Komjen Susno Duadji Dikabarkan Bakal Langsung Dijebloskan ke Penjara, Terkait Pidana Korupsi Kasus Arwana

Karir mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji diduga akan berakhir lebih dini. Setelah besok (6/5) diperiksa penyidik Bareskrim Polri, peniup peluit kasus Gayus Tambunan itu dikabarkan bakal langsung dijebloskan ke penjara.

Hal tersebut disampaikan langsung oleh koordinator kuasa hukum Susno, Henry Yosodiningrat, setelah mendapatkan informasi bahwa kliennya itu akan ditahan untuk dimintai keterangan penyidik.

"Kami mendapatkan kabar dari berbagai pihak bahwa Komjen Susno akan diperiksa sebagai saksi. Setelah itu, statusnya dinaikkan sebagai tersangka dan ditahan," ujar Henry di Pondok Labu, Jakarta Selatan, kemarin (4/5) dengan didampingi dua pengacara Susno yang lain, yakni Ari Yusuf Amir dan Efran Juni.

Henry menjelaskan, dalam surat panggilan yang diterima Susno, tidak disebutkan pihak yang menjadi tersangka. "Komjen Susno dipanggil sebagai saksi, tapi tidak ada tersangkanya. Itu janggal sekali," ucap alumnus UII Jogjakarta tersebut.

Surat panggilan bernomor S.pgl/234/IV/2010/Pidkor WCC yang bertanggal 30 April 2010 tersebut ditandatangani Irjen Pol Mathius Salempang selaku ketua tim independen. "Memanggil Komjen Susno Duadji menghadap penyidik tim khusus pimpinan Kombes Tjiptono dalam tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan kasus arwana," kata Henry menirukan isi surat itu.

Kasus arwana tersebut ditangani Direktorat I/Keamanan Transnasional Bareskrim. "Beliau dipanggil pukul sepuluh pagi," kata anggota Ikatan Advokasi Internasional sejak 1986 itu. Henry menjelaskan, surat panggilan terhadap saksi lazimnya mencantumkan secara jelas nama tersangka.

"Seharusnya, membuat terang dugaan pidana untuk orang yang disangka agar saksi dapat memberikan keterangan yang jelas kepada penyidik atau menyampaikan yang dia alami sendiri. Tapi, itu kok tidak ada nama tersangka," ucap dia.

Dia mendapatkan informasi bahwa status saksi dalam surat penggilan tersebut hanya akal-akalan. "Itu sangat memprihatinkan. Kami tidak meremehkan dan harus mengantisipasi itu," tutur pengacara bergelar keraton Kanjeng Raden Haryo (KRH) tersebut.

Henry meminta Polri tidak terjebak dengan pengakuan orang per orang terkait dengan kasus itu. "Polri adalah milik rakyat, bukan segelintir pejabat yang kebetulan sekarang memimpin," papar dia.

Susno siap memenuhi panggilan itu. "Walaupun janggal seperti itu, klien kami tetap datang. Tapi, publik harus tahu bahwa sudah ada upaya kriminalisasi terkait dengan kasus arwana kepada Susno yang berjasa dalam membongkar mafia pajak," tegas dia.

Berdasar informasi yang dihimpun koran ini, Susno terseret pengakuan salah seorang tersangka kasus Gayus, yakni Haposan Hutagalung. Kebetulan, Haposan juga merupakan salah seorang pengacara pihak yang bersengketa dalam kasus arwana di Riau tersebut.

Pada 3 Februari 2010, ketika menjadi kuasa hukum Ho Kian Huat, warga negara Singapura yang bersengketa dalam kasus arwana tersebut, Haposan mengirimkan surat kepada duta besar Singapura untuk Indonesia di Jakarta agar memberikan perlindungan kepada kliennya terkait dengan kasus penipuan dan penggelapan.

Penyebab permintaan itu, sebagai pelapor Huat justru dicekal Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM karena kasus tersebut. Huat juga menilai kasus tersebut dipermainkan oleh Bareskrim. Surat permohonan pencekalan itu merupakan permintaan penyidik Unit I Direktorat I Bareskrim Polri.

Surat bernomor 25/HH/I/2010 dengan kop kantor hukum pimpinan Haposan itu menjelaskan, Huat telah melaporkan kasus penggelapan oleh mitra bisnisnya, Anuar Salmah alias Amo.

Keduanya sejak 1992 terlibat dalam kerja sama usaha penangkaran arwana di Desa Muara Fajar, Kecamatan Rumbai, Pekanbaru. Awalnya, mereka membentuk CV Sumatera Aquaprima untuk usaha tersebut. Kemudian, CV itu berubah nama menjadi PT Sumatera Aquaprima Buana. Saat ini penangkaran arwana yang diduga berada di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Syarif Kasim II tersebut berganti nama menjadi PT Salmah Arowana Lestari.

Huat dalam surat Haposan tersebut menyatakan melaporkan perkara itu ke Mabes Polri. Dia juga memiliki surat tanda bukti laporan bernomor TBL/57/III/Siaga-II yang bertanggal 10 Maret 2008 tersebut. Sementara itu, penyidikan dilakukan oleh Direktorat I Unit V Bareskrim Polri.

Angka penipuan yang dituduhkan Huat kepada Anuar memang cukup fantastis. Sebab, Huat menyatakan pernah mengirimkan 11,5 juta dolar Singapura atau Rp 74,75 miliar (kurs Rp 6.500 per dolar Singapura) kepada Anuar untuk membeli lahan, bibit ikan, dan sarana penunjang usaha tersebut serta membangun kolam penangkaran. Selain itu, Huat telah memberikan 1.549 induk arwana kelas satu. Induk tersebut berjenis super red, cross black golden, dan golden red. Bila diuangkan, induk arwana tersebut mencapai Rp 32,475 miliar.

Total modal yang sudah diserahkan oleh Huat kepada Anuar mencapai Rp 107 miliar. Haposan menyatakan, bukti pengiriman duit dan ikan itu sudah diserahkan kepada Bareskrim. Dia dalam surat tersebut menuturkan, kasus itu nyaris dihentikan karena ada intervensi dari perwira tinggi Mabes Polri.

Kejanggalan penanganan kasus itu oleh Mabes Polri pun dirasakan oleh Huat. Sebab, dalam perkembangan pengungkapan kasus tersebut, Haposan menilai Anuar telah memutarbalikkan fakta.

Kepada penyidik, Anuar mengaku sebagai pemilik tunggal usaha penangkaran arwana tersebut. Dia tidak mengakui bukti transfer uang yang diberikan oleh Huat. Meskipun, pada sejumlah dokumen terdapat tanda tangan penerimaan dari Anuar.

Anuar balik melaporkan Huat ke Bareskrim Polri dengan tuduhan pemalsuan dan perbuatan tidak menyenangkan. Laporan tersebut direspons cepat oleh Bareskrim. Hanya beberapa bulan setelah dilaporkan, Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM langsung mencekal Huat. Cekal tersebut berdasar permintaan penyidik Unit I Direktorat I Bareskrim Polri.

Nah, agar memenangkan kasus itu, Haposan menyatakan menyiapkan sejumlah uang untuk Susno. Uang tersebut, menurut dia, diantar kurir. Kuasa hukum Haposan, Victor Nadapdap, membenarkan informasi tersebut. "Memang seperti itu," terang Victor.

Saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR beberapa waktu lalu, Susno menuturkan bahwa mafia yang mengatur kasus Gayus dan arwana sama. Dia menyebutnya sebagai mister X. "Pengacaranya sama, jaksa penelitinya sama," ungkap Susno saat itu.

Secara terpisah, sumber Jawa Pos di lingkungan tim independen membenarkan kemungkinan status Susno dinaikkan sebagai tersangka. "Bergantung pemeriksaan, tak bisa hanya pengakuan," ucapnya.

Dia menjelaskan, kasus arwana tersebut terjadi saat Susno menjabat Kabareskrim. "Kami periksa sebagai saksi karena memang belum ada tersangka dalam dugaan suap dan korupsi," terang dia. Pada kasus asli, sengketa ikan arwana itu masuk pada dugaan delik penipuan, penggelapan, dan pencemaran nama baik. "Jadi, bedakan antara pemeriksaan Pak Susno serta sengketa antara warga Singapura dan Riau tersebut. Deliknya dugaan pidana korupsi," papar dia.

Di bagian lain, staf ahli Kapolri, Dr Chairul Huda, menjelaskan bahwa panggilan tanpa status tersangka dibenarkan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. "Saya kira dibolehkan pada rangkaian mencari alat bukti dalam delik pidana," katanya.

Chairul tidak mau berspekulasi soal status Susno. "Yang jelas, siapa pun yang bersalah tentu sama di mata hukum, tidak peduli pangkat dan jabatannya," tegas dia.

Sementara itu, pemeriksaan Muhtadi Asnun, hakim kasus Gayus, tetap dilanjutkan. Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri Kombes Zainuri Lubis menjelaskan, Asnun akan diperiksa ulang pada Jumat (7/5). "Pemeriksaan berlanjut karena ada keterangan-keterangan yang harus diklarifikasi," papar dia. (rdl/zul/jpnn/c11/iro)
Sumber: Jawa Pos, 5 Mei 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan