Kisruh Penjara dari Masa Lalu

Pertanggungjawaban atas berbagai kasus buruknya pengelolaan rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan tidak bisa dibebankan begitu saja kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar. Karut-marut di LP dan rutan merupakan warisan masa lalu dan tidak mudah dibenahi dalam waktu singkat.

Penilaian itu dikatakan anggota Komisi III DPR, T Gayus Lumbuun, Sabtu (8/1) di Jakarta. ”Tidak tepat hanya menyalahkan Patrialis sebagai Menhuk dan HAM, apalagi jika kondisi ini digunakan Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan sebagai parameter untuk mengevaluasi dan mereposisi kedudukan menteri,” katanya.

Seperti dikabarkan, persoalan yang selalu muncul terkait di LP dan rutan menunjukkan pengelolaan penjara dari tahun ke tahun belum berubah. Masih ditemukan persoalan kelebihan kapasitas, penemuan fasilitas mewah, pengendalian peredaran narkoba dari penjara, penggunaan telepon seluler oleh narapidana dan tahanan, pungutan liar, hingga kasus terakhir ”joki” tahanan di LP Bojonegoro, Jawa Timur, dan keluarnya Gayus HP Tambunan dari rutan.

Secara terpisah, Direktur Center Detention Studies Gatot Goei menilai, Kemhuk dan HAM selalu gagal memanfaatkan munculnya kasus di LP dan rutan sebagai momentum untuk perbaikan. Penyelesaian untuk masalah yang muncul baru pemberian sanksi kepada pegawai, seperti mutasi. Namun, tak pernah ada penyelesaian sistemis seperti perubahan aturan atau kebijakan.

Menurut Gayus Lumbuun, pada kepemimpinan Patrialis banyak dilakukan perbaikan sarana-prasarana dan kinerja sumber daya manusia di LP dan rutan. Persoalan sulitnya membenahi LP dan rutan juga dipengaruhi faktor anggaran serta rasio perbandingan penghuni dan ruang penjara yang tidak memadai.

”Komisi III DPR perlu segera menyelesaikan masalah pembenahan rutan dan LP dengan mengundang Menhuk dan HAM dan mantan Menhuk dan HAM serta Direktur Jenderal Pemasyarakatan untuk mendapatkan masukan sebagai fakta riil, lalu dievaluasi guna pembenahan. Ini juga untuk mengevaluasi kinerja sumber daya manusianya sehingga diharapkan hak dan tanggung jawab narapidana atau tahanan mendapatkan jaminan hukum dan HAM secara adil,” katanya.

Di Pekanbaru, Patrialis enggan menanggapi pertanyaan wartawan terkait kemungkinan ”rapor merah” untuk kinerjanya menyusul munculnya kasus Gayus Tambunan dan ”joki” narapidana Bojonegoro, Jawa Timur. Ia juga enggan menanggapi kemungkinan dirinya terkena perombakan kabinet (reshuffle).

Ia menjawab, ”Kita sudah punya garis tangan masing-masing.” Walaupun demikian, ia mengakui, upaya penegakan hukum di Indonesia masih banyak menemui masalah. (why/ana)

Sumber: Kompas, 10 Januari 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan