Komisi Kejaksaan Siap Teruskan ke Jaksa Agung; Pemerasan Rp 84 M Terdakwa Korupsi
Nyanyian terdakwa kasus dugaan korupsi perambahan hutan, Darianus Lungguk Sitorus yang mengaku diperas jaksa Rp 84 miliar, langsung direspons Komisi Kejaksaan. Kami menunggu dia (Sitorus) melapor, kata Ketua Komisi Kejaksaan Amir Hasan Ketaren kepada Jawa Pos kemarin.
Dia menambahkan, laporan itu nanti harus dilengkapi dengan alat bukti yang mendukung, termasuk keterangan beberapa saksi. Jika Sitorus benar-benar melapor ke Komisi Kejaksaan, laporan itu pasti akan diteruskan ke jaksa agung. Kami tidak langsung menindaklanjuti karena kami memberikan keleluasaan kepada pengawasan internal terlebih dahulu, katanya.
Sitorus mengaku diperas Jaksa Penuntut Umum (JPU) M. Jasman Pandjaitan Rp 84 miliar. Ini diungkap Sitorus saat dia membacakan pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Senin lalu. Menurut Sitorus, pemerasan tersebut menimpa dirinya setelah dua bulan berada di tahanan Kejagung. Saat itu, katanya, Jasman mendatanginya di tahanan untuk minta uang Rp 84 miliar.
Menurut Sitorus, saat itu, Jasman mengatakan bahwa uang tersebut sebagai jaminan dan bahan untuk berbicara kepada atasannya.
Untuk menguatkan pengakuannya, Sitorus juga mengaku mempunyai saksi, yakni beberapa kamdal (keamanan dalam) kejaksaan yang mengetahui pemerasan tersebut.
Kasus itu, kata Amir, sangat layak dilaporkan ke Komisi Kejaksaan. Karena itu, kita juga menunggu bukti penguatnya, katanya.
Selama proses pemeriksaan oleh internal kejaksaan, Komisi Kejaksaan hanya dapat memantau.
Komisi Kejaksaan baru dapat mengambil alih setelah tiga bulan. Itu pun dengan tiga pertimbangan. Pertama, bila upaya penyelidikan oleh aparat internal di kejaksaan tidak mengalami kemajuan. Kedua, hasil pemeriksaan oleh aparat pengawasan internal dinilai tidak sesuai dengan kesalahan yang dilakukan jaksa atau pegawai kejaksaan yang diperiksa. Ketiga, terjadi kolusi dalam pemeriksaan aparat pengawasan internal.
Ketiga hal tersebut diatur dalam Pasal 12 Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 tentang Komisi Kejaksaan Republik Indonesia.
Sitorus didakwa mengubah kawasan hutan produksi jadi kawasan perkebunan kelapa sawit. Perbuatan ini melanggar pasal 1 ayat 1 huruf a UU Nomor 3 Tahun 1971 dan pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2002. Perbuatan Sitorus dinilai merugikan negara sekitar Rp 1,13 triliun. Karena itu, dia dituntut 12 tahun penjara oleh JPU dan membayar denda Rp 200 juta subsider enam bulan penjara. Selain itu, dia diminta mengganti kerugian negara Rp 323,655 miliar. (yog)
Sumber: Jawa Pos, 5 Juli 2006