Korupsi Bermodus Tagihan Kosong

Dua surat tagih (invoice) yang dikeluarkan Bimatama Tour, Jakarta, itu sama-sama bertanggal 3 Juli 2009. Duit penggantian yang diajukan oleh biro perjalanan itu kepada Departemen Luar Negeri di Taman Pejambon, Jakarta, juga menyangkut nama yang sama: Lisdar Fauzan Sudarto.

Lisdar adalah sekretaris kedua pada Kedutaan Besar RI di Paramaribo, Suriname. Pada 9 Juni 2009, Lisdar dan keluarganya ditarik pulang ke Jakarta dengan pesawat udara. Duit pribadi yang digunakan Lisdar dan dimintakan klaim ke Bimatama, berdasarkan kuitansi yang diterima, sebesar US$ 11.143.

Uniknya, meski tanggalnya sama, dua surat tagih itu punya sejumlah perbedaan. Yang paling mencolok adalah jumlah duit yang diajukan. Surat tagih bernomor 007559 mengajukan duit sebesar US$ 14.532, sedangkan surat bernomor 007585 mengklaim sebesar US$ 32.242. Perbedaan lain, jumlah nama penumpang yang ditanggung juga bertambah. Pada tagihan pertama cuma tiga orang, sedangkan pada tagihan kedua jadi empat orang.

Modus surat tagih kosong inilah yang dipakai untuk menggangsir Kementerian Luar Negeri. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus kini tengah mengusut dugaan korupsi itu.

Menurut sumber Tempo di kementerian, perbedaan klaim itu terjadi karena ada kongkalikong antara biro perjalanan dan pegawai di Kementerian Luar Negeri. “Dalam tagihan itu, pihak travel mengosongkan nilai tagihan dalam tanda terima atas permintaan salah satu pegawai departemen,” kata sumber Tempo.

Berikutnya, tagihan yang sudah berlipat-lipat dari besaran duit yang dikeluarkan Lisdar itulah yang diajukan kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan. “Permohonan pencairan dana ke KPPN dari Departemen Luar Negeri biasa dinaikkan sekitar 50 persen lebih besar dari surat tagih yang dikirim travel,” kata sumber itu.

Saat dimintai tanggapan soal tagihan yang berbeda itu, Direktur Umum PT Bimatama Indonesia Estetika (Bimatama Tour) Hendra Wijaya mengaku tak tahu. “Saya tak berhak ngomong itu,” katanya.

Lisdar hanya satu dari puluhan diplomat beserta keluarganya. Bimatama juga hanya satu dari sekian banyak biro travel yang menjadi rekanan Departemen Luar Negeri. Dalam kasus Lisdar saja, dugaan kerugian negara mencapai US$ 21.099. Jika dikalikan dengan puluhan diplomat, “Nilai markup tiket bisa mencapai sekitar Rp 30 miliar per tahun,” kata sumber Tempo. ANTON SEPTIAN | NUR ROCHMI | FAISAL ASSEGAF | DWI WIYANA

Sumber: Koran Tempo, 12 Februari 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan