Konferensi Antikorupsi; Harga yang Harus Dibayar
Konsep korupsi sebagai penyebab kehancuran sosial mewajibkan koruptor membayar kompensasi kepada rakyat sebagai pihak terdampak. Rakyat Kosta Rika menerapkan prinsip ini dan sukses mendapat kompensasi 10 juta dollar AS dari perusahaan telekomunikasi Perancis, Alcatel-Lucent, yang menyuap pemerintah setempat.
Alcatel-Lucent dituduh membayar suap untuk mantan Presiden Kosta Rika Miguel Angel Rodriguez (menjabat tahun 1998-2002), dan pejabat pemerintah lainnya, untuk memasok peralatan telepon seluler senilai 149 juta dollar AS tahun 2001. Selain di Kosta Rika, Alcatel juga dituduh menyuap di Kenya dan Taiwan.
Bagi Kosta Rika, kasus ini merupakan yang pertama kalinya dalam sejarah mereka, di mana sebuah perusahaan multinasional didenda atas korupsi yang mereka lakukan. Terobosan lainnya, denda yang dibebankan bukan saja dihitung berdasarkan kerugian negara, melainkan juga berdasarkan potensi kerugian rakyat Kosta Rika.
Kisah sukses Kosta Rika ini dituturkan Gilbert Calderon Alvarado, Direktur Kantor Etika Publik Kosta Rika, dalam diskusi panel di Konferensi Internasional Antikorupsi di Bangkok, Thailand, pekan lalu. ”Kasus ini sangat penting bagi kami untuk preseden ke depan bahwa negara dapat mengajukan klaim atas nama masyarakat terhadap korupsi yang dilakukan perusahaan asing,” kata Alvarado.
Dia mengatakan, hukuman terhadap Alcatel-Lucent didasarkan pada konstitusi di Kosta Rika bahwa korupsi ditetapkan sebagai penyebab kerusakan sosial. Dalam kasus ini, Alcatel-Lucent dinilai tak hanya merugikan keuangan negara karena adanya penggelembungan nilai proyek. Namun, kerugian juga dihitung berdasarkan kerugian yang dialami rakyat Kosta Rika karena tidak mendapatkan pelayanan komunikasi yang lebih baik dengan harga lebih murah, yang seharusnya mereka dapatkan jika tender dilakukan secara benar.
”Korupsi sebagai penyebab kerusakan masyarakat baru-baru ini saja ditetapkan di Kosta Rika. Ketika korupsi sudah ditetapkan sebagai penyebab kerusakan sosial, publik yang dirugikan berhak mendapatkan kompensasi yang layak,” katanya.
Juanita Olaya, Direktur Basel Institute of Governance, mengatakan, kehancuran sosial yang dialami masyarakat Kosta Rika akibat korupsi yang dilakukan Alcatel tidak hanya bersifat material, tetapi juga imaterial, yaitu berupa hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Perusahaan harus membayar untuk memulihkan kepercayaan rakyat itu. ”Kerugian imaterial ini juga bisa dihitung,” katanya.
Juanita Olaya mengatakan, dengan konsep korupsi sebagai penyebab kerusakan sosial, peluang rakyat yang terdampak untuk memperoleh kompensasi dari perusahaan yang korup menjadi besar. Dana yang diperoleh bisa digunakan untuk membangun fasilitas umum dan dana untuk pendidikan.
Kasus Siemens
Konsep korupsi sebagai penyebab penghancuran sosial, menurut Joachim Eckert, hakim dari Pengadilan Muenchen, Jerman, juga dilakukan untuk mengadili korupsi yang dilakukan perusahaan Siemens di sejumlah negara.
Joachim menjelaskan, korupsi, atau corruption dalam bahasa Inggris, berasal dari bahasa Latin, corrumpere, yang artinya kehancuran. ”Jelas bahwa korupsi bersifat menghancurkan. Kerusakannya tak hanya berupa materi, tetapi juga nonmateri. Prinsip ini yang dipakai untuk menghukum Siemens dengan denda tinggi,” kata hakim yang turut mengadili Siemens ini.
Namun, menurut Joachim, untuk menghitung kerusakan sosial akibat korupsi ini memang tak mudah.
”Dibutuhkan jaksa dan hakim yang kreatif dan mau mencari terobosan untuk menghukum para koruptor agar membayar kerusakan yang mereka ciptakan kepada masyarakat,” katanya.
Perusahaan raksasa asal Jerman, Siemens, terbukti menyuap sejumlah pejabat di berbagai negara untuk memenangkan kontraknya. Penyuapan itu dilakukan di Argentina, Venezuela, Banglades, Irak, dan Turki. Siemens didakwa menyuap pejabat Argentina untuk mendapatkan kontrak proyek kartu identitas senilai 1 miliar dollar AS, menyuap para pejabat Venezuela untuk dua proyek angkutan massal, dan pejabat Banglades untuk kontrak telepon seluler. Perusahaan yang membuat turbin, trem, pertukaran telepon, dan produk listrik lainnya ini juga didakwa menyuap pejabat di Irak sebelum kejatuhan Saddam Hussein.
Selama Maret 2001 sampai 2007, Siemens juga didakwa mengalirkan dana sebesar 1,36 miliar dollar AS kepada konsultan bisnis dan pejabat di Amerika Serikat. Pengadilan Washington, AS, akhirnya menghukum Siemens membayar denda lebih dari 800 juta dollar AS atas tuduhan korupsi di AS. Di Jerman, Siemens didenda 620 juta dollar AS.
Peluang di Indonesia
Dengan menerapkan konsep korupsi sebagai penyebab kehancuran sosial, denda yang harus dibayar koruptor seharusnya bisa berlipat-lipat. Dalam hal ini, koruptor bisa dibangkrutkan. ”Hukuman ini merupakan bagian dari penciptaan efek jera. Pencegahan saja tidak akan cukup,” kata Juanita Olaya.
Namun, berbeda dari Kosta Rika yang sukses menerapkan konsep korupsi sebagai penyebab kerusakan sosial, sistem hukum di Indonesia masih belum memberikan efek jera kepada koruptor. ”Pengadilan kita minim terobosan. Padahal, banyak celah yang bisa dilakukan untuk menghukum koruptor berdasarkan konsep ini,” kata Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko.
Danang mencontohkan, dalam beberapa kasus korupsi di sektor kehutanan, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi hanya membebani koruptor untuk membayar kerugian negara yang dihitung dari tegakan kayu yang hilang dari hutan. ”Padahal, kerugian dari penebangan hutan alam akibat izin yang diperoleh karena korupsi juga meliputi potensi bencana yang akan dialami rakyat,” katanya.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) M Jasin mengakui, jaksa penuntut umum KPK masih kesulitan menghitung kerugian lainnya dalam korupsi sektor kehutanan, selain dari tegakan kayu yang hilang.
Misalnya, dalam kasus korupsi kehutanan dengan terdakwa mantan Gubernur Kalimantan Timur Suwarna AF, total kerugian negara mencapai Rp 346 miliar. Dalam kasus korupsi kehutanan dengan terdakwa mantan Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaafar, kerugian negara Rp 1,2 triliun. Semua kerugian itu dihitung berdasarkan nilai tegakan kayu yang hilang.
Agus Sunaryanto, Koordinator Divisi Investigasi ICW, mengatakan, konsep korupsi sebagai penyebab kerusakan sosial seharusnya bisa diterapkan dalam kasus Innospec. Pengadilan AS pada 5 Agustus 2010 menyatakan Innospec Ltd bersalah karena menyuap pejabat di Indonesia untuk menghalangi pelarangan bahan pembuat bensin bertimbal. Petinggi Innospec, David Turner (55), dihukum membayar denda 25.000 poundsterling.
Sebelumnya, sidang Pengadilan Southwark Crown, Inggris, pada 26 Maret 2010 menghukum Innospec dengan denda 12,7 juta dollar AS.
Dalam fakta persidangan di dua pengadilan itu disebutkan, sejak tahun 2000 hingga 2005, melalui mitra bisnisnya di Indonesia, Innospec Ltd telah menyuap dua mantan pejabat agar tetraethyl lead (TEL) tetap digunakan dalam produksi bensin Pertamina.
”Jika kita menerapkan konsep corruption as social damage (korupsi sebagai kerusakan sosial) sebagaimana Kosta Rika, Innospec bisa dihukum untuk membayar denda di Indonesia,” kata Agus.
Tindakan Innospec menyebabkan rakyat Indonesia terlambat menghentikan penggunaan bensin bertimbal. Penelitian Komite Pembebasan Bensin Bertimbal menyebutkan, konsentrasi timbal (Pb) dalam darah yang tinggi bisa merusak fungsi ginjal, alat reproduksi, menyebabkan tekanan darah tinggi, merusak sistem saraf, kemandulan, hingga menurunkan kecerdasan.
Namun, sampai sekarang, baik Innospec maupun pejabat Indonesia yang disebut menerima suap belum tersentuh oleh hukum. KPK yang menangani perkara ini seperti hilang akal....
Oleh Ahmad Arif
Sumber: Kompas, 22 November 2010