Kontrak Kerja untuk Gerus Pejabat Kotor

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Teten Masduki punya analisis menarik soal gebrakan Kapolri Jenderal Polisi Sutanto yang membuat kontrak kerja dengan seluruh Kapolda dalam memberantas judi, narkoba, dan illegal logging. Itu dilakukan karena Kapolri tahu persis bahwa banyak oknum polisi terlibat di dalamnya (baca beking, Red), ujar Teten. Salah satu cara membersihkan aparat kotor itu ya dengan kontrak kerja tadi, lanjutnya ketika ditemui di Kantor ICW, kawasan Kalibata, kemarin.

Logikanya, kata Teten, praktik perjudian , illegal logging, ataupun peredaran narkoba tidak akan berjalan mulus tanpa dibekingi oknum petugas. Itu sudah hukum alam, ungkapnya.

Karena itu, Kapolri tentu paham bahwa memberantas penyakit masyarakat yang sudah berurat akar tersebut butuh waktu panjang, konsisten, dan terus menerus dilakukan. Bodoh benar kalau praktik judi, illegal logging, narkoba, maupun korupsi bisa dituntaskan dalam hitungan minggu, apalagi hari. Hanya orang bodoh yang percaya itu, ujar Teten.

Dia menilai, gebrakan Kapolri agar Kapolda dan Kapolres menandatangani kontrak kerja yang berisi kesanggupan memberantas beragam penyakit masyarakat di wilayah tugasnya itu hanya bersifat simbolis. Kapolri tentu paham bahwa sebelum melangkah keluar, Kapolri harus membersihkan aparat yang korup lebih dulu agar tidak diketawai masyarakat, terangnya.

Dengan demikian, kontrak kerja tersebut bakal menjelma jadi mesin penggerus, membersihkan aparat polisi yang korup. Apalagi, itu dibarengi dengan limit waktu. Kalau tidak bisa, mereka harus siap-siap dilengserkan. Kasarnya, ini kan cara halus menyingkirkan pejabat Polri yang tak becus dan korup, ungkap Teten.

Kontrak kerja bisa diibaratkan lomba lari maraton. Pejabat Polri yang tertinggal dan ngos-ngosan harus rela disalip rekannya. Maksudnya, pejabat yang tidak mampu harus rela melepaskan jabatan. Cara itu cukup rasional. Sebaliknya, kalau main gusur, Kapolri akan mendapat perlawanan, ungkapnya.

Kontrak kerja itu juga bisa dianggap sebagai uji coba pejabat Polri untuk memberangus anak buah serta kolega sendiri yang terlibat praktik beking perjudian. Kalau atasannya bersih, tentu tidak sulit memberantas praktik judi di wilayahnya. Sebaliknya, kalau atasan ikut menerima setoran, tentu pemberantasan akan setengah hati dan formalitas belaka, jelasnya.

Teten mengungkapkan, sudah menjadi rahasia umum di lingkungan Polri kalau naik pangkat dan menduduki jabatan tidaklah gratis. Perlu duit dan sejumlah koneksi. Saya kira Pak Sutanto ingin mengubah paradigma itu. Bahwa nantinya jabatan atau kenaikan pangkat murni karena prestasi dan kemampuan, bukan karena duit dan koneksi, paparnya.

Adakah kemungkinan perlawanan dari dalam? Kemungkinan itu tetap ada. Tapi, saya kira Pak Sutanto bisa mengatasi semua itu. Dengan catatan, presiden mendukung sepenuhnya gebrakan Kapolri, ujarnya. Juga tak kalah penting dukungan dewan, tambahnya.

Agar gerakan pemberantasan judi berjalan lancar, Kapolri harus melakukan kerja sama dengan TNI. Sebab, tak sedikit oknum TNI yang ikut membengkingi praktik perjudian. Bila perlu, melakukan operasi gabungan dengan ketiga angkatan saat melakukan penggerebekan judi, sarannya. (bh)

Sumber: Jawa Pos, 14 Juli 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan