Konsultan Politik; Biaya Politik Makin Mahal

Maraknya politik pencitraan, termasuk dalam pemilihan umum kepala daerah dewasa ini, membuat biaya politik semakin mahal. Biaya politik tersedot untuk membayar jasa lembaga survei dan konsultan politik. Inilah masa ”panen raya” konsultan politik.

Lingkaran Survei Indonesia (LSI), misalnya, mengklaim telah memenangkan 17 calon gubernur dalam pemilu kepala daerah sejak tahun 2005 atau lebih dari 50 persen jumlah gubernur di seluruh Indonesia. Saat ini LSI sedang menangani dua calon gubernur yang sedang bertarung dalam Pilkada 2010.

”Kami ingin angka yang lebih besar lagi. Hampir 90 persen klien yang ditangani LSI menang dalam pilkada. Kalaupun ada yang kalah, itu karena tidak memenuhi komitmen dengan pembayaran sehingga ada beberapa program yang tidak jalan,” ungkap Direktur Eksekutif LSI Denny JA akhir pekan lalu.

Selain menjadi konsultan pemilihan ketua umum partai politik, konsultan politik juga menjadi konsultan kandidat di 244 pemilu kepala daerah.

Partai politik ataupun para kandidat tetap banyak yang menggunakan jasa mereka dengan berbagai motif, mulai dari yang hanya ingin tahu popularitas mereka sampai yang memang ingin mendongkrak tingkat keterkenalan dan keterpilihannya oleh pemilih.

Tanpa dibayar
Denny JA mengaku pernah membantu seorang calon kepala daerah tanpa dibayar karena calon itu terkenal dan disukai masyarakat. Hasilnya, calon itu menang dalam pemilihan gubernur. Selain itu, LSI juga pernah membantu seorang calon kepala daerah yang tidak terkenal, tetapi mempunyai dana yang besar.

”Satu syarat lagi yang penting adalah calon tidak sedang di dalam penjara. Kalau masih tersangka saja, kami masih bisa membantunya untuk menang,” ungkap Denny.

Data yang dikumpulkan Kompas selama sepekan menunjukkan, biaya sewa jasa lembaga survei untuk identifikasi awal tingkat keterkenalan dan keterpilihan seorang kandidat untuk pemilu kepala daerah kabupaten/kota di Jawa berkisar Rp 100 juta-Rp 150 juta. Harga itu sangat bergantung pada jumlah responden yang ingin diambil, besaran ambang batas kesalahannya (margin error), ataupun luas dan kondisi geografisnya.

Untuk kabupaten/kota di luar Jawa, biaya itu bisa membengkak hingga dua sampai tiga kali lipat karena terbatasnya akses transportasi.

Untuk biaya konsultasi politik, seorang kandidat peserta pemilu gubernur bisa membayar hingga Rp 40 miliar. Walaupun biaya yang dikeluarkan sangat besar, kandidat itu bisa gagal dalam pilkada. Besarnya biaya konsultasi itu tidak menjadi jaminan kemenangan kandidat.

Tingkat keuntungan yang paling besar dimiliki oleh konsultan politik karena bisa mencapai 50 persen dari biaya di kontrak. Tingginya keuntungan itu karena konsultan bisa menyiasati program-program dan pembiayaan yang ditawarkan.

Penelusuran Litbang Kompas menunjukkan hal serupa. Biaya survei pemilih tingkat provinsi berkisar Rp 100 juta-Rp 500 juta. Ongkos iklan politik calon gubernur melalui berbagai media massa berkisar Rp 1 miliar-Rp 5 miliar per bulannya. Biaya pencitraan figur calon gubernur mencapai Rp 20 miliar.

Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengatakan, biaya sewa jasa itu sangat tergantung dari kemampuan finansial calon dan paket program yang ditawarkan setiap konsultan politik dan lembaga survei. Terlebih lagi, sama halnya dengan profesi lain, biaya konsultan politik dan lembaga survei sangat bervariasi tergantung reputasi setiap lembaga.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) dan Direktur Eksekutif Lembaga Survei Nasional Umar S Bakry membenarkan rentang biaya sewa jasa lembaga survei dan konsultasi politik hasil penelusuran Litbang Kompas itu. Bahkan dalam beberapa kasus bisa lebih tinggi.

Menurut Umar, saat ini yang paling banyak ada di Indonesia adalah lembaga survei. Selain Aropi, juga ada Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi). Konsultan politik di Indonesia masih sangat jarang. Mereka umumnya berisi ahli-ahli politik dan komunikasi massa. Lembaga konsultan politik itu, selain Lingkaran Survei Indonesia pimpinan Denny JA, lainnya adalah Fox Indonesia yang salah satu pendirinya adalah Rizal Mallarangeng, Charta Politika yang dikomandani Bima Arya Sugiarto, maupun Pol Mark Indonesia yang dibentuk oleh Eep Saefulloh Fatah.

Tiga syarat
Denny JA mengatakan, paling tidak ada tiga syarat yang harus dimiliki oleh para calon apabila ingin bertarung dalam pilkada, yaitu terkenal, disukai, dan mempunyai dana. ”Kalau ketiga-ketiganya tidak ada, tidak bisa menang. Tetapi kalau memenuhi dua syarat saja, kemungkinan menang masih ada,” katanya.

Partai Golkar adalah parpol yang selalu memakai jasa konsultan politik. Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie menuturkan, partainya memakai survei untuk melihat kemungkinan yang terjadi di pilkada.

Survei yang dilakukan semakin dekat dengan pilkada memiliki kecenderungan makin besar hasilnya akan sama dengan pilkada. ”Jika kader Partai Golkar punya nilai tinggi di survei, biasanya juga memperoleh hal serupa di pilkada,” kata Aburizal, pekan lalu.(MZW/SIE/NWO)
Sumber: Kompas, 14 Juni 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan