Komitmen Indonesia melaksanakan Open Government Partnership Hanya Janji

Sebuah hasil studi yang dilaksanakan oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil di tiga lembaga publik menemukan fakta bahwa kebebasan publik mendapatkan informasi dari pemerintah masih sangat terbatas.

Penemuan itu dipaparkan oleh ketujuh organisasi masyarakat sipil yang terlibat yaitu MediaLink, KontraS, Yappika, Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesian Parliamentary Center (IPC), Indonesia Budget Center (IBC), dan Yayasan Tifa,Minggu, 15 April 2012, di Jakarta.

Ahmad Faisol dari MediaLink mengatakan, minimnya informasi yang tersedia untuk publik bahkan terjadi di Polri yang dianggap relatif lebih progresif karena sudah memiliki peraturan pelaksanaan pelayanan informasi dan membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).

“Ternyata Polri pun masih gagap pada tataran implementatif. Ini bisa dilihat dengan tidak dilaksanakannya putusan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) soal rekening gendut perwira Polri,” ujar Faisol.  

Lembaga publik, menurut UU Kebebasan Informasi Publik yang diterbitkan pada 2008, adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lain fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggara negara yang sebagain atau seluruh dananya bersumber dari APBN, APBD atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN, APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negara.

Arif Nur Alam dari IBC mengatakan, temuan-temuan menimbulkan kekhawatiran  bahwa komitmen Indonesia untuk melaksanakan Open Government Partnership hanya sebatas janji di dunia internasional untuk membangun pemerintah yang transparan.

“Kesungguhan komitmen membentuk pemerintah transparan hanya dapat diwujudkan dengan melaksanakan UU KIP di seluruh lembaga-lembaga pemerintahan, “ ujar Arif.

Open Government Partnership (OGP) merupakan kerjasama global dalam mewujudkan pemerintahan yang lebih terbuka: transparan, efektif dan akuntabel.

Sejak dideklarasikan di New York Amerika Serikat, 20 September 2011, sebanyak 46 negara  telah bergabung dalam gerakan OGP ini. Indonesia bersama Amerika Serikat dan 6 negara lainnya duduk sebagai Komite Pangarah (steering commitee).

Sebagai  inisiatif global, OGP mempunyai 4 (empat) tujuan besar, yaitu: meningkatkan ketersediaan data tentang penyelenggaraan negara, mendukung partisipasi publik, mengimplementasikan standar tertinggi atas integritas profesional administrasi publik, meningkatkan akses atas teknologi baru untuk mendukung keterbukaan dan akuntabilitas.

Dalam konteks ini, di Brasil, tanggal 17-20 April 2012 dilaksanakan pertemuan para pihak (negara yang tergabung) dalam inisiatif OGP ini. Agus Sunaryanto dari ICW dan Danardono Sirajudin dari IPC, mewakili representasi masyarakat sipil dan LSM di Indonesia dalam pertemuan tersebut. Mereka membawa laporan independen implementasi OGP ini yang telah disusun sebelumnya. Kalau pun tidak bisa menyampaikan laporan versi masyarakat sipil tersebut dalam konferensi utama, paling tidak laporan bisa disampaikan dalam konferensi yang sama yang digelar oleh masyarakat sipil.

-------------------------

klik di sini untuk membaca Press release...

Laporan Independen implementasi OGP Indonesia versi masyarakat sipil

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan