Komitmen MA untuk Berantas Korupsi Belum Jelas Terlihat

Di tengah komitmen pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono untuk memberantas korupsi, ternyata jajaran yudikatif masih belum memperlihatkan komitmen jelas dalam pemberantasan korupsi. Mahkamah Agung selaku lembaga tertinggi badan peradilan di Indonesia belum menunjukkan komitmen yang jelas soal pemberantasan korupsi.

Hal tersebut terlihat jelas dari masih tertutupnya Mahkamah Agung terutama terkait dengan penanganan perkara-perkara korupsi hingga putusan kasus korupsi yang kerap membebaskan para koruptor, kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Munarman, Senin (27/12).

YLBHI mengkritik pembenahan sistem di Mahkamah Agung (MA) dengan pembuatan cetak biru badan peradilan sebagai sebuah pembenahan semu.

Munarman mengatakan, MA harus segera membuka diri dengan cara menghapuskan praktik ketertutupan di MA. Sebab, akibat ketertutupan yang selama ini dilakukan MA, justru di sana-sini akan membuka celah bagi terdakwa korupsi untuk bermain.

Selama ini MA begitu tertutup. Padahal kuncinya sederhana, Ketua MA Bagir Manan seharusnya mengeluarkan kebijakan transparansi, misalnya dalam penanganan perkara, menjelaskan status sebuah perkara yang masuk ke MA sampai di mana, dan putusannya apa, katanya.

Godok perpu

Pada kesempatan terpisah, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Hamid Awaluddin dan Direktur Jenderal Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM Abdulgani Abdullah mengatakan, pemerintah sedang menggodok peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) percepatan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Perpu tersebut memberikan terobosan hukum bagi kendala hukum dan hukum acara yang selama ini terjadi dalam penanganan kasus korupsi, seperti penggunaan pembuktian terbalik dan prosedur menangani terdakwa korupsi yang sedang mengajukan kasasi dan peninjauan kembali.

Perpu ini bertujuan untuk memberikan landasan yuridis bagi penanganan korupsi dengan cara luar biasa, kata Hamid, Jumat pekan lalu di Jakarta.

Ketua MA Bagir Manan menyambut baik rencana pembuatan perpu percepatan pemberantasan korupsi. Sebab, menurut Bagir, selama ini ada problem hukum yang mendasar, terutama menyangkut hukum acara pidana yang masih bersemangatkan pada perlindungan HAM. Salah satu problem hukum yang mendasar adalah apabila seseorang terdakwa sedang menunggu vonis kasasi MA ataupun peninjauan kembali MA, katanya.

Sementara itu, di Serang, Banten, sejumlah tokoh mendeklarasikan gerakan pemberantasan korupsi di wilayah provinsi tersebut. Mereka bertekad untuk proaktif memberantas korupsi di Banten dengan melaporkannya ke aparat yang berwenang. Deklarasi antikorupsi yang diberi nama Gerakan Masyarakat Banten Berantas Korupsi (Gema Bantani) itu dicanangkan di Serang hari Minggu lalu. (vin/sam)

Sumber: Kompas, 28 Desember 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan