Korupsi dalam Derita Si Miskin
Bali, dengan sejuta pesona dan keindahan, ternyata masih menyimpan persoalan-persoalan laten.Persoalan itu bernama kemiskinan dan korupsi.Yang paling menyentak publik adalah kasus dugaan korupsi dana Asuransi Kesehatan untuk Masyarakat Miskin (Askeskin) di RS Sanglah Denpasar, rumah sakit terbesar di Bali.
Selasa, 15/05/2007
CATATAN resmi Dinas Kependudukan menjelaskan, pada 1998 keluarga miskin (gakin) di Bali sekitar 19.600 keluarga. Dua tahun berikutnya yakni,tahun 2000,jumlahnya naik menjadi 36.191 keluarga miskin. Hingga 2002, Bali yang berpenduduk 766.353 keluarga sekitar 3,1 juta jiwa masih memiliki 98.189 keluarga atau sekitar 400.000 jiwa tergolong miskin.
Angka itu tentunya muncul sebelum terjadinya ledakan bom yang getaran kesedihannya terasa hampir ke seluruh penjuru jagat.Pasca-Bom Bali I dan II, tentu jumlah gakin melonjak drastis. Pada 2003, dari total penduduk Bali 3.139.022 jiwa atau 784.918 kepala keluarga (KK),109.193 KK (13,91%) di antaranya tergolong keluarga miskin. Bagaimana keadaan sekarang? Kepastian angka kemiskinan justru simpang siur.
Namun, diperkirakan, sekitar 15% dari jumlah total KK tergolong prasejahtera. Mereka banyak tersebar di desa-desa yang terletak di belahan Bali Utara dan Timur, seperti Buleleng, Karangsem, Klungkung, dan Bangli. Sejumlah indikator dapat ditunjukkan di tengah kesimpangsiuran itu. Hingga akhir 2006, tidak kurang dari 70.000 warga Bali mengalami buta aksara. Ada indikator yang lebih kuat lagi, yakni meningkatnya jumlah pasien miskin.
Di Rumah Sakit (RS) Sanglah Denpasar, dari jumlah total pasien yang menjalani rawat inap, 49,63% di antaranya merupakan pasien pemegang kartu Askeskin. Lantas apa kaitannya dengan korupsi? Bila merujuk indikator terakhir di atas, jawabannya akan segera ditemukan. Tersebutlah dugaan kasus korupsi uang senilai Rp2,3 miliar yang seharusnya menjadi hak warga miskin untuk dapat menerima bantuan kesehatan dari negara.
Kasus ini berawal dari munculnya keluhan sejumlah pasien miskin terkait sulitnya mendapatkan obat di RS Sanglah dalam sebulan terakhir.Begitu dicek ke depo farmasi, diketahui stok obat untuk pasien miskin ternyata habis. Selain obat oral, persediaan farmasi lain, seperti cairan infus dan injeksi,tinggal sedikit, ujar seorang petugas yang meminta jati dirinya dirahasiakan.
Setelah ditelusuri lebih dalam, ternyata kondisi seperti ini diam-diam sudah berlangsung sejak awal tahun. Baru sebulan belakangan pelayanan obat bagi pasien miskin begitu terasa terhambat, ujar si petugas yang kembali mewanti-wanti namanya jangan dikorankan. Kondisi itu baru terjawab melalui penjelasan Direktur Keuangan RS Sanglah Made Nandra.
Menurut dia, terhambatnya pasokan obat pasien miskin itu disebabkan rumah sakit sedang mengalami krisis finansial akibat tunggakan utang mencapai Rp15,274 miliar. Dari jumlah itu, Rp6,789 miliar adalah hutang khusus pengadaan obat untuk pasien miskin. Nandra juga menyampaikan alasan lain, yakni terkait melonjaknya jumlah pasien pemegang kartu Askeskin.
Akibat peningkatan itu, pengurusan klaim pembayaran obat oleh PT Askes kepada pedagang besar farmasi (PBF) tidak berjalan lancar. Jumlah klaim khusus obat yang belum terbayarkan sebesar Rp1,08 miliar. Ini yang membuat pelayanan obat pasien Askeskin terganggu, jelasnya. Ketidakberesan itu akhirnya membuat tim Inspektorat Jenderal Departemen Kesehatan RI turun melakukan audit. Dalam rentang enam hari, setidaknya 15 orang pegawai RS Sanglah dan PT Askes Bali diperiksa.
Hasilnya, disimpulkan sementara terjadi penyalahgunaan keuangan. Namun, baru satu orang yang dibidik,yakni IGA Mayani Budi,staf entry data Bagian Mobilisasi Dana RS Sanglah. Memang ditemukan kesalahan prosedur keuangan yang dilakukan (Mayani), terang Irjen Depkes I Gusti Gde Djestawana saat hendak terbang ke Jakarta untuk melaporkan hasil audit kepada Menteri Kesehatan belum lama ini. Aparat penegak hukum di Bali ikut-ikutan gerah begitu kasus itu menggelinding ke tengah publik.
Kejaksaan Tinggi Bali, misalnya, membentuk tim khusus beranggotakan empat jaksa senior untuk mengusut kasus ini. Mereka sejak sepekan lalu memanggil dan memeriksa sejumlah staf keuangan RS Sanglah dan PT Askes Bali, termasuk IGA Mayani. Tak mau kalah, Polda Bali juga ikut bergerak. Setidaknya dua orang dimintai keterangan sebagai saksi, yakni Direktur Utama (Dirut) RS Sanglah dr I Gusti Lanang M Rudiartha dan Direktur Keuangan Made Nandra, pekan lalu.Baik Kejati Bali maupun Polda Bali sama-sama belum bersedia mengungkap hasil pemeriksaan yang sudah berlangsung seminggu ini. (miftachul chusna)
Sumber: Koran Sindo, 15 Mei 2007