Koalisi Pendidikan: Pemerintah Membohongi Publik

demo anggaran pendidikanDalam pidato kenegaraan yang disampaikan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beberapa waktu lalu (15/10/08) di gedung MPR/DPR, pemerintah menyatakan telah konsisten terhadap 20 persen anggaran dana pendidikan. Dengan kata lain pemerintah telah memenuhi amanat konstitusi atas anggaran dana pendidikan.

 

Namun menurut Koalisi Pendidikan (ICW, AUDITAN, SEKNAS FITRA, Suara Ibu Peduli, Serikat Guru ) apa yang disampaikan presiden lewat pidato kenegaraannya tidak sesuai dengan fakta anggaran yang terjadi. Tidak konsistennya pemerintah terlihat bahwa pada penyampaian nota keuangan APBN 2008 dinyatakan bahwa anggaran pendidikan akan mengalami tambahan sebesar Rp 46,15 trilyun. Namun dalam pembahasan akhir pemerintah dan DPR (23/10/08) justru disepakati hanya sebesar Rp 30,3 trilyun atau turun sebesar Rp 15,94 trilyun (35%).  Dari total anggaran belanja negara 2009 Rp 1.122,2 trilyun sebanyak 169,9 triliun (15,41%) habis dibelanjakan untuk membayar pokok dan bunga utang. Sedangkan untuk sektor pendidikan hanya dialokasikan 8,8% yaitu sebesar 99,21 triliun. 

 

Untuk itu koalisi meminta presiden melakukan pidato ulang dan meminta maaf kepada rakyat bahwa pemerintah sebetulnya belum mampu menganggarkan 20 persen untuk anggaran pendidikan.  Untuk mengetahui pola manipulasi data anggaran yang dilakukan pemerintah serta dampaknya bagi orang tua murid dan guru, koalisi pendidikan mengadakan konferensi pers di markas ICW (30/10/08) mengenai realisasi 20 persen anggaran. Berikut kutipan pemaparan konferensi pers oleh nara sumber yang dimoderatori oleh Febri Hendry  (ICW):

 

Roy Salam (SEKNAS FITRA):

Kami coba mencermati terkait bagaimana proses perkembangan anggaran pendidikan. Pada pembacaan nota keuangan oleh presiden beberapa lalu itu kan luar biasa dan heboh bahkan ditunjukan anggaran  pendidikan menunjuk ke 10 persen. Bahkan Depkeu juga menyampaikan hal tersebut beberapa persfektif anggaran ada yang sangat gelap. Saya kira buka hanya masyarakat yang diluar saja tetapi kawan-kawan yang di DPR pun tidak mengetahui sumber anggaran tersebut.  Kami mau melihat berdasarkan data yang kami punya dan berbagai sumber yang dapat dipercaya bahwa kami menghitung anggara sekarang itu baru sampai pada 8,8 persen artinya masih jauh dari 20 persen. Angka 8,8 persen itu didapatkan dari anggaran pendidikan yang bersumber dari dua departemen yaitu depdiknas dan departemen agama. Dan ditambah dengan anggaran yang bersumber dari belanja lain-lain sebanyak Rp 30,2 trilyun dan itu diporsikan sebagai tambahan anggaran pendidikan. Kami melihat bahwa ternyata dari Rp 46,15 trilyun yang telah dijanjikan pemerintah dalam penyampaian nota keuangan APBN lalu justru bergerak turun 35 persen ketika terakhir dalam pembahasan pemerintah dan DPR pada 23 Oktober lalu menjadi Rp 15,94 trilyun.

 

Artinya dalam hal ini kami melihat ini adalah permasalahan konsistensi dan komitmen. Hitungan 8,8 persen ini kami juga sudah memasukan belanja pendidikan kedinasan dalam fungsi pendidikan. Hanya saja memang ini masih menjadi ruang gelap di deprtemen pendidikan dan departemen agama yang menjalankan fungsi pendidikan. Tetapi di departemen lain direncana kerja anggarannya memasuki juga anggaran pendidikannya. Ruang jelas ini lah yang kami kira harus diperjelas oleh pemerintah dan secara transparan disampaikan oleh publik.

 

Penyampaian kami adalah berdasarkan temuan kami ternyata pemerintah dan DPR jelas-jelas telah membohongi rakyat terkait dengan 20 persen anggaran pendidikan. Penurunan 15,94 trilyun akan  berdampak pada program pendidikan yang telah direncanakan oleh pemerintah.

 

Ade Irawan (ICW):

Semestinya SBY membuat pidato lagi untuk meminta maaf kepada rakyat bahwa pemerintah tidak mampu menyediakan anggaran (pendidkan) 20 persen. Karena klaim 20 persen ini telah dilontarkan presiden pada pidato kenegaraan 15 Agustus lalu. Dengan bangga menyatakan akan 20 persen untuk 2009, jumlahnya waktu itu menteri keuangan memperkirakan sekitar Rp 224,4 triliun. Jumlah uang yang sangat besar, Saya kira ini menjadi harapan besar bagi rakyat Indonesia untuk mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu yang menjadi hak mereka (rakyat). Sejak awal saya memang sudah pesimis dengan pernyataan peerintah terutama keseriusan pemerintah untuk menyediakan anggaran 20 persen. Ini memang indikasi awal 20 persen anggaran pendidikan hanya akal-akalan sudah terlihat dengan jelas. Misalnya ketika pemerintah mengatakan sudah 20 persen dengan angka Rp 224,4 triliun, pemerintah tidak terbuka angka tersebut berasal dari mana. Setelah kami analisis ternyata angka Rp 224,4 triliun itu awalnya untuk sektor pendidikan hanya sekitar Rp 75 triliun saja. Sisa yang paling banyak justru diambil dari gaji pendidik dan juga pendidikan kedinasan departemen yang lain. Ini memperlihatkan bahwa tidak ada keinginan pemerintah sendiri untuk menyediakan anggaran pendidikan sebesar 20 persen yang telah diamanatkan oleh knstitusi dan itu menjadi kewajiban pemerintah untuk menjalankannya. Jadi sejak awal sudah ada indikasi angka 20 persen hanya akal-akalan dan yang terlihat dengan jelas angka 20 persen ini memasukan pendidikan kedinasan. Dalam rumusan yang dibuat DPR maupun UU sisdiknas bahwa pendidikan kedinasan sebenarnya diluar dari 20 persen anggaran pendidikan. Memang betul ada kenaikan anggaran pendidikan tapi tidak sedahsyat apa yang kita pikirkan sekarang. Yang naik hanya prosentase dan prosentase itu naiknya hanya klaim saja. Karena gaji pendidik itu sudah ada sebelum amandemen ke4 UUD 1945, gaji pendidik sudah ada dan itu hanya dikalim saja dimasukan dalam 20 persen anggaran pendidikan. Seperti yang sudah dilansirkan oleh teman-teman, hal ini akan berpotensi konflik dengan daerah. Karena selama ini daerah pun mengklaim gaji pendidik ini yang dimasukan dalam Dana Alokasi Umum (DAU) sebagai anggaran pendidikan. Dampak yang akan terlihat adalah anggaran pendidikan di APBD secara prosentase akan turun drastis karena sudah diambil oleh pemerintah.  Bentuk lain ketidakseriusan pemrintah adalah upaya pemotongan anggaran sebesar Rp 15, 94 triliun. Kalau sejak awal pemerintah memiliki komitmen untuk menyediakan anggaran pendidikan, Saya kira dengan alasan apa pun tidak akan ada pemotongan. Karena ini (pendidikan) menjadi prioritas nasional semestinya dicari hal-hal yang tidak menjadi prioritas untuk dipotong. Pemotongan anggaran pendidikan bukan hanya terjadi kali ini saja tetapi sudah terjadi sebelum-sebelumnya.

 

Ini jelas memperlihatkan bahwa pemerintah tidak menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama. Hal ini sangat disayangkan, mengapa pemerintah tidak menangkap esesinsi para pendiri negara kita termasuk teman-teman yang memperjuangkan amandemen ke4 UUD 1945  mewajibkan pemerintah menyediakan anggaran 20 persen. Inti dari pemerintah diwajibkan menyediakan anggaran 20 persen itu kan karena adanya keinginan untuk membangun bangsa ini, ada keinginan membuat bangsa ini maju bahkan melebihi negara-negara yang lain. Hal itu baru bisa dilakukan jika sumber daya manusianya bagus, dan sumber daya manusia yang bagus hanya bisa didapat dari pendidikan yang berkualitas. Rupanya hal ini yang tidak dipikirkan oleh pemerintah, yang dipikirkan oleh pemerintah sekarang hanya kuantitas saja. Agar anggaran (sepertinya) 20 persen tidak digugat lagi kemudian dibuat akal-akalan anggaran.

 

Yang kedua, terlepas dari proporsi yang ternyata jauh lebih penting dari yang diklaim pemerintah ada hal yang penting. Uang untuk sektor pendidikan sangat besar jika dibutuhkan dengan kebutuhan pendidikan sangat kecil. Problem kedua, mestinya pada bulan-bulan ini pemerintah terbuka kepada publik, uang ini akan digunakan untuk apa. Kita tidak pernah tahu anggaran ini didistribusikan kemana saja, untuk kepentingan apa saja. Dari hasil riset sementara kami, anggaran 20 persen tidak dipakai untuk menjawab renstra (rencana dan strategi-red) yang sudah dibuat mahal oleh pemerintah, yaitu membuka akses, meningkatkan mutu dan meningkatkan akuntabilitas.

 

Semestinya pemerintah membuka ruang pada publik dalam proses penganggaran agar anggaran pendidikan dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Kami khawatir yang kian kecil ini kemudian dikorupsi sehingga uangnya semakin kecil akibatnya porsi yang seharusnya ditanggung oleh orang tua akan semakin besar.

 

Catatan lain adalah 15, 94 triliun yang dipotong oleh pemerintah ini harus clear, itu dipotong dari anggaran mana. Saya tidak yakin kalau anggaran yang dipotong ini adalah anggaran yang untuk dialokasi di depniknas. Kemungkinan besar anggaran yang dipakai adalah belanja sosial seperti anggaran untuk perluasan akses atau peningkatan mutu. Jangan hanya bilang kami (pemerintah-red) tidak ambil dari BOS. Tidak ambil dari BOS tapi ambil dari yang lain ya percuma. Misalnya dana yang mendukung untuk program wajib belajar sembilan tahun.

 

Jimmy Pahat (Serikat Guru):

Saya akan mengawali dengan beberapa pertanyaan yang akan kita diskusikan bersama. Pemerintah melalui menterinya dan presiden juga mengatakan akan menaikan gaji guru 2009 minimum Rp 2 juta. Saya tidak tahu dengan anggaran seperi ini apakah janji itu akan terealisasi atau tidak. Jika ternyata tidak, maka presiden harus membuat pidato untuk meminta maaf karena tidak bisa merelisasikan janjinya untuk menaikan gaji guru.

 

Pemerintah juga harus menjawab pertanyaan dari masyarakat , apakah hal ini berangkat dari alasan karena pengaruh krisis global atau karena memang kepura-puraan yang sudah direncanakan dari jauh-jauh sebelumnya. Kebetulan saja saat ini momentumnya krisis global dan curiga pemerintah memanfaatkan momentum ini. Jika seperti itu, maka berterima kasih lah pemerintah pada momentum krisis global ini.

 

Kita juga dengar BOS akan dapat pinjaman lagi dari bank dunia. Apakah ini sudah dipikirkan oleh mereka sehingga persoalan BOS bisa ditanggulangi dan tidak mengambil dari uang ini. Saya tidak tahu juga apakah pemerintah akan melihat kembali kegiatan mereka untuk memperbaiki sekolah dan sebagainya dari dana yang ini. Itu lah pertanyaan-pertanyaan saya.

JUMONO(AUDITAN):

Dimasukannya gaji guru dalam anggaran 20 persen yang jelas akan mengurangi anggaran seperti yang kita ketahui guru adalah tenaga pendidikan yah, porsinya justru akan menjadi sama. Yan kedua adalah meskipun saat ini belum berdampak karena masih menggunakan anggaran yang lama walaupun anggaran lama itu sendiri tidak mencukupi. Jika analisis yang teman-teman lakukan menjadi kenyataan, dana operasional sekolah akan berkurang anggarannya. Sangat jelas bahwa masyarakat dalam hal ini orang tua murid yang akan terbebani jika analisis teman-teman itu menjadi kenyataan. Makin sulit orang tua murid seiring dampak kenaikan BBM.

 

[Norman Sanjaya]

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan