Kolam Renang Tak Dibutuhkan
Rencana pembangunan gedung baru Dewan Perwakilan Rakyat yang dilengkapi fasilitas mewah masih menimbulkan pro dan kontra. Bahkan, pernyataan Ketua DPR Marzuki Alie soal karyawan DPR yang perlu kolam renang di gedung senilai Rp 1,3 triliun itu ditolak.
Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menolak usulan Ketua DPR Marzuki Alie tentang adanya kolam renang di gedung tersebut. ”Saya tidak setuju adanya kolam renang, lebih baik didrop, meski yang menyampaikan Pak Marzuki,” kata Priyo, Jumat (14/1) di Jakarta.
Pernyataan itu juga mengusik karyawan DPR. Rohani Budi Prihatin, peneliti di Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal DPR, misalnya, keberatan dengan pernyataan Marzuki. Dia mengatakan, pernyataan itu tidak berdasarkan fakta yang sebenarnya. Sebagai karyawan yang bekerja di DPR, katanya, dirinya tidak pernah mendengar karyawan lain yang menginginkan fasilitas mewah seperti kolam renang di kantor DPR. ”Kami ini PNS (pegawai negeri sipil). PNS itu bebas dari politisasi,” katanya, semalam.
Di Palembang, Marzuki menuturkan, penampungan air yang merupakan standar gedung tinggi bisa difungsikan sebagai kolam renang. Dengan demikian, sekitar 1.500 karyawan DPR dan keluarganya bisa memanfaatkan fasilitas itu untuk olahraga (Kompas, 14/1). Priyo menegaskan, gedung baru DPR itu merupakan gedung perkantoran biasa. ”Tidak seperti Istana Merdeka Presiden,” katanya.
Oleh karena itu, kata Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Sebastian Salang, DPR sebaiknya membatalkan rencana pembangunan gedung baru itu. Selain bukan kebutuhan mendesak, gedung setinggi 36 lantai itu hanya akan memboroskan anggaran negara. Dia mengatakan, DPR harus mempertimbangkan aspirasi masyarakat.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Lukman Hakim Saifuddin juga meminta DPR membatalkan pembangunan gedung baru itu. DPR tidak patut tetap bersikukuh membangun gedung itu di tengah beban hidup masyarakat yang makin berat.
”Keberadaan gedung baru memang kebutuhan DPR. Namun, apakah itu kebutuhan prioritas? Mengapa bukan kebutuhan masyarakat bawah yang diprioritaskan? Semoga anggota DPR kita mampu menentukan skala prioritas dalam penggunaan anggaran negara dan mau berempati dengan kondisi riil rakyat banyak yang diwakilinya,” tuturnya.
Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR Refrizal menegaskan, pembangunan gedung baru tidak bisa dibatalkan. Hal itu disebabkan seluruh prosedur sudah dilaksanakan dan disetujui semua fraksi, termasuk alokasi anggaran pembangunan Rp 800 miliar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2011.
Apabila Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) serius menolak pembangunan gedung baru, seharusnya langsung diajukan dalam rapat Badan Musyawarah. ”Apakah mereka serius menolak gedung baru? Selama proses berlangsung, tidak ada fraksi yang menolak. Sudahlah, jangan membohongi rakyat,” ujar anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu.
Priyo menghormati penolakan Partai Gerindra. ”Namun, jika ingin mengais popularitas, ajaklah bersama-sama,” ujar Priyo.
Di tempat terpisah, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto menyatakan, kalau ada anggota DPR dari Partai Gerindra yang tidak melaksanakan amanat partai, lebih baik keluar dari partai. Ia menegur keras anggota DPR yang tidak sejalan dengan sikap partai terkait pembangunan gedung itu.
Penegasan Prabowo itu, ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon, disampaikan saat pidato pengarahan dalam Rapat Pimpinan Nasional Partai Gerindra, Rabu. ”Pius Lustrilanang dan Soepriyatno ditegur langsung Ketua Dewan Pembina,” kata Fadli.
Fadli menegaskan, sikap partai tetap menolak pembangunan gedung. ”Jangan dibilang Gerindra mau cari simpati. Kalau serius, ayo kita bikin jajak pendapat, rakyat mau enggak anggota DPR bangun gedung baru?” tantang Fadli. (NTA/NWO/EDN/SSD)
Sumber: Kompas, 15 Januari 2011