Komisi Pengawas Penegak Hukum Versus KKN

Tiga pilar penegak hukum, kepolisian, kejaksaan, dan hakim telah memiliki komisi pengawas, tinggal satu pilar penegak hukum lagi yakni advokat/pengacara yang belum memiliki komisi pengawas, tapi akan dibentuk dalam waktu dekat.

Advokat sebagai profesi mulia (officium nobille) dianggap sama saja dengan tiga pilar penegak hukum sebelumnya, masih belum serius melakukan penegakan hukum. Padahal advokat selaku pencari kebenaran dan keadilan dari arah berlawanan dengan penegak hukum pemerintah tersebut seharusnya berjuang lebih keras untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.

Sayangnya penegak hukum yang satu ini pun tidak luput dari penyimpangan sehingga dianggap juga perlu membentuk komisi pengawas di tubuhnya sendiri. Tuntutan untuk hadirnya komisi pengawas tersebut bukanlah hal berlebihan dikarenakan dengan kelahiran UU Advokat maka profesi advokat sudah sejajar atau sama dengan penegak hukum pemerintah (polisi, jaksa dan hakim), yang membedakannya hanyalah advokat orang swasta sehingga sebagai swasta kerapkali mendapat batu sandungan arogansi kekuasaan.

Barangkali ini pulalah yang membuat mereka lalu memilih untuk 'gabung' alias kongkalikong dengan tiga pilar penegak hukum sebelumnya. Akan tetapi tetap saja langkah itu salah sebab mengakibatkan dunia peradilan semakin kelam. Kita bisa merasakan betapa semakin menipisnya harapan masyarakat untuk memperoleh keadilan hukum, dan betapa curiganya masyarakat terhadap penegak hukum.

Komisi Pengawas Advokat
Dalam perbincangan dengan Ketua Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) Otto Hasibuan, SH, MM di Medan baru-baru ini, dia mengatakan, dalam waktu dekat (antara bulan September hingga Oktober tahun ini) Komisi Pengawas Advokat akan dibentuk, begitu pula Dewan Kehormatan Advokat, sebagaimana yang diamanahkan Undang-undang Advokat (UU No 18 Tahun 2003 Pasal 13).

Komisi pengawas lembaga penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, hakim, dan advokat dirasa semakin penting karena dianggap lembaga penegak hukum tersebut tidak luput dari praktik KKN (jual beli perkara) yang semakin membuat negara ini carut marut dikarenakan lemahnya penegakan hukum (law enforcement) terhadap penjahat kelas kakap. Selama ini yang dengan mudah disentuh hukum hanyalah penjahat kelas teri, seperti kasus penyelundupan minyak ke luar negeri yang sedang hangat saat ini dengan pelaku sejumlah oknum Pertamina. Hingga saat ini aktor intelektualnya belum tersentuh. Tapi kita meyakini dari keterangan sejumlah pelaku kelas teri tersebut akan terungkap siapa aktor intelektual (intelectual dader) di belakang layar, sebab tampaknya pemerintahan SBY tidak main-main lagi menarik jarum dari dalam tepung.

Jadi pertanyaan, apakah dengan terbentuknya komisi pengawas terhadap para penegak hukum maka praktik KKN dapat dilenyapkan? Pada era pemerintahan SBY-Kalla saat ini seakan semua praktik KKN jadi terbongkar. Borok-borok di masa lalu kini semakin terbuka dikarenakan pemerintahan SBY memang tidak mau menyembunyikannya. Busung lapar alias kurang gizi, korupsi di tubuh BUMN, korupsi di Departemen Agama, korupsi di Depdiknas, korupsi di Pertamina, percaloan di legislatif (calo bencana alam), semua naik ke permukaan. Barangkali yang belum terungkap adalah masalah prosedur pemilihan kepala daerah yang diwarnai banyak kecurangan. Bahkan di antaranya ada yang berstatus tersangka korupsi, maupun sebagai tersangka kasus lain, namun mereka naik juga sebagai kepala daerah (kepala daerah bermasalah bagai duduk di kursi panas karena setiap saat diusik).

Banyaknya pesawat jatuh, yang di antaranya menewaskan Gubsu Rizal Nurdin, dua anggota DPD Raja Inal Siregar dan ustadz Drs Halim Harahap, juga menambah terungkapnya kasus KKN dengan modus berbeda. Mudah-mudahan tiga orang penting yang tewas ini tidaklah korban sia-sia. Dari sini kita berharap KKN di bidang penerbangan dapat diatasi, janganlah main-main dengan nyawa manusia.

Memang jelas kelihatan pemerintah telah memiliki niat baik membersihkan negeri ini dari para tikus, maling berdasi, preman berdasi yang berdaulat. Pemerintah telah membentuk tim pemburu harta hasil koruptor di luar negeri, sebab jika pemerintah berhasil menyita harta hasil jarahan dari uang negara maka akan sangat membantu secara ekonomi maupun terbangunnya kembali kepercayaan pihak luar kepada kita.

Saat ini kita semakin terpuruk dikarenakan krisis minyak yang melanda dunia, dan yang jadi korban pertama adalah rakyat kecil, kita sudah dapat menyaksikan antrian minyak tanah di berbagai tempat, dan sebentar lagi bulan Ramadhan pun datang disusul dengan Hari Raya Idul Fitri. Kondisi ini telah semakin menambah deretan angka penduduk miskin di negeri ini. Bagaimanakah cara mereka memenuhi kebutuhan hidup dan pendidikan anak-anaknya. Perekonomian yang semakin sulit biasanya diikuti dengan meningkatnya angka kriminalitas. Di kota besar aksi pencurian dengan berkomplotan mulai marak, mereka datang langsung ke sasaran secara beramai-ramai menjarah harta benda milik korban.

Pengawasan
Dalam ilmu manajemen, pengawasan (controlling) merupakan salah satu faktor penting untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan kekuasaan/wewenang. Adanya pengawasan yang berlangsung secara baik akan menutup celah-celah untuk terjadinya penyalahgunaan jabatan. Pengawasan oleh atasan terhadap bawahan, hal ini sudah pasti bisa berjalan efektif, akan tetapi pengawasan dari bawah ke atas, biasanya tidak lancar karena bawahan umumnya takut pada atasan (pengaruh budaya feodal). Pada era Soeharto kita mengenal istilah Waskat (pengawasan melekat), namun ini pun tidak berjalan dengan baik akibat kentalnya budaya feodal dan ABS (asal bapak senang). Waskat tinggallah Waskat, praktik KKN nyatanya tumbuh subur sampai kini sehingga KKN seakan sudah menjadi bagian dari budaya bangsa.

Mau jadi pegawai negeri sipil ber-KKN, mau naik pangkat ber-KKN, mau jadi anggota legislatif ber-KKN, mau jadi kepala daerah pun ber-KKN, begitu pula hendak menjadi penegak hukum juga berKKN. Jika sudah begini keadaannya maka sudah pasti kita meragukan kualitas output yang mereka hasilkan. Begitupun agaknya kita belum jera juga, di tengah krisis bahan bakar minyak (BBM) dan terpuruknya perekonomian, terungkap praktik penyelundupan minyak ke luar negeri. Tindak pidana korupsi pun bukan lagi melibatkan orang 'hitam', orang yang kita anggap memiliki moral baik pun sudah terseret-seret ikut melakukannya. Banyak alasan kenapa mereka terikut di dalamnya, bukan hanya tergiur pada keuntungan sesaat tapi bisa pula karena takut kehilangan jabatan, dan semakin menipisnya rasa nasionalisme.

Terjadinya korupsi tidak terlepas pula dari banyaknya permintaan dari orang kuat, terlebih menjelang pemilihan umum untuk kepentingan kampanye partai tertentu, serta permintaan dari kanan-kiri. Untuk itu manalah mungkin mereka mengeluarkan dari koceknya sendiri sebab pos gaji adalah hak anak-bini. Situasi seperti ini berlangsung selama bertahun-tahun dan akhirnya membuat mereka keenakan dan ketagihan, karena tidak ada sanksi hukumnya, semua bisa diatur asal ada 'hepeng'. Akan tetapi kini rakyat yang menanggungkan akibatnya karena kita belum mampu bangkit memperbaiki kesalahan, sebaliknya situasi semakin parah karena jumlah penduduk miskin kian bertambah akibat krisis yang melanda dunia.

Semakin sulit rasanya meramalkan kapan keterpurukan ini dapat terselesaikan, sebab krisis yang terjadi sudah sampai ke titik nadir atau rawan, sudah sampai ke mental, moral/etika, dan spiritual. Aspek spiritual seakan kesulitan memberi pencerahan kepada jiwa pelaku KKN. Mereka tidak sanggup lagi berkata 'TIDAK' pada KKN.

Faktor kesejahteraan barangkali tidak bisa dianggap sepele sebab mudahnya orang ber-KKN tidak terlepas dari beratnya beban hidup yang ditanggung, terlebih di saat semakin melambungnya harga barang di mana telah menambah jumlah penduduk miskin. Memang banyak juga yang berpendapat bahwa pelaku korupsi adalah orang yang ekonominya baik seperti pejabat dan pengusaha. Akan tetapi korupsi yang terjadi saat ini sudah teramat parah, hampir semua melakukannya, mulai dari urusan katepe sampai mau dapat jabatan atau proyek, termasuk untuk menjadi kepala daerah harus banyak uang. Ketika tersandung masalah hukum pun masih bisa diatur dengan suap.

Penegakan Hukum
Menurut para ahli hukum, penegakan hukum merupakan salah satu cara sangat ampuh untuk memberantas praktik KKN utamanya korupsi. Genderang gong untuk menghabisi tindak pidana korupsi sudah ditabuh oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan kelihatannya beliau sangat berani. Dan, kita berharap beliau jangan berhenti (walau sudah pasti beliau akan banyak mendapat teror), karena semakin banyak yang bisa diungkap akan semakin banyak harta curian bisa diselamatkan untuk negara.

Pembentukan komisi pengawas terhadap penegak hukum, tepatnya terhadap empat pilar penegak hukum (polisi, jaksa, hakim, dan advokat) merupakan salah satu cara untuk menyiptakan penegakan hukum yang berkeadilan. Kita yakin penegak hukum yang bukan produk KKN akan mampu dan berani membasmi praktik korupsi. Penegak hukum non KKN biasanya sanggup bertangan besi sebab menyadari dengan penerapan hukuman yang berat dapat menimbulkan efek jera sehingga dapat menyiptakan keamanan, ketertiban dan kesejahteraan masyarakat sesuai tujuan hukum itu sendiri.

Akan tetapi pengawasan yang sangat penting sebenarnya adalah pengawasan dari diri sendiri, mulai dari diri sendiri, dan yakinlah kita tetap berada dalam pengawasan Yang Maha Kuasa. Itulah esensi dari pada pengawasan melekat.

* Penulis adalah wartawati Waspada

Tulisan ini disalin dari Waspada, 16 September 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan