Konsultasi ke Kejati; Sebelum Tetapkan Tersangka Korupsi Anggaran DPRD
Kejaksaan Negeri Lumajang bakal berkonsultasi ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur sebelum menetapkan tersangka dugaan korupsi anggaran DPRD pada 2002-2003. Penetapan tersangka ini dilakukan setelah ekspos kasus di hadapan Kejaksaan tinggi terlebih dahulu. Dan, Kejati memberikan arahan, untuk menentukan siapa yang dijadikan tersangka.
Seperti diberitakan, Kejaksaan menyidik dugaan kasus korupsi uang APBD sebesar Rp dalam kasus penyimpangan dana sebesar Rp 7 miliar itu. Rinciannya, Biaya Pemeliharaan Kesehatan sebesar Rp 864 juta, Biaya Perjalanan Dinas Rp. 2,8 M, Bantuan Kesehatan Rp 769,5 juta, dan Anggaran Pilbup Rp 2,5 M.
Kasi Intel Kejaksaan Negeri Lumajang Joko Hadi Sumarsono SH membantah adanya rumor jika Kejaksaan telah menetapkan sejumlah tersangka yang tersangkut kasus dugaan korupsi DPRD. Sejauh ini, Kejaksaan telah memeriksa kurang lebih 20 saksi. Tapi, kami belum menentukan siapa yang jadi tersangka kasus ini, tuturnya.
Menurut Joko, pihaknya bakal memeriksa seluruh anggota dewan 1999-2004. Setelah itu, Kejaksaan bakal memanggil saksi ahli dari BPK Cabang Jogjakarta dan BPKP cabang Surabaya. Setelah itu, tambah Joko, pihaknya bakal mengadakan ekspos kasus di hadapan Kejati Jawa Timur. Setelah eskpos kasus, Kajati yang akan menentukan tersangkanya, tukasnya.
Joko mengatakan, pihaknya terus memeriksa saksi dalam kasus ini. Mulai dari sekwan, bendahara, dan seluruh anggota dewan. Tim penyidik ngebut untuk memenuhi dead-line, pemeriksaan saksi pada 20 Januari mendatang. Tiap hari, lima saksi diperiksa. Kami mengusahakan, seluruh anggota dewan 1999-2004 selesai diperiksa 20 Januari, tuturnya.
Pada saat pemeriksaan, Kejaksaan berusaha meng-cross chek data kepada saksi. Baik hasil lead intel maupun audit BPKP dan BPK. Dari hasil keterangan saksi, sudah ada titik terang penyimpangan itu,tukasnya
Meski masuk program 100 hari, menurut Joko, pihaknya tak mungkin menuntaskan, kasus ini dalam seratus hari setelah kepemimpinan Presiden SBY. Kata dia, yang masuk program 100 hari adalah lead intelnya. Ini sudah kami laporkan ke Kejakgung. Sedangkan, penyidikannya termasuk kasus biasa, terangnya.
Sementara itu, pakar hukum STIH PB Sudirman Lumajang Anis Ibrahim MHum mendukung niatan Kejaksaan untuk mendatangkan saksi ahli. Namun, di mata Anis, mendatangkan saksi ahli dari BPKP dan BPK belumlah cukup. Dia menyarankan, kejaksaan juga mendatangkan pakar, yang menyoroti sebuah kasus dari sudut hukum. Kejaksaan bisa mendatangkan pakar hukum dari Universitas Brawijaya atau dari Universitas Airlangga,ungkapnya.
Sebab, Kejaksaan baru kali ini menerima bentuk kasus seperti ini. Apalagi, kasus ini, dilakukan oleh pihak yang terlibat dalam legislasi peraturan daerah. Menurut Anis, bisa saja perbuatan yang dinilai Kejaksaan ternyata menyimpang ternyata memiliki dasar hukum-nya, meski itu dalam tingkatan Peraturan Daerah. Selain itu, Kejaksaan harus menganalisa siapa yang terlibat. Siapa saja yang terlibat, baik itu pelaku, ikut serta, dan membantu, tukasnya. (ken)
Sumber: Radar Jember, 11 Januari 2005