Kompol Arafat Tuding Kolega dan Atasannya Terlibat Kasus Gayus Tambunan

Sidang Kode Etik Penyidik Kasus Gayus Tambunan

Sidang kode etik perdana yang dihelat Divisi Propam Mabes Polri kemarin membuka fakta baru. Kompol Muhammad Arafat Enanie menuding kolega dan atasannya terlibat dalam kasus Gayus Tambunan. Tak tanggung-tanggung, empat jenderal diseret perwira muda itu.

Sidang Arafat dihelat di gedung Transnasional Crime Centre Mabes Polri. Kepala Pusat Pembinaan Profesi Divisi Propam Mabes Polri Brigjen Pol Bambang Eko Cahyono memimpin langsung sidang terbuka itu.

Di awal sidang Arafat menga­takan, selama bertugas di Bareskrim, dia baru menyidik sekali. Sebelumnya, Arafat diperbantukan di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Divisi Pembinaan Hukum Mabes Polri.

Meski lulus Akpol pada 1997, Arafat berani menyebut nama sejumlah jenderal yang terlibat dalam persidangan. Bahkan, nama Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Ito Sumardi juga disangkut-sangkutkan.

Arafat mengakui pernah ber­temu pengacara Gayus, Haposan Hutagalung. Saat itu Haposan curhat karena sempat pusing untuk membagi-bagikan jatah bagi penyidik dan pimpinan Polri agar kliennya lepas dari jeratan. ''Kabareskrim dulunya satu, sekarang dua. Hitungannya, Kabareskrim lama dan baru itu, akan dibagi. Juga, untuk direktur lama dan baru,'' kata Arafat.

Yang dimaksud Kabareskrim lama dan baru adalah Komjen Pol Susno Duadji yang dicopot dari posisinya dan Komjen Ito Sumardi, pengganti Susno.

Sedangkan yang dimaksud direktur adalah Direktur II/Ekonomi Khusus yang menangani ka­sus Gayus. Direktur II lama adalah Brigjen Edmond Ilyas, sedangkan yang baru adalah Brigjen Raja Erizman.

Menurut Arafat, bagi-bagi uang panas itu dilakukan setelah blokir rekening Gayus yang bernilai puluhan miliar rupiah dibuka. Dia tidak tahu berapa uang yang digelontorkan Haposan kepada penyidik.

Arafat mengatakan, pembukaan blokir rekening Gayus dilakukan atas dasar surat P-21 dari kejaksaan.

Susno juga dicatut Arafat. Me­nurut dia, Susno selalu mengawasi perkembangan kasus Gayus. ''Ka­bareskrim mengarahkan agar saya tidak memeriksa saksi banyak-banyak, cukup 3 sampai 4 orang,'' ujarnya.

Dosa Susno yang lain juga diungkap Arafat. Misalnya, menghalangi penyidikan kasus money laun­dering. ''Ada satu perkara dalam money laundering yang dihentikan oleh beliau (Susno). Kasus pencucian uang yang dilakukan Ibu Dewi,'' katanya. Saat dicecar le­bih jauh siapa Dewi itu, Arafat mengaku tidak tahu.

Nama Dewi ini sangat mungkin merujuk pada Dewi Tantular, saudara Robert Tantular, yang di­sangka menggelapkan dana na­sabah Bank Century. Dewi hingga kini belum tertangkap dan diduga lari ke luar negeri.

Jenderal ketiga yang dituding Arafat adalah Brigjen Pol Ed­mond Ilyas. Arafat meng­ung­kapkan, keterlibatan Edmond itu terkait dengan perubahan status konsultan pajak, Robertus San­tonius, dari tersangka menjadi saksi.

Awalnya, Bareskrim Polri menyebut dua ter­sangka, yakni Gayus dan Robertus. ''Ada perubahan jumlah tersangka menjadi satu, yaitu Gayus, sesuai perintah dari Edmond Ilyas," ujarnya.

Brigjen Radja Erizman juga tak luput dari tudingan Arafat. Direktur II/Ekonomi Khusus itu dituding menerima uang dari Haposan. Arafat menjelaskan, salah satu anggota penyidik, Kombespol Eko Budi Sampurno, juga telah menerima uang dari pengacara Ha­posan. Uang itu dititipkan Haposan ke Brigjen Radja. ''Haposan bilang, sudahlah saya titip ke Pak Radja saja. Haposan mengatakan USD 50.000 (sekitar Rp 455 juta) akan dititipkan ke Pak Radja,'' kata dia.

Komjen Ito Sumardi tegas-te­gas mem­bantah Arafat. ''Saya sama sekali tidak terlibat. Ngawur itu,'' kata Ito.

Susno menjawab tudingan Arafat dengan nada marah. ''Kita harus mulai berpikir kualitas ha­sil berkas penyidikan tidak harus ditentukan seribu saksi. Yang penting batas saksi terpenuhi, dan itu saksi-saksi penting," kata Susno. (rdl/fal/aga/zul/jpnn/c2/agm)
Sumber: Jawa Pos, 6 Mei 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan