Koalisi Sipil Sesalkan Sikap Presiden Soal Gayus

KPK masih berpeluang mengambil alih kasus.

Para aktivis antikorupsi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan kecewa terhadap sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang memilih membiarkan kasus Gayus H. Tambunan ditangani kepolisian ketimbang mengalihkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

Kemarin perwakilan Koalisi mengadukan kekecewaan mereka kepada Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Bergabung dalam koalisi itu antara lain Transparency International Indonesia, Indonesia Corruption Watch, dan Masyarakat Transparansi Indonesia.

Dalam surat terbuka untuk Presiden yang salinannya dibagikan kepada wartawan, Koalisi menyatakan kekecewaan yang mendalam dan kegerahan terhadap praktek mafia hukum yang makin marak. Koalisi pun menilai penegakan hukum memburuk dan komitmen pemerintahan dalam memberantas korupsi kian lemah.

Mewakili Koalisi, pengacara senior Todung Mulya Lubis mengatakan kasus mafia hukum dengan terdakwa Gayus terlalu besar untuk ditangani Kepolisian Republik Indonesia. “Kasus ini terlalu serius untuk ditangani kepolisian,” kata Todung seusai pertemuan kemarin.

Menanggapi desakan berbagai pihak agar KPK mengambil alih kasus Gayus, juru bicara presiden, Julian Aldrin Pasha, dua hari lalu mengatakan Presiden tidak akan menginstruksikan kepada polisi untuk menyerahkan kasus tersebut. Menurut Julian, Presiden masih percaya bahwa sistem di kepolisian sudah bekerja dengan baik.

Komisi Pemberantasan Korupsi pun akhirnya mempersilakan Polri menangani kasus Gayus, termasuk pengusutan aliran dana lebih dari Rp 100 miliar ke rekening Gayus. KPK, yang sempat menyatakan siap mengambil alih kasus tersebut, memilih hanya mengawasi pengusutan oleh polisi.

Menurut Todung, Koalisi khawatir ada upaya menutupi keterlibatan aktor besar di balik kasus mafia pajak Gayus. Indikasinya terlihat dari dakwaan jaksa yang hanya menyebutkan keterlibatan perusahaan kecil, yakni PT Surya Alam Tunggal. Sedangkan perusahaan-perusahaan besar sama sekali tidak disebut-sebut. Padahal, kepada penyidik dan hakim, Gayus misalnya pernah mengaku menerima uang sekitar Rp 30 miliar dari tiga anak perusahaan Grup Bakrie, meski itu telah dibantah pihak Bakrie.“Ini adalah ‘cover- up’. Itu tidak bisa dibiarkan,” ujar Todung.

Anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa, mengatakan KPK harus mengawasi penanganan kasus Gayus oleh polisi secara intensif.“ Jangan hanya satu kali koordinasi,”kata Achmad.

Kalaupun memilih peran supervisi, menurut Achmad, KPK masih berpeluang mengambil alih kasus Gayus. “Itu dimungkinkan oleh undang- undang,”ujar Achmad.

Namun, menurut Achmad, pengambilalihan kasus tidak semudah yang tersurat dalam undang-undang. Apalagi hubungan KPK dengan Polri pernah terganggu ketika polisi menjadikan dua pimpinan KPK sebagai tersangka kasus pemerasan. “Itu menimbulkan trauma psikologis,” kata Achmad. MAHARDIKA SATRIA HADI | CORNILA DESYANA
 
Sumber: Koran Tempo, 25 November 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan