Kooperatif, Puteh Batal Ditahan; Hindari Wartawan, ke KPK Pagi Buta [15/07/05]

Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Abdullah Puteh akhirnya bersedia diperiksa. Tersangka korupsi pengadaan helikopter PLC Ple Rostov jenis MI-2 buatan Rusia bernilai Rp 12,5 miliar itu kemarin diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di gedung KPK, Jalan Veteran III, Jakarta.

Puteh benar-benar alergi dengan wartawan. Buktinya, mantan ketua umum DPP KNPI itu sengaja datang pagi-pagi pukul 05.30 di gedung KPK. Itu strateginya untuk menghindari wartawan dan jepretan fotografer. Padahal, menurut jadwal, pemeriksaan Puteh mulai sekitar pukul 09.00. Praktis, selama 3,5 jam, dia hanya berdiam diri di ruang pemeriksaan, lantai II gedung KPK.

Pemeriksaan Puteh dipimpin tim penyidik yang diketuai Kombes Djaswardhana. Selama menjalani pemeriksaan, Puteh didampingi tim pengacara dari kantor hukum Otto Cornelis Kaligis. Oleh penyidik, gubernur merangkap penguasa darurat sipil daerah (PDSD) itu dicecar dengan 40 poin pertanyaan menyangkut proses pengadaan helikopter MI-2 yang dicurigai dananya digelembungkan hingga negara berpotensi rugi Rp 4 miliar.

Sekitar pukul 20.45, Puteh meninggalkan gedung KPK dengan kawalan ketat belasan pengawalnya. Insiden puluhan wartawan dengan para pengawal Puteh pun tak terhindarkan. Para pengawal Puteh tidak memberikan kesempatan wawancara dan pengambilan foto. Sempat ada kontak fisik yang mengakibatkan dahi salah seorang wartawan terluka. Toh, Puteh tetap bungkam dan bisa lolos dengan mengendarai mobil Toyota Kijang berplat B 2759 KQ. Ini salah satu di antara tiga mobil yang disiapkan untuk mengelabuhi wartawan.

Di sela pemeriksaan, sekitar pukul 09.15, Presdir PT Putra Pobaigan Mandiri, Bram Manopo, yang merupakan pemasok pengadaan helikopter Mi-2 untuk Pemprov NAD kemarin mendatangi gedung KPK. Bram yang masih berstatus saksi dan dicekal itu memenuhi panggilan KPK untuk menyerahkan segepok dokumen terkait dengan pengadaan helikopter Mi-2 seperti yang diminta tim penyidik. Dokumen tersebut digunakan untuk membantu proses penyidikan Puteh.

Hingga berakhirnya penyidikan, pimpinan KPK tidak membeberkan materi pemeriksaan. Sekitar pukul 15.30, Erry Riyana Hardjapamekas, wakil ketua KPK, menggelar jumpa pers seputar pemeriksaan Puteh. Sayangnya, Erry enggan berkomentar ketika ditanya soal materi pemeriksaan. Dia hanya menyatakan bahwa pameriksaan lebih banyak diarahkan pada klarifikasi dan cek silang terhadap informasi yang diperoleh KPK atas keterlibatan Puteh dalam skandal pengadaan helikopter.

Erry mengatakan, selama pemeriksaan, Puteh dinilai cukup kooperatif. Karena itu, hingga kemarin, pimpinan KPK belum mempertimbangkan penahanan bagi Puteh. Ini karena beliau cukup kooperatif, kata mantan Dirut PT Timah Tbk itu dalam paparannya di lantai I gedung KPK.

Menurut Erry, pemeriksan terhadap Puteh dimulai pukul 09.00. Kendati begitu, Puteh sudah tiba di gedung KPK sekitar pukul 05.30. Mau datang jam berapa, itu hak beliau. Yang penting pemeriksan dimulai pukul 09.00, katanya.

Sementara itu, terkait keinginan Presiden Megawati bertemu dengan pimpinan KPK untuk membahas surat berisi pemberhentian sementara Puteh, Erry mengaku KPK masih terus menunggu undangan resmi dari presiden. Saya belum menerima surat resmi dari presiden. Lalu, bagaimana kami dapat berkomentar, ujar Erry. Karena itu, hingga kemarin pimpinan KPK masih menunggu surat pemberitahuan resmi, tanggapan, atau jawaban dari Presiden Megawati atas surat yang telah dikirimkan KPK pada Jumat, 9 Juli, malam terkait pemberhentian sementara Puteh dari jabatan gubernur NAD.

Seperti diketahui, pada Jumat lalu, 9 Juli, KPK mengirimkan surat permintaan kepada Presiden Megawati untuk memberhentikan sementara Puteh dari jabatan gubernur NAD. KPK terpaksa melaksanakan kewenangan sesuai pasal 12 ayat (1) huruf (e) UU Nomor 30/2002 setelah Puteh dianggap tidak kooperatif menjalani pemeriksaan sebagai tersangka dalam skandal pengadaan helikopter MI-2 senilai Rp 12,5 miliar.

Puteh yang seharusnya diperiksa Selasa pekan lalu, 6 Juli, ternyata kembali mangkir pada pemeriksaan 9 Juli. Padahal, jadwal itu merupakan permintaan Puteh setelah pada pemeriksaan sebelumnya tidak dapat hadir gara-gara sibuk berdinas. Karena dianggap ingkar janji, KPK lantas memerintahkan langkah paksa terhadap Puteh untuk hadir di hadapan tim penyidik.

Puteh ditetapkan sebagai tersangka kasus pengadaan helikopter setelah dianggap lebih mahal dibandingkan dengan helikopter sejenis yang dibeli TNI-AL. Dan, hal itu diakui KSAL Laksamana Bernard Kent Sondakh. Diduga kuat, Puteh melakukan hal itu dengan menggelembungkan (mark-up) anggaran yang memicu potensi kerugian negara sekurang-kurangnya Rp 4 miliar.

Lebih lanjut, Erry mengatakan bahwa pemberhentian sementara Puteh merupakan hak prerogatif presidan. Meski demikian, jika presiden tidak juga mengeluarkan keputusan presiden (keppres) mengenai pemberhentian sementara dimaksud, hal itu dianggap tidak mempengaruhi jalannya pemeriksaan.

Di pihak lain, jelas Erry, tidak ada sanksi apa pun yang bisa dikenakan terhadap presiden jika menolak permintaan KPK. Pada dasarnya, kata Erry, pasal 12 ayat (1) UU Nomor 30/2002 menyatakan bahwa KPK bisa memerintahkan atasan bersangkutan, dalam hal ini presiden RI, untuk memberhentikan sementara Puteh sebagai gubernur.

Namun, diakui Erry, isi surat yang dikirimkan pimpinan KPK itu meminta. Alasannya, etika kenegaraan. Kalaupun undang-undang memberikan kewenangan seperti itu, kan tidak harus menyatakan ?memerintahkan?, katanya. Dia menambahkan, surat tersebut dinilai juga tidak mempengaruhi kewibawaan KPK.

Sementara itu, O.C. Kaligis mengatakan, selain menyangkut materi pemeriksaan, penyidik menanyakan sejumlah dokumen-dokumen berkaitan dengan proyek pembelian helikopter itu. Ada sekitar 40 poin (pertanyaan, Red). Tapi. jangan tanya materi. Kalau tanya materinya, ke penyidik, ujar Kaligis yang meninggalkan gedung KPK sekitar pukul 18.30.

Kaligis mengatakan, pihaknya juga menyerahkan sejumlah dokumen kepada penyidik terkait proyek pembelian pesawat itu, antara lain, menyangkut masalah kewenangan gubernur, persetujuan DPRD, dan special treatment untuk daerah konflik.

Ditanya wartawan terkait dengan proses praperadilan yang diajukan kliennya, O.C. Kaligis mengatakan bahwa penyidikan yang dilakukan KPK terlalu prematur. Penyidikan itu prematur, katanya. Kaligis juga memastikan, pengajuan praperadilan tetap dilakukan meski kliennya bersedia menjalani pemeriksaan di depan tim penyidik KPK.

Sementara itu, Bram Manopo, Presdir PT Putra Pobaigan Mandiri, perusahaan yang menjadi pemasok sekaligus agen tunggal yang menjual helikopter MI-2 kepada Pemprov NAD, membantah bahwa dalam pembelian pesawat itu ada penggelembungan anggaran alias mark up.

Menurut dia, harga pesawat yang dijual tersebut sudah sesuai dengan harga yang dipatok pihak Rusia. Kami memberikan patokan harga Rusia sehingga memang tidak ada mark up, katanya.

Bram juga membantah adanya dugaan korupsi dalam pembelian pesawat itu, yang lebih mahal jika dibandingkan dengan pembelian pesawat helikopter tipe sejenis oleh TNI AL. Menurut Bram, harga pembelian oleh Pemprov NAD lebih mahal karena helikopter tersebut sudah dilengkapi dengan fasilitas VIP, antipeluru, decorisien, dan radio komunikasi.

Selebihnya, harga pembelian Rp 12 miliar juga tidak terlepas dari hitung-hitungan bisnis. Kita orang bisnislah, masak beli USD 800, lalu dijual USD 750. Yang benar saja, itu namanya kita mencemplungkan diri. Kan ada beberapa cost yang harus dikeluarkan, cost (perjalanan) bolak-balik, berapa training cost, dan berapa tax cost, papar Bram. Praktis, hasil penjualan pesawat itu dikurangi cost yang dikeluarkan, keuntungan yang didapat adalah sekitar 10 hingga 15 persen. Biasanya, keuntungan kita sekitar 10 sampai 15 persen. Itu riil. Anda kalau bisnis mobil, jangan bisnis helikopter, katanya.

Puteh Harus Dicopot

Sementara itu, lambannya sikap Presiden Megawati dalam memenuhi permintaan KPK untuk menonaktifkan Gubernur NAD Abdullah Puteh dinilai penuh pertimbangan politik. Sinyalemen itu diungkapkan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Teten Masduki kepada wartawan di kantornya, kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, kemarin.

Menurut Teten, sinyalemen kasus Puteh dijadikan momentum politik semakin menguat tatkala dia melihat adanya kecenderungan PDIP akan berkoalisi dengan Golkar dalam pemilu presiden putaran dua September mendatang. Meski sejauh ini Teten belum mengantongi buktinya.

Tapi, Puteh itu kesayangan Akbar Tandjung (ketua umum Golkar, red). Karena itu, tentu Mega berpikir panjang untuk menggunakan wewenangnya dalam kasus Puteh ini, kata Teten. Puteh memang dikenal sebagai tokoh Golkar Aceh.

Untuk itulah, Teten mendesak supaya KPK melalui kewenangan yang dimilikinya sesuai pasal 12 ayat 1 butir i UU 30/2002 tentang KPK meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.

Inilah salah satu yang harus dilakukan KPK andai presiden tetap tidak proaktif dalam kasus ini, tandas Teten.

Hal lain yang dituntut ICW sehubungan dengan geger korupsi Puteh itu adalah supaya Ketua MA Bagir Manan segera mempercepat proses penetapan hakim pengadilan tindak pidana korupsi. Ini seusai dengan pasal 56 ayat 4 UU no 30 tahun 2002, tambah Wakil Koordinator ICW Danang Widoyoko. (agm/naz)

Sumber: Jawa Pos, 15 Juli 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan