Koalisi Kawal Anggaran Ngabuburit Ke DPR Tolak Dana Aspirasi

Penolakan terhadap permintaan dana aspirasi sebesar Rp 20 miliar per orang dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) oleh DPR masih terus dilakukan. Kali ini Koalisi Kawal Anggaran melakukan ‘ngabuburit’ sambil menggelar aksi orasi dan teaterikal di depan pintu utama DPR MPR RI Senayan, Kamis (18/6/2015).

Walaupun sedang menjalankan ibadah puasa, hal tersebut tidak menjadi hambatan bagi koalisi yang merupakan gabungan dari berbagai lembaga itu untuk terus melawan dan menolak dana aspirasi yang merugikan masyarakat.

Menurut Peniliti Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam, dana aspirasi yang menyedot APBN sebesar Rp 11,2 triliun setiap tahun akan menjadi bencana bagi masyarakat dan negara. Karenanya, dana aspirasi bukan saja memiliki persoalan keanggotaannya, melainkan juga mendorong terjadinya korupsi di bumi pertiwi.

"Saat terpilih tahun lalu mereka sampaikan janji-janji politiknya dan mau merealisasikan dalam APBN. Kenyataannya, mereka malah berniat memasukan aspirasinya di dalam APBN," ujarnya saat menyampaikan orasi politiknya di depan Gedung DPR dan wartawan.

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengatakan, setelah UU MD3 ( MPR, DPR, DPD dan DPRD) diloloskan, regulasi tersebut menjadi gerbang lebar untuk memasukkan dana aspirasi yang diminta para wakil rakyat disana (sambil menunjuk gedung DPR). Publik janganlah bermimpi untuk bisa mendapatkan dana aspirasi yang diperjuangkan saat ini.

'Lihatlah kasus Nazaruddin, Wa Ode Nurhayati, dan Angelina Sondakh. Ingat kasus Hambalang, yang pembangunannya tidak kunjung selesai. Sama saja, dana aspirasi ini pasti juga tidak akan sampai ke tangan rakyat," tegas Donal.

"Tidak ada konsitituen yang merestui dan aspirasi," sambung Ketua Umum Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia Syamsuddin Alamsyah dalam orasinya. Menurutnya, tidak ada penjelasan tentang rumusan angka Rp 20 miliar per orang kepada publik. Oleh karena itu, dirinya berpesan agar DPR seharusnya menjalankan fungsinya sebagai pengawas anggaran bukan merampok APBN.

Direktur Indonesia Parlementary Center (IPC) Ahmad Hanafi menegaskan "Kami datang untuk menolak dana aspirasi karena dana aspirasi bukan instrumen pembangunan melainkan instrumen politik. Itu semua hanya sebagai akal-akalan untuk meraup APBN masuk kekantong oknum DPR,".

Peneliti senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyatakan tidak menyetujui dana aspirasi yang diminta DPR sebab kepercayaan publik kepada DPR sangatlah rendah. Ini disebabkan, dari catatan yang ada banyak koruptor yang lahir dari DPR.

"Jika kita sepakat maka sama saja kita mendorong korupsi tetap melekat di Indonesia," tegas dia. Oleh karena itu, kita harus mendorong agar DPR memperkuat tata kelola dan meningkatkan produktifitas kinerja. Ketimbang melihat DPR sibuk bermain proyek. (Ayu-Abid)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan