Komjen Erwin Terima Rp 800 Juta; Dalam Penyidikan Kasus Bank BNI

Aliran dana dari para tersangka kasus BNI yang diterima para petinggi polisi semakin terkuak. Yang terbaru, mantan Kepala Bareskrim Komjen (pur) Erwin Mappasseng disebut menerima Rp 800 juta.

Nama Erwin mengapung dalam sidang kasus penyuapan penyidikan skandal L/C fiktif Bank BNI dengan terdakwa mantan Kanit II Perbankan dan Money Laundering Bareskrim Kombespol Irman Santosa kemarin.

Adalah mantan Direktur Kepatuhan BNI M. Arsjad, saksi pada persidangan di PN Jaksel, yang membeberkan dana ke tangan Erwin. Arsjad mengaku menyerahkan dana Rp 800 juta tersebut. Penyerahan dana itu terkait kasus pengusutan perkara pembobolan deposito BPD (Bank Pembangunan Daerah) Bali di BNI. Penyidikan kasus tersebut -kasus terpisah dengan skandal pembobolan L/C BNI Rp 1,7 triliun- dikoordinasi Irman yang merupakan anak buah Erwin di Bareskrim. Saya pribadi yang menyerahkan ke Erwin, ujar Arsjad dengan mantap.

Arsjad mengungkapkan kasus itu setelah majelis hakim mencecarnya apakah ada dana lain BNI yang diserahkan ke polisi. Dalam kasus tersebut, BPD Bali mendepositokan dana senilai Rp 130 miliar ke BNI Capem Halim, Jakarta. Namun, transaksi itu tidak dicatat. Polisi lantas mengusut untuk mengembalikan dana tersebut.

Selain kepada Erwin, BNI memberikan uang kepada Direktur II Ekonomi Khusus (Eksus) Brigjen Samuel Ismoko Rp 200 juta dan Irman Santosa yang menjadi ketua tim penyidik kasus BPD Bali. Uang itu diserahkan Tri Koentoro (kepala Divisi Hukum BNI), jelas Arsjad.

Arsjad dan Tri Koentoro, yang menyerahkan uang kepada Bareskrim itu, kini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus penyuapan Tim Khusus Pengusutan Kasus Suap BNI yang diketuai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Irjen Pol Yusuf Manggabarani. Arsjad dan Tri Koentoro juga telah ditahan.

Total uang yang diserahkan ke Bareskrim Rp 1,25 miliar. Semua berbentuk traveller cheque Bank Mandiri. Traveller cheque itu diserahkan awal November 2003.

Dalam kesaksiannya, Arsjad mengungkapkan bahwa Polri meminta dana kepada BNI lewat Samuel Ismoko. Selanjutnya, Irman yang menagih. Ada permintaan dari terdakwa (Irman Santosa) karena recovery kasus BPD Bali sudah cukup besar, katanya.

Saat itu, BNI memang telah berhasil menarik kembali dana Rp 73 miliar dari Rp 245 miliar yang dibobol dalam kasus BPD Bali. Terakhir, per 30 Oktober 2003, BNI kembali menerima dana Rp 31 miliar yang sempat dibobol dalam kasus itu.

Karena itu, BNI tak keberatan untuk menyerahkan uang kepada Bareskrim. Kami sempat menganalisis berapa jumlah yang wajar yang akan diberikan, kata Arsjad. Akhirnya, keluar angka Rp 1,25 miliar itu.

Bagaimana komentar Erwin? Erwin menyatakan, ada kesalahan persepsi terhadap pernyataan Arsjad tersebut. Saya melihat ada persepsi yang mencampuradukkan opini dua kasus BNI yang berbeda, yakni kasus BNI dalam hubungannya dengan kasus BPD Bali. Kasus BNI (pembobolan Rp 1,7 triliun) ada pidananya, sedangkan kasus BPD Bali tidak ada (pidananya), kata Erwin yang dihubungi secara terpisah.

Erwin menegaskan, tidak ada pelanggaran hukum dalam kasus BPD Bali. Namun, sebaliknya, yang menggembirakan adalah keberhasilan penyidik me-recovery atau mengembalikan kerugian negara yang dianggap sebagai prestasi tersendiri. Prestasi itu ada fee resmi yang sesuai aturan perbankan, jelasnya.

Fee tersebut diberikan kepada pihak yang berjasa, baik polisi maupun pengacara, dengan persentase sesuai hasil kerja masing-masing.

Menurut dia, untuk kepolisian, fee tersebut digunakan untuk dana bantuan operasional Bareskrim sebagai lembaga, bukan penyidik individual. Penetapan dan penyerahan fee tersebut kepada polisi (Bareskrim) dilakukan dalam mekanisme aturan BNI dan transparan, jelasnya.

Dia mengatakan, penyerahan fee pertama Rp 1 miliar dilakukan jauh sebelum meledaknya kasus L/C. Dan, itu telah dilaporkan ke Bareskrim secara institusional. Dana tersebut juga digunakan untuk menutupi kekurangan biaya pengiriman delegasi Indonesia/Polri dalam Sidang Umum Interpol di Spanyol, jelasnya.

Sisanya, Rp 800 juta, diserahkan setelah meledaknya kasus L/C pembobolan BNI Rp 1,7 triliun.

Lebih lanjut, Erwin menyatakan bahwa dana itu juga habis digunakan sebagai biaya tambahan operasi pemulihan penegakan hukum peristiwa Batheleme-Poso atau pembakaran rumah terpidana kasus kerusuhan Poso Tibo dkk. Sisanya diberikan kepada Kombes Bekto (kini Brigjen) saat akan naik heli dari Bandung ke Jakarta karena ditunggu wartawan untuk jumpa pers atas penangkapan Ismail dan Tohir di Cirebon (pelaku kasus bom Marriott), pungkas Erwin. (agm)

Sumber: Jawa Pos, 5 Mei 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan