatakan, korupsi di Aceh saat ini lebih parah dibandingkan sebelum tsunami menerjang daerah itu. Hanya 14 persen responden yang menyatakan, sebelum tsunami, korupsi di daerah itu lebih parah. Sebanyak 35 persen responden menyatakan praktik korupsi di Aceh sama saja sejak dahulu.

Selain itu, pemerintahan eksekutif dipersepsikan sebagai lembaga yang paling korup (79 persen) di Aceh. Disusul legislatif (77 persen), kepolisian (75 persen), kejaksaan tinggi (68 persen), dan pengadilan tinggi (66 persen). ”Posisi ini sama dengan survei nasional TII, yaitu institusi yang dipersepsikan terkorup selalu berkutat pada lembaga peradilan, kepolisian, partai politik, dan legislatif,” tutur Teten.

Amrizal J Prang, Ketua Tim Antikorupsi Pemerintah Aceh (TAKPA), menuturkan, Pemerintah Provinsi Aceh sebenarnya melakukan sejumlah langkah untuk memberantas korupsi. Sejumlah dugaan korupsi yang ditemukan TAKPA juga langsung dilaporkan kepada Kepolisian dan Kejaksaan. (nwo)
Sumber: Kompas, 23 Juni 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan