Komisioner Diingatkan Jangan Salah Pilih

Ibarat nakhoda kapal, figur Ketua Komisi Yudisial akan sangat menentukan arah lembaga tersebut, khususnya terkait pengawasan hakim dalam lima tahun ke depan. Maksimal tidaknya pelaksanaan kewenangan pengawasan KY, terkebiri atau justru bergigi, sangat bergantung pada pribadi yang memimpin lembaga itu.

Untuk itu, tujuh pimpinan KY Jilid II (periode 2010-2015) diimbau cermat serta mengedepankan kepentingan lembaga dan pencari keadilan dalam memilih ketua.

”Saat ini KY berada di dalam posisi yang genting. Apabila posisi ketua ditempati oleh orang yang salah, saya khawatir hal tersebut justru akan membawa malapetaka bagi KY. Lembaga itu bisa dibawa ke arah yang tidak benar atau tidak sesuai dengan fungsinya,” ujar Emerson Yuntho dari Koalisi Pemantau Peradilan, Minggu (26/12).

Pada 20 Desember lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah melantik tujuh pimpinan baru. Mereka adalah Abbas Said, Eman Suparman, Iman Anshori Soleh, Ibrahim, Jaja Ahmad Jayus, Suparman Marzuki, dan Taufiqurrahman Syahuri.

Senin ini, ketujuh pimpinan KY mulai bekerja. Rencananya, mereka akan menggelar rapat pleno pertama. Salah satu topik yang hendak dibahas adalah pemilihan Ketua dan Wakil Ketua KY. Sekretaris Jenderal KY Muzayyin Mahbub saat dikonfirmasi membenarkan adanya rencana itu. Akan tetapi, ia mengaku belum dapat memastikan apakah hari ini akan dilakukan pemilihan ketua dan wakil ketua secara langsung atau sekadar membahas mekanisme pemilihan yang akan digunakan.

Terkait calon Ketua KY, mantan hakim agung Arbijoto mengungkapkan, figur yang tepat untuk memimpin KY adalah orang muda. Pasalnya, lembaga ini membutuhkan orang-orang yang energik. Selain itu, terkadang orang muda lebih bijak daripada orang tua. Selain itu, Ketua KY juga harus memiliki otoritas dan dignitas yang memadai.

Mampu isi kekurangan
Sementara itu, praktisi hukum Taufik Basari mengungkapkan, Ketua KY ke depan adalah figur yang mampu mengisi kekurangan KY selama ini, yakni orang yang mampu membuat terobosan hukum di tengah keterbatasan kewenangan KY dan mampu menjamin terlaksananya rekomendasi KY.

Namun, jelasnya, hal tersebut tidak mesti diartikan bahwa ketua harus diisi oleh orang yang memiliki hubungan dekat dengan Mahkamah Agung. Sebagai lembaga pengawas eksternal, KY justru harus menjaga jarak demi obyektivitas pengawasan dan terhindar dari rasa sungkan.

”Jangan sampai nanti dianggap masih jadi satu. Kalau demikian, tidak ada perbedaan antara pengawasan eksternal dan internal. Sudah seharusnya pengawasan eksternal menjadi komplemen sehingga pengawasan yang terjadi lebih efektif,” kata dia. (ana)
 
Sumber: Kompas, 27 Desemebr 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan