Konspirasi Nakal Memanipulasi Pajak

Dari sebuah surat pembaca yang masuk ke meja redaksi , terpampang cerita, mengenai hengki pengki dan nakalnya sebuah perusahaan. Pertama, mereka telah mempekerjakan hampir tiga ratus orang karyawan dengan puluhan tahun. Nakalnya, yang dilaporkan kepada Dinas Tenaga Kerja hanya puluhan orang saja.

Berikutnya, dari sisi omzet penjualan, perusahaan ini tiap harinya mengantongi uang ratusan juta rupiah dari transaksi. Namun, transaksi yang ratusan juta itu tidak pernah dicatatkan dalam pembukuan yang rapi, dan administrasi yang jelas. Tujuannya disebut untuk mengakali pajak.

Selanjutnya disebut, ada dua perusahaan, dengan satu pemilik, masing-masing perusahaan yang bergerak di bidang Int dan Des beralamat di Jalan Biak Jakarta Pusat, dan satu lainnya di daerah Blok M, Kebayoran Baru.

Untuk transaksi kecil dengan laporan hanya Rp2-3 juta per bulan, dilaporkan ke kantor pajak atas nama perusahaan Int. Namun, jika transaksi besar (miliaran rupiah) tidak dilaporkan dan selalu dibukukan dalam perusahaan Des.

Instruksi pimpinan perusahaan itu kepada karyawan, agar tidak banyak bercerita tentang perusahaan kepada orang lain. Bahkan, listrik mati pun kami tidak diperkenankan menelepon Perusahaan Listrik Negara (PLN), tukas seorang karyawan.

Meskipun perusahaan itu memiliki pendapatan yang besar, ternyata tidak perlu membayar pajak setimbang dengan penghasilannya. Yang dilaporkan ke Pajak adalah perusahaan Int, dengan penghasilan kecil, sehingga pajaknya pun kecil. Padahal, pendapatan perusahaan Des jauh lebih besar tagihan pajaknya nihil.

Mengapa demikian? Karena perusahaan lebih aman membayar petugas pajak yang setiap kali datang, dengan uang Rp500 ribu. Petugas pajak berinisial Domain --nama disamarkan-- setiap kali datang cukup kami kasih, Rp500 ribu dan urusan pajak selesai, tutur seorang karyawan perusahaan Des yang ada di Panglima Polim.

Kejadian seperti itu terus berulang, bertahun-tahun. Karena si perusahaan juga nakal, selalu menyembunyikan kuitansi-kuitansi dan bukti transaksi lain, saat akan dilakukan kunjungan oleh petugas.

Sepenggal cerita dari surat pembaca yang ada di meja redaksi itu hanya sebagian kecil dari hengki pengki yang dilakukan oleh perusahaan dengan petugas pajak.

Dan apakah kelakuan yang sangat menghina negara ini akan berhenti ketika pernyataan yang dikeluarkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiqurahman Ruki, Jangan kaget jika satu saat kami melakukan uji peti. Jika sistem yang sudah diperbaiki masih dimanfaatkan, maka kami akan masuk, KPK akan melakukan penindakan. Jangan lagi ada kebocoran, mimpi genteng bocor pun tidak boleh. Kalimat tersebut di utarakan di tengah jajaran pegawai Dirjen Pajak, dan jajaran teras Departemen Keuangan pekan lalu.

Lebih dari seratus orang pejabat Dirjen Pajak, siang itu menyaksikan penandatanganan kerja sama Menteri Keuangan, Dirjen Pajak, dengan KPK untuk mempermudah akses data di direktorat jenderal pajak. Dengan berpakaian batik, mereka tampak cermat mengikuti upacara dengan seksama.

Ruki mengaku sampai saat ini pihaknya belum mendapatkan laporan mengenai dugaan korupsi di Direktorat Jenderal Pajak. Namun, menurut dia, KPK sedang melakukan penyelidikan mengenai dugaan penyelewengan restitusi pajak, dan penggelapan pajak. Mengenai penggelapan pajak sudah ada UU sendiri.

Namun, Ruki mengakui keluhan yang datang dari masyarakat kebanyakan adalah pada tingkat pelayanan perpajakan. Penyelewengan restitusi perpajakan itu termasuk korupsi, saat ini dalam tahap penyelidikan, selain itu upaya orang-orang untuk menggelapkan pajak. Di situ ada tawar-menawar untuk berkorupsi, kata Ruki.

Kejahatan dengan risiko rendah dan return (tingkat pengembalian) yang tinggi. Karena, jenis kejahatan yang satu ini tergolong rapi, selalu melibatkan lebih dari satu pihak, bahkan tidak jarang dilindungi oleh peraturan dan perundangan.

Paling sering terjadi kasus, aparat penegak hukum, selalu terlibat menjadi pelindung. Hal ini dikemukakan oleh Direktur Eksekutif Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) Agung Hendarto. Menurut dia mendeteksi indikasi korupsi bukan hal yang sulit. Yang terpenting memenuhi kriteria, merugikan negara atau masyarakat. (cr22M-1)

Sumber: Media Indonesia, 27 Februari 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan