Koalisi Laporkan Priyo Budi Santoso ke BK DPR

Kasus-kasus yang melibatkan anggota DPR makin bertambah. Kali ini Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi melaporkan Priyo Budi Santoso, Wakil Ketua DPR RI ke Sekretariat Jenderal DPR RI. Priyo diduga melanggar kode etik DPR. Menurut Erwin Natosmal, anggota koalisi dari Indonesia Legal Roundtable, “Kami melaporkan karena Priyo menyampaikan surat 9 narapidana kasus korupsi kepada Presiden SBY soal PP No. 99 Tahun 2012, tentang remisi. Priyo juga mengunjungi LP Sukamiskin pada 1 Juni lalu.”

Koalisi menyatakan bahwa dengan mengirimkan surat penyampaian pengaduan kepada Presiden dan pada 1 Juni 2013 mengunjungi LP Sukamiskin, patut diduga Priyo melanggar Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2011 tentang Kode Etik. Koalisi menjabarkan enam dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Priyo.

Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2011 tentang Kode Etik

Dugaan Pelanggaran

Pasal 2 Ayat (1)

Anggota DPR RI dalam setiap tindakannya lebih mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi, partai politik, dan/atau golongan.

Priyo memfasilitasi 9 narapidana perkara korupsi dengan mengirimkan surat kepada Presiden RI dan mengunjungi LP Sukamiskin. Patut diduga ini tindakan untuk kepentingan pribadi atau partai politik, dan/atau golongan. Bukan untuk kepentingan umum, yaitu kepentingan masyarakat secara luas termasuk upaya pemberantasan korupsi.

Pasal 2 Ayat (2)

Anggota DPR RI bertanggung jawab mengemban amanat rakyat, melaksanakan tugasnya secara adil, mematuhi hukum, menghormati keberadaan lembaga legislatif, mempergunakan kekuasaan dan wewenang yang diberikan kepadanya demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat, serta mempertahankan keutuhan bangsa dan kedaulatan negara.

Tindakan Priyo dengan mengirimkan surat kepada Presiden RI pada tanggal 22 Mei 2012 telah melampui kekuasaan dan wewenangnya. Dalam Surat tanggal 7 Februari 2013, permintaan 9 narapidana perkara korupsi adalah mengharapkan Pimpinan Komisi III untuk menindaklanjuti (beraudiensi) untuk dijadikan bahan rapat dengar pendapat (RDP) dengan instansi terkait. Priyo justru terkesan melakukan tindakan yang tidak diminta oleh perwakilan narapidana yaitu dengan mengirimkan langsung surat pengaduan kepada Presiden.

Pasal 3 Ayat (1)

Anggota DPR RI harus menghindari perilaku tidak pantas yang dapat merendahkan citra dan kehormatan, merusak tata cara dan suasana persidangan, serta merusak martabat lembaga.

Memfasilitasi 9 narapidana perkara korupsi untuk mengirimkan Surat kepada Presiden RI dan mengunjungi LP Sukamiskin mengatasnamakan sidak oleh DPR, merupakan perilaku yang dapat merusak citra dan kehormatan dan merusak martabat lembaga DPR.

Pasal 3 Ayat (2)

Anggota DPR RI sebagai wakil rakyat, harus menyadari adanya pembatasan-pembatasan pribadi dalam bersikap, bertindak, dan berperilaku.

Tindakan Priyo memfasiltasi 9 narapidana perkara korupsi untuk mengirimkan Surat kepada Presiden RI dan mengunjungi LP Sukamiskin mengatasnamakan sidak oleh DPR,dapat diartikan sebagai tindakan pribadi, bukan mewakili institusi. Artinya, Priyo sebagai wakil rakyat, tidak menyadari adanya pembatasan-pembatasan pribadi dalam bertindak.

Pasal 3 Ayat (8)

Anggota DPR RI dilarang menggunakan jabatannya untuk mencari kemudahan dan keuntungan pribadi, keluarga, sanak famili dan kelompoknya.

Pemberlakukan jam kunjungan/besuk di LP Cipinang berlaku untuk semua pengunjung tanpa pengecualian. Kedatangan Priyo di LP Sukamiskin pada 1 Juni 2013 diluar atau melebihi jam kunjungan, dapat diartikan sebagai upaya menggunakan jabatannya untuk mencari kemudahan dan keuntungan pribadi. Seharusnya sebagai warga yang terhormat atau wakil rakyat, Priyo mengikuti tata tertib LP Sukamiskin.

Pasal 9 Ayat (5)

Anggota DPR RI harus bersikap penuh wibawa dan bermartabat dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.

Tindakan Priyo memfasilitasi 9 narapidana perkara korupsi untuk mengirimkan Surat kepada Presiden RI, dan mengunjungi LP Sukamiskin mengatasnamakan sidak oleh DPR, bukan merupakan tindakan wibawa dan bermartabat dari anggota DPR RI yang harusnya berpihak pada upaya pemberantasan korupsi.

Koalisi menyayangkan tindakan Priyo. Jamil Mubarok dari Masyarakat Transparansi Indonesia menyatakan, “Kami tidak mau citra DPR jadi buruk akibat beberapa anggota DPR yang tidak menjunjung etik. Kami melaporkan Priyo, sebagai bentuk kontrol publik terhadap DPR. Apalagi Priyo menyampaikan keinginan terpidana kasus korupsi untuk mengevaluasi PP 99/2012 soal remisi narapidana korupsi,” tegasnya.

Jamil mengakui bahwa koalisi meminta BK memanggil Priyo dan memproses laporan ini. “Ini juga sebagai pelajaran bagi anggota DPR lainnya. Anggota DPR harus menjaga betul kehormatannya, dan menjalankan amanat konsekuensi.”

Abdullah Dahlan, peneliti ICW, berpendapat bahwa laporan ini menjadi tantangan bagi Badan Kehormatan DPR. “Karena yang kami laporkan adalah salah satu pimpinan DPR. Kami berharap BK bisa bekerja secara obyektif dan independen.”

“Ini juga sebagai uji konsistensi bagi BK untuk menerapkan aturan yang mereka buat sendiri. Kita akan lihat, apakah benar ketika Priyo merespon 9 napi itu untuk kepentingan publik? Apakah Priyo akan bersikap sama kalau ini buruh, tani?” ujar Ahmad Biky dari LBH Jakarta.

Laporan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi diterima oleh perwakilan Sekretariat Jenderal DPR RI, Chalida Indriana. “Koalisi memberikan beberapa rekomendasi, yaitu: segera memanggil dan memeriksa Priyo atas dugaan pelanggaran etik, menegakkan kode etik DPR RI dengan memberikan sanksi kepada Priyo apabila dinyatakan terbukti melanggar, dan memberikan informasi kepada koalisi sebagai pihak pelapor tentang tindakan BK DPR RI pada Priyo,” imbuh Biky.

Abdullah menambahkan, “Sudah cukup catatan-catatan hitam tentang integritas parlemen yang dibilang lemah. Kasus-kasus seperti Banggar, Wisma Atlet , dan Hambalang—pelanggaran-pelanggaran tersebut jangan sampai ditambah dengan apa yang kami laporkan. DPR bukan tempat untuk mengejar kepentingan pribadi dan kelompok,” tutupnya.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan