Korupsi Buku; Indra Djati Bantah Terlibat

Mantan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Indra Djati Sidi membantah terlibat penyelewengan program penyaluran subsidi (block grant) buku matematika untuk sekolah dasar dan madrasah 2003.

al itu ditegaskan Indra kepada Media di Jakarta, kemarin.

Menurut dia, Depdiknas, khususnya Ditjen Dikdasmen yang pernah dipimpinnya, sama sekali tidak pernah menyentuh uang Rp150 miliar yang dianggarkan dalam program block grant tersebut.

''Uangnya dikeluarkan Ditjen Anggaran Depkeu kepada provinsi dan kemudian disalurkan langsung ke sekolah-sekolah. Jadi, bagaimana bisa dikatakan Indra Djati melakukan korupsi kalau saya sama sekali tidak menyentuh uang itu?'' katanya.

Kasus penyelewengan program subsidi buku matematika itu pertama kali dilaporkan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Peduli Pendidikan Bangsa (P2B) pada Mei 2004 lalu.

Indra yang saat ini tengah melanjutkan studi di Amerika Serikat bahkan sudah beberapa kali memenuhi panggilan Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri.

''Pertama kali dipanggil saya hanya dimintai keterangan atas laporan tersebut. Tetapi, saya jadi heran ada pernyataan Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Aryanto Boedihardjo yang menyebutkan saya sebagai tersangka,'' lanjut Indra.

Sementara itu, Kepala Bareskrim Mabes Polri Komisaris Jenderal Makbul Padmanegara menyatakan status Indra masih sebagai saksi. ''Tetapi dalam perkembangan bisa saja statusnya ditingkatkan jadi tersangka,'' ujar mantan Kapolda Metro Jaya itu kepada Media, tadi malam.

Pada bagian lain, Indra mengatakan kasus ini bermula muncul karena banyak kepentingan pengusaha penerbitan yang terganggu akibat kebijakan block grant tersebut. ''Seleksi yang kami buat memang sangat ketat sehingga dari 29 penerbit, hanya delapan yang lolos memenuhi syarat waktu itu.''

Sedangkan soal program yang masih berjalan hingga sekarang itu, ia mengakui memang ada penyimpangan dalam tahap pelaksanaannya.

''Namun, itu terjadi di sekolah-sekolah dan persentasenya kecil, di bawah 10%. Misalnya, uang yang diperoleh sekolah itu bukan untuk buku yang sudah ditetapkan, tapi malah untuk mengganti genting yang bocor. Atau ada juga oknum Diknas yang mengarahkan sekolah untuk membeli buku dari penerbit A, misalnya, biar oknum itu yang dapat komisi.'' (Ton/San/J-1)

Sumber: Media Indonesia, 7 Oktober 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan