Kongres AS Minta Indonesia Transparan Soal Bantuan

Enam anggota kongres Amerika Serikat mengunjungi Nanggroe Aceh Darussalam, Sabtu (8/1). Keenam anggota kongres AS itu adalah Earl Blumenauer dari Partai Demokrat dan James Leach, Jeff Flake, Chris Smith, Christopher Shays, Wayne Gilchrest, serta Michael Ferguson dari Partai Republik.

Jeff Flake meminta pemerintah Indonesia untuk transparan terhadap semua bantuan internasional yang diterima untuk Aceh. Organisasi nonpemerintah harus melakukan check and balances sebaik-baiknya, katanya.

James Leach menegaskan bahwa Amerika akan terus memberi bantuan kepada Indonesia. Kami akan bekerja sama dengan PBB dan pemerintah Indonesia, katanya. Ia juga mengaku terkesan dengan koordinasi pendistribusian bantuan kemanusiaan yang dilakukan PBB bekerja sama dengan militer AS.

Saat ditanya apakah bantuan yang mengalir ini menunjukkan hubungan Indonesia dan Amerika akan semakin pulih, Leach mengatakan bahwa sekarang ini lebih merupakan masalah kemanusiaan, bukan masalah negara dengan negara. Namun, jika hubungan semakin membaik, itu salah satu dampaknya, ujarnya.

Sementara itu, para menteri keuangan dari negara-negara G-7 sepakat mendukung penundaan pembayaran utang dari negara-negara korban tsunami. Mereka menyerukan Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), Dana Moneter Internasional (IMF), dan institusi multilateral lainnya untuk mengusahakan bantuan keuangan bagi negara-negara yang terkena bencana, termasuk memberikan fasilitas darurat pascabencana.

Kelompok negara G-7 juga akan mempertimbangkan langkah pemberian bantuan lebih lanjut dalam pertemuan mereka di London, Inggris, pada 4 dan 5 Februari mendatang. Ujian sesungguhnya bagi masyarakat internasional adalah bagaimana kita bisa membiayai dan membantu kebutuhan jasa darurat dan rekonstruksi jangka panjang bagi negara-negara yang terkena musibah tsunami, kata Menteri Keuangan Inggris, Gordon Brown, dalam rilis yang diterima Tempo.

Dari dalam negeri, Fraksi Partai Amanat Nasional mendesak pemerintah menolak utang baru untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh selunak apa pun bunga pinjaman. Itu hanya akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemerintah harus sangat berhati-hati terhadap negara yang seolah-olah membantu padahal hanya meminjamkan, kata Abdillah Toha, Ketua Fraksi PAN DPR RI, Sabtu (8/1). Namun, menurut Toha, PAN mendukung jenis bantuan hibah atau penundaan pembayaran utang.

Pengamat ekonomi Indef yang juga aktivis PAN, Dradjad H. Wibowo, mengatakan bahwa utang baru akan memberatkan Indonesia, kecuali yang bersifat very safe loan dengan jangka waktu pinjaman 40 tahun, bunga hampir mendekati 0 persen serta grass period (tenggat pembayaran utang) 10 tahun. Tolak utang baru, tapi upayakan pengurangan, ujarnya. Untuk itu, pemerintah harus segera melakukan damage assessment (penilaian nilai kerusakan).

Menurut Dradjad, APBN kita tak akan mampu membiayai proses rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh yang sedikitnya membutuhkan Rp 20 triliun. Karena itu, Harus dibantu dari hibah dan bantuan yang hakikatnya penghapusan utang, ujarnya.

Dradjad menagatakan, pemerintah harus berhati-hati terhadap negara yang seolah-olah memberi bantuan padahal hanya memberi pinjaman, misalnya Amerika Serikat. Kalau Jerman, Prancis, dan Jepang memang benar-benar memberi pinjaman untuk penghapusan utang, ia menegaskan. poernomo g.ridho/badriah

Sumber: Koran Tempo, 9 Januari 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan