Komisi III Dikecam

Kericuhan yang terjadi dalam rapat dengar pendapat antara Komisi III dan lembaga swadaya masyarakat, kalangan akademisi, mahasiswa, dan para pegiat antikorupsi pada Selasa malam kembali memicu kecaman terhadap lembaga legislatif.Peneliti senior Center for Strategic and International Studies, J Kristiadi, menilai pernyataan mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid beberapa tahun lalu, yang menyebut anggota DPR punya sifat seperti sekumpulan murid taman kanak-kanak, tampaknya masih relevan sampai sekarang.

Hal itu disampaikan Kristiadi, Rabu (11/11), seusai berbicara dalam diskusi terbatas di Departemen Pertahanan. Dia memperingatkan para anggota legislatif agar ingat bahwa mereka tidak lebih dari sekadar wakil rakyat, yang seharusnya peka dan menuruti kemauan dan perasaan rakyat akan keadilan.

Anggota legislatif diminta punya dan memperlihatkan empati pada rasa keadilan masyarakat. Kristiadi menilai sebagian besar dari anggota Komisi III kemarin tampak masih belum punya kualitas macam itu, yang menjadikan mereka belum pantas menjadi anggota DPR.

Kristiadi mendesak parpol memperbaiki kualitas orang-orang mereka di legislatif.

Direktur Indonesia Parliamentary Center Sulastio di Jakarta, kemarin, mengatakan, kisruh dalam rapat dengar pendapat itu disebabkan oleh defensifnya pimpinan rapat terhadap aspirasi yang disampaikan masyarakat.

”Ketua Fraksi Partai Demokrat perlu mengevaluasi keberadaan Ketua Komisi III DPR karena sikapnya tidak hanya akan memperburuk citra DPR di mata rakyat, tetapi juga citra Partai Demokrat sendiri,” katanya.

Secara terpisah, Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum menilai belum ada urgensi untuk mengevaluasi posisi Benny K Harman sebagai Ketua Komisi III. Namun, fraksi tetap akan mendorong agar Benny memiliki kinerja kepemimpinan yang baik di Komisi III.

Sebelum terjadi kericuhan, diperdebatkan soal salah satu kesimpulan dari Komisi III dalam pertemuan dengan Kejaksaan Agung. Fadjroel Rachman dari Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi (Kompak) menilai isi kesimpulan itu telah melawan suara publik yang sekarang diwakili oleh Tim Delapan, yang menyatakan bahwa bukti untuk meneruskan proses hukum kasus Bibit dan Chandra tidak kuat.

”Saya tidak mengerti, Tim Delapan dibentuk dengan keppres Presiden Yudhoyono yang kebetulan juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, sedangkan Ketua Komisi III, yaitu Benny K Harman, berasal dari Partai Demokrat. Mengapa tidak ada kesatuan bahasa di antara mereka?” tanya Akbar Faisal dari Partai Hati Nurani Rakyat. (DWA/MZW/NWO)

Sumber: Kompas, 12 November 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan