Komisi Kejaksaan; Orang yang Independen dan Reformis yang Dicari
Orang seperti apa yang dibutuhkan Komisi Kejaksaan? ”Idealnya, orang yang paham dengan kondisi kejaksaan dan problem di dalamnya,” kata Hasril Hertanto, Ketua Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia, pekan lalu.
Namun, satu hal yang ibaratnya harga mati bagi calon anggota Komisi Kejaksaan adalah independensi. ”Harus independen. Jangan takut dan bergantung pada kejaksaan. Ada fungsi dan wewenang yang diatur dalam undang-undang,” kata Hasril di Jakarta.
Hasril, pengajar hukum acara pidana di Universitas Indonesia, menambahkan, anggota Komisi Kejaksaan haruslah orang yang berpikiran terbuka terhadap pembaruan kejaksaan dan berjiwa reformis. Tak perlu sungkan kepada Jaksa Agung.
Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 tentang Komisi Kejaksaan menyebutkan, komisi ini adalah lembaga pemerintahan nonstruktural yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat mandiri, bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun. Komisi ini pun bertanggung jawab kepada Presiden.
Dengan demikian, semestinya komisi—yang landasan pembentukannya adalah UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan—leluasa memberikan masukan kepada kejaksaan.
Febri Diansyah, peneliti hukum Indonesia Corruption Watch, mengingatkan, kewenangan Komisi Kejaksaan, antara lain, membuat laporan, rekomendasi, atau saran yang berkaitan dengan perbaikan dan penyempurnaan organisasi serta kondisi lingkungan kejaksaan atau penilaian terhadap kinerja dan perilaku jaksa dan pegawai kejaksaan kepada jaksa agung dan presiden. Dengan demikian, Komisi Kejaksaan dapat dilibatkan dalam pemberantasan mafia hukum secara institusional di kejaksaan. Namun, harus diawali memperkuat lembaga itu.
”Komisi Kejaksaan dapat bekerja sama dengan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum apabila mafia hukum yang akan diberantas di lingkungan kejaksaan,” ujar Febri.
Untuk memperkuat komisi ini dibutuhkan langkah khusus, antara lain, memasukkan ”darah baru”. Sebaiknya anggota yang berlatar belakang jaksa diminimalisasi. Hal ini berkaca pada tuntutan masyarakat dan citra kejaksaan di mata publik saat ini yang tidak terlalu bagus.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Didiek Darmanto, secara terpisah, menuturkan, mantan jaksa adalah orang yang benar-benar mengerti pekerjaan dan manajemen jaksa. Karena itu, tepat menjadi anggota Komisi Kejaksaan.
Perihal memperkuat Komisi Kejaksaan, Hasril juga sepakat. Anggota komisi ini bisa menjadi cermin masa depan dan kekuatan Komisi Kejaksaan. Jika tak ingin komisi itu gagal, semestinya mereka yang berhubungan dengan kegagalan Komisi Kejaksaan periode 2006-2010 tidak perlu terlibat lagi.
Pada masa 2006-2010, tidak banyak kerja Komisi Kejaksaan yang terdengar. Padahal, pada masa itu banyak perkara yang membuat citra kejaksaan merosot di mata publik. Misalnya, tertangkapnya jaksa Urip Tri Gunawan bersama barang bukti uang suap 660.000 dollar AS serta jaksa Esther dan Dara yang disidangkan karena menggelapkan barang bukti ekstasi.
Saat ini panitia seleksi calon anggota Komisi Kejaksaan baru menyelesaikan seleksi tahap pertama yang menghasilkan 53 calon anggota yang lolos seleksi administrasi. Dari calon itu ada mantan jaksa, mantan anggota Komisi Kejaksaan, dan advokat. Semoga Komisi Kejaksaan mendatang lebih baik! (idr)
Sumber: Kompas, 10 Mei 2010