Konferensi Antikorupsi PBB; Ruang Pencucian Uang Dipersempit

Memasuki hari kedua, Konferensi Putaran Kedua tentang Konvensi Antikorupsi PBB (UNCAC) melangsungkan pertemuan pejabat setingkat menteri. Dalam pertemuan yang digelar di Bali International Convention Centre, Nusa Dua, ini, agenda pembahasan dipusatkan pada inisiatif Pengembalian Aset Hasil Curian (Stolen Asset Recovery/StAr).

Penetapan mekanisme pengembalian aset negara yang dikorupsi dan dilarikan ke luar negeri adalah salah satu terobosan paling penting dalam konvensi UNCAC, yang hingga kini telah diratifikasi 107 negara, termasuk Indonesia. Konferensi ini dihadiri lebih dari 1.000 peserta dari 118 negara.

Dalam pidato pembukaannya, Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda menjelaskan bahwa Indonesia mendukung penuh inisiatif internasional ini dan merupakan negara yang pertama kali meminta bantuan teknis untuk menerapkannya. Kenapa kami melakukan hal ini, karena memerangi korupsi adalah salah satu prioritas paling atas dalam agenda Presiden Yudhoyono, Menteri Hasan menegaskan. Juga hadir dalam sesi ini Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Taufiq Effendi.

Arti strategis dari inisiatif StAR dijabarkan Danny Leipziger, Wakil Presiden Bank Dunia. Ia memaparkan negara berkembang dapat melakukan banyak hal buat pembangunan dengan memanfaatkan uang hasil korupsi yang berhasil dikembalikan. Menurut kalkulasi Bank Dunia, dari setiap pengembalian US$ 100 juta, pemerintah dapat menggelar program imunisasi buat 4 juta bayi, membangun 240 kilometer jalan, atau memberikan akses air bersih bagi 250 ribu rumah tangga. Ini belum terhitung berbagai keuntungan tak langsung lainnya. Salah satu yang terpenting adalah memberi sinyal yang kuat bagi para koruptor bahwa ongkos melakukan korupsi kini jauh lebih tinggi.

Umumnya, semua delegasi sependapat faktor kunci bagi keberhasilan inisiatif StAR adalah mengukuhkan mekanisme kerja sama hukum timbal-balik antarnegara. Dengan ini, diharapkan ruang pencucian uang hasil korupsi bisa terus dipersempit.

Piers Harrison dari Inggris memaparkan bagaimana pemerintahnya membantu Nigeria dalam memburu, membekukan, dan mengembalikan jutaan pound sterling aset Nigeria yang dikorupsi. Hal serupa ditempuh pemerintah Amerika Serikat. Otoritas Negeri Abang Sam antara lain membantu repatriasi dana jarahan mantan Presiden Peru Alberto Fujimori senilai US$ 20 juta. Tanpa mutual legal assistance, keberhasilan kita akan sangat terbatas, kata Daniel Clement dari Departemen Kehakiman Amerika Serikat.

Bahkan negara seperti Swiss, yang dikenal sebagai surga bagi uang hasil korupsi, terus membersihkan dan memperketat pengawasan atas institusi keuangannya. Dijelaskan oleh Wakil Menteri Luar Negeri Swiss Anton Thalmann, tahun lalu Swiss telah mentransfer balik dana ilegal senilai US$ 1,6 miliar. Meski proses pengembalian dana korupsi masih amat bergantung pada putusan pengadilan di negara asal, pemerintah Swiss kini berwenang memblokir aset yang dicurigai keabsahannya atas inisiatif mereka sendiri.

Sumber: Koran Tempo, 30 Januari 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan