Komitmen Makassar Mengawasi E-procurement untuk Mencegah Korupsi

Maraknya kasus korupsi dalam bidang pengadaan barang/ jasa harusnya menjadi peringatan keras bagi pemerintah untuk mengetatkan prosedur. Menyikapi hal ini, lahirlah inisiatif pengadaan lewat sistem elektronik, yang lazim disebut electronic procurement (e-procurement).

Namun, peningkatan kualitas pencegahan korupsi dan penegakan hukum harus berjalan beriringan untuk meminimalisir kejahatan pengadaan barang/ jasa yang merugikan negara.

Momentum penggalakkan e-procurement menjadi kesempatan baik bagi masyarakat dan pemerintah untuk meningkatkan pengawasan terhadap pengadaan barang dan jasa agar potensi korupsi dapat berkurang.

Pengawasan oleh masyarakat sipil merupakan kekuatan yang punya potensi luar biasa untuk menekan pemerintah melakukan tata kelola yang lebih baik. KPK mengakui bahwa 77% kasus yang mereka tangani adalah korupsi pengadaan barang/ jasa.

ICW bersama Lembaga Pemantau Independen (LPI), LSM asal Makassar yang menggiatkan pengawasan terhadap korupsi, mengembangkan metode pengawasan proses pengadaan barang/ jasa agar berlangsung bersih tanpa kecurangan.

Kemudian, ICW dan LPI melaksanakan diskusi publik mengenai Metode Pemantauan Pengadaan Barang/ Jasa Secara Elektronik oleh Masyarakat Sipil di Makassar, Sulawesi Selatan pada 14 Maret 2013 lalu, yang dihadiri pegawai negeri pemerintahan Kota Makassar, para penyedia jasa, dan elemen masyarakat.

Danang Widoyoko, Koordinator ICW membuka diskusi ini, “Metode pengawasan ini adalah alat deteksi dini, bisa mencegah korupsi dalam pengadaan. Korupsi di daerah, paling banyak di pengadaan,” ujar Danang. “Sekarang, tidak perlu menunggu ada tindak pidana, tapi lebih baik pencegahan.”

Danang juga mengapresiasi Walikota Makassar yang dikenal progresif. “Kerja ini hanya bisa terlaksana dengan adanya akses informasi. Maka itu, baik sekali bahwa walikota mendukung.”

Walikota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, menyambut baik inisiatif ICW dan LPI. “Masyarakat harus mengawasi e-procurement yang dilakukan pemerintah. Khususnya di Makassar, di era transparansi dimana kami berkomitmen membangun pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi,” tegas Ilham.

Ilham menilai, metode pengawasan e-procurement yang dikembangkan ICW dapat mengawal pelaksanaan persaingan usaha yang sehat dan memperkuat sistem pengawasan e-procurement. “Memang bukan urusan mudah, tapi kalau pimpinan tertinggi sudah berkomitmen, kita berharap agar pada tataran di bawah, ikut melakukan upaya pemerintah yang bersih,” pesan Ilham di hadapan para peserta diskusi.

Good governance bertumpu pada masyarakat sipil yang kritis. Lembaga pemantauan seperti LPI dan ICW adalah salah satu upaya kritis dan kreatif yang harus kita apresiasi. Kalau pengawasan masyarakat sipil makin meningkat, maka akan mempersempit tindakan-tindakan yang tidak sesuai amanat itu.” kata Ilham lagi, yang meyakini bahwa pengawasan masyarakat sipil adalah pencegah korupsi.

“Apalagi APBD terus meningkat,” sambung Ilham, “ini membuktikan butuh peran serta masyarakat agar pengadaan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.”

LPI memaparkan hasil uji coba metode pengawasan yang dikembangkan ICW. “Di Kota Makassar, hampir semua pengadaan, peminatnya sangat tinggi. Tapi yang ikut beneran cuma cuma 3 sampai 5. Apa yang menyebabkan yang mau mendaftar tidak terlibat? Teman-teman melakukan penyelidikan,” jelas Alim dari LPI.

Alim juga menuturkan bahwa salah satu hambatan dalam layanan e-procurement adalah pemerintah dan penyedia jasa belum sepenuhnya menguasai teknologi informasi.

Hasil uji coba menunjukkan bahwa Harga Perkiraan Sendiri (HPS) di Kota Makassar sangat kecil yang berarti efisiensi yang sangat kecil. Tingkat kompetisi Pengadaan Barang/ Jasa (PBJ) juga dinilai masih buruk, dan proses evaluasi tidak dicantumkan secara elektronik. Tetapi, di Makassar, tidak ditemukan perusahaan yang memiliki batas Sisa Kemampuan Paket (SKP).

Alim menegaskan bahwa prinsip pengadaan barang dan jasa seharusnya memberi kesempatan bagi usaha kecil dan menengah dan panitia berhak melakukan verifikasi faktual. Alim melanjutkan, “Dari proses kerja-kerja elektronik, metode ini mendorong investigasi. Apakah benar pekerjaan ini berjalan mulus atau tidak. Apakah ada pelanggaran hukum atau tidak. Tools ini bisa untuk investigasi, memberikan petunjuk.”

Diskusi juga diisi oleh Prof. Dr. Marwan Mas selaku akademisi yang memberi perspektif hukum tentang pengawasan masyarakat terhadap e-procurement untuk mencegah korupsi. Kepala Inspektorat Kota Makassar, Drs. Hamsiar Msi pun berkomitmen meningkatkan pengawasan pada seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota Makassar agar e-procurement berlangsung bersih dan bertanggungjawab. Sely Martini dari ICW juga turut memaparkan indikasi perilaku pelanggaran hukum dengan metode pengawasan e-procurement.

ICW dan LPI berharap agar metode pengawasan ini dapat meleburkan keterlibatan antara pemerintah dan masyarakat untuk bersama-sama mencegah kasus korupsi e-procurement, sekaligus mendidik seluruh elemen kota soal tata kelola pemerintahan yang akuntabel dan transparan.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan