Komite Etik KPK Periksa Chandra dan M Jasin

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah membentuk Komite Etik untuk mengklarifikasi tudingan Muhammad Nazaruddin. Mantan bendahara umum Partai Demokrat itu menuding adanya kesepakatan terkait penyidikan kasus suap proyek wisma atlet SEA Games.

Menurut Ketua KPK Busyro Muqoddas, Komite Etik diketuai oleh Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua. Komite itu akan memeriksa pimpinan KPK, Chandra Hamzah dan M Jasin, yang disebut-sebut oleh Nazaruddin telah membuat kesepakatan dengan Anas Urbaningrum mengenai kasus yang melibatkan dirinya.

“Rapim (rapat pimpinan) tadi memutuskan untuk membentuk Komite Etik untuk memeriksa pimpinan yang disebut dalam pemberitaan,” kata Busyro di kantornya, Selasa (26/7).

Dia menambahkan, dia dan dua pimpinan KPK lainnya, yakni Bibit Samad Rianto dan Haryono Umar juga masuk dalam keanggotaan Komite Etik. Begitu juga dengan Penasihat KPK, Said Abidin. Komite Etik juga beranggota unsur eksternal, yakni Guru Besar Universitas Indonesia, Mardjono Reksodiputro, dan mantan pimpinan KPK, Sjahrudin Rasul.
Dia menjelaskan, Komite Etik hanya akan melakukan pemeriksaan terhadap pimpinan KPK. Sementara pejabat KPK yang ikut disebut oleh Nazaruddin seperti Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja dan Kabiro Humas KPK Johan Budi akan dimintai keterangan oleh tim dari Bagian Pengawasan Internal KPK.

“Rapim menetapkan untuk menugasi Deputi Pengawasan Internal untuk mengawasi staf KPK sebagaimana yang diberitakan oleh media akhir-akhir ini. Staf itu adalah Ade Rahardja, Johan Budi, dan tidak tertutup kemungkinan yang lain nanti,” ujar Busyro.

Chandra yang merupakan Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan menilai tudingan Nazaruddin sebagai sesuatu yang wajar karena dirinya membidangi penindakan. “Saya dan Pak Ade (Deputi Penindakan KPK) di penindakan, sudah jelaslah serangan dari mana,” kata Chandra.

Dia membantah menerima uang seperti yang dituduhkan Nazaruddin. ”Silahkan Nazaruddin membuktikan. Bagi saya haram terima uang. Dan saya tidak akan pernah. Biar sejarah yang mencatat,” tegasnya.
Sementara itu, Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja mengaku pernah dua kali bertemu dengan Muhammad Nazaruddin. Menurut Ade, dalam pertemuan tersebut, Nazaruddin meminta agar sejumlah kasus yang ditangani di KPK dihentikan.
Dia menjelaskan, pertemuan dengan Muhammad Nazaruddin terjadi pertama kali pada Januari 2010. Undangan pertemuan diterima Ade melalui pesan pendek dari Nazaruddin. Lantas Ade mengajak Kepala Biro Humas KPK Johan Budi untuk bertemu dengan Nazaruddin. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang ada di KPK, yakni bila staf KPK bertemu dengan pihak lain di luar urusan pribadi, maka disarankan untuk mengajak staf yang lain. Pertemuan dilangsungkan di Restoran Jepang di daerah Casablanca. “Yang deket saja, di Casablanca, saya yang bayar,” ujar Ade ketika itu.

Nazaruddin membicarakan kasus alat kesehatan di Depertemen Kesehatan. “Kasus Syafii Ahmad (pengadaan alat kesehatan di Depkes). Saya bilang nggak bisa, (buktinya) sudah inkrah kan sekarang,” papar Ade.
Pertemuan kedua, dilakukan pada September 2010. Kali ini, Ade ditemani oleh penyidik KPK bernama Roni Samtana. “Dia menyinggung kasus solar home system di Depnakertrans. Saya nggak tahu ada kaitan apa dia. Saya bilang nggak bisa. Saya sudah perintahkan ke penyelidik tetap jalan terus. Sekarang naik ke penyidikan. Si Timas Ginting tersangkanya, masih dalam penyidikan,” ujar Ade.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK M Jasin mengaku siap diperiksa oleh Komite Etik. Dia menegaskan tidak kenal Anas Urbaningrum dan tidak pernah bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat itu.
”Saya tidak kenal Anas Urbaningrum dan selama hidup saya belum pernah ketemu dengan Anas . Demikian juga dengan Nazaruddin, saya tidak pernah kenal dan tidak pernah ketemu sekalipun dalam hidup saya dengan Nazaruddin. Artinya, saya sedang dilempar telor busuk lagi tanpa bukti, itu zalim,” ujarnya.

Menurut dia, kalau dasar pemeriksaan Komite Etik hanya oleh siapa yang pernah disebut dalam “nyanyian” Nazaruddin, dan siapa yang pernah ketemu dengan Nazaruddin, maka Komite Etik harus fair dan tidak tebang pilih.
 ”Karena yang disebut Nazarudin yang pernah dimuat di Tempo juga termasuk Pak Busro Muqoddas, dia harus juga diperiksa. Yang pernah ketemu Nazaruddin adalah Pak Chandra Hamzah, Haryono Umar (pimpinan KPK), Johan Budi, Bambang Proptono Sunu (Sekjen KPK), dan Ade Raharja. Apapun motif pertemuannya walau tidak suap, maka menurut saya, mereka harus diperiksa juga,” tegasnya.(J13-35)

Sumber: Suara Merdeka, 27 Juli 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan