Koalisi LSM Desak Bagir Cabut SK Perpanjangan Pensiun

Koalisi LSM Pemantau Peradilan mendesak Ketua Mahkamah Agung (MA) mencabut Surat Keputusan perpanjangan pensiun bagi Bagir dan sembilan hakim agung lainnya. Sebab tindakan Pimpinan MA mengeluarkan SK perpanjangan pensiun adalah tidak etis.

Kami juga meminta Ketua MA memberitahukan hakim-hakim agung yang akan pensiun kepada Komisi Yudisial untuk segera melakukan proses seleksi calon hakim agung sebagaimana dimandatkan oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, tutur anggota Koalisi yang juga Direktur LBH Jakarta, Uli Parulian Sihombing di Jakarta, Jumat (20/1).

Uli didampingi koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Teten Masduki, Firmansyah Arifin dari Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, Hasril Hertanto dari Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Arsil dari Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Indenpendensi Peradilan, dan Binziyad Khadafi dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan.

Uli menjelaskan, dua SK Ketua MA tentang Perpanjangan Usia Pensiun Sebagai Hakim Agung yakni SK Nomor KMA/119/SK/VI/2005 pada 20 Juni 2005. SK tersebut memperpanjang masa pensiun sembilan hakim agung yaitu Ny Susanti Adi Nugroho, Ny Titiek Nurmala Siagian, M Bahaudin Qoudry, Ny Marianna Sutadi Nasution, H Parman Suparman, Kaimuddin Salle, Iskandar Kamil, Sudarno, dan German Hoediarto.

Kemudian SK Nomor KMA/127A/SK/VII/2005 yang ditandatangani Ketua MA Bagir Manan pada 18 Juli 2005 untuk perpanjangan pensiun dirinya sendiri.

Uli mengatakan, dalam kedua SK itu ada beberapa pertimbangan yang dikemukakan, yaitu tunggakan perkara di MA yang cukup banyak. Sementara untuk menambah hakim agung dalam waktu dekat tidak memungkinkan.

Kemudian, hakim agung yang bersangkutan mempunyai keahlian khusus di bidang hukum yang sangat diperlukan untuk menyelesaikan perkara-perkara di MA. Selain itu, berdasarkan keterangan dokter, Bagir Manan dan sembilan hakim agung itu masih cukup sehat jasmani dan rohani untuk melaksanakan tugas-tugasnya sebagai hakim agung.

Berdasarkan penilaian Ketua MA, kesembilan hakim agung telah menjalankan tugas-tugas dengan baik.

Sdangkan khusus dalam SK yang memperpanjang Bagir Manan secara spesifik disebutkan pertimbangan bahwa MA masih memerlukan hakim agung yang memiliki keahlian khusus di bidang hukum tata negara dalam menyelesaikan perkara khusus di bidang tata usaha negara.

Sebenarnya sesuai pasal 11 Ayat (2) UU 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan UU 14/1985 tentang MA disebutkan bahwa hakim agung telah berumur 65 tahun, dapat diperpanjang sampai dengan 67 tahun, dengan syarat mempunyai prestasi kerja luar biasa serta sehat jasmani dan rohani berdasarkan keterangan dokter. Dalam penjelasannya, prestasi kerja luar biasa diatur dalam ketentuan MA sesuai dengan peraturan perundang-undangan, tambah Uli.

Sedangkan pasal 13 UU 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, menyebutkan bahwa kewenangan Komisi Yudisial adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.

Kemudian pasal 14 ayat (2) UU 22 Tahun 2004, menyebutkan, dalam hal berakhir masa jabatan hakim agung, MA menyampaikan kepada Komisi Yudisial daftar nama hakim agung yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lambat enam bulan sebelum berakhirnya jabatan tersebut.

Lalu pasal 20, 21, dan 24 UU 22 tahun 2004, menyatakan bahwa intinya Komisi Yudisial berwenang melakukan pengawasan terhadap hakim termasuk hakim agung, memberikan peringatan tertulis, merekomendasikan sanksi pemberhentian sementara dan pemberhentian tetap, termasuk merekomendasikan pemberian penghargaan bagi hakim.

Terhadap fakta dan pertimbangan hukum yang ada, kami berpendapat bahwa: jika merujuk pada Pasal 11 ayat (2) UU MA, terdapat beberapa persoalan. Pertama terdapat dua syarat yang harus dipenuhi untuk memperpanjang masa pensiun hakim agung, yaitu adanya prestasi luar biasa dan keterangan dokter yang menyatakan sehat jasmani dan rohani, tutur Uli.

UU MA memang tidak mendefinisikan secara jelas yang dimaksud dengan Prestasi Luar Biasa tersebut, penjelasan pasal tersebut hanya menyebutkan bahwa yang dimaksud prestasi kerja luar biasa diatur oleh ketentuan MA sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Jika dilihat dari penjelasan pasal tersebut maka kewenangan MA seharusnya hanyalah menentukan kriteria dari prestasi luar biasa yang dimaksud. (Y-4)

Sumber: Suara Pembaruan, 23 Januari 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan