Kisruh Divestasi PT Newmont; Perjanjian Kerjasama Sumber Ketidakadilan

Perjanjian kerjasama antara PT Multi Capital dan BUMD PT Daerah Maju Bersaing dinilai bermasalah sejak awal. Perjanjian kerjasama diteken tanpa ada payung hukum. Poin-poin perjanjian juga cenderung merugikan pemerintah daerah.

"Intinya, pemerintah daerah tidak akan mendapatkan deviden sebagaimana yang dijanjikan. Iming-iming itu hanya gula-gula," ujar Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran Indonesia Corruption Wacth (ICW) dalam jumpa pers di Sekretariat ICW, Jalan Kalibata Timur IV/D No. 6, Jakarta Selatan, Kamis (10/5/2012).

Firdaus menjelaskan, persoalan dimulai sejak perjanjian kerjasama dibuat antara PT Multi Capital dan PT Daerah Maju Bersama pada 23 Juli 2009. Padahal, kala itu, belum ada payung hukum untuk program kerjasama dan penyertaan modal. Pada 31 Mei 2010, pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat baru mengeluarkan Perda No. 4 Tahun 20100 tentang pendirian PT Daerah Maju Bersaing (PT DMB), disusul terbitnya Perda No. 6 Tahun 2010 tentang penyertaan modal Provinsi NTB pada PT DMB sebesar 200 juta, yang diteken pada 12 Agustus 2010. "Artinya, payung hukum dibuat belakangan, setelah proses divestasi 24 persen PT Newmont berjalan," terang Firdaus.

Pembagian deviden juga bermasalah. Di atas kertas, berdasarkan laporan keuangan PT Multi Capital, disebutkan bahwa pemerintah daerah telah menerima USD 34 juta dolar sebagai deviden atas kepemilikan terhadap 25% saham. Namun, pemerintah daerah dianggap memiliki hutang kepada PT Multi Capital sebesar Rp 241,368 miliar. Akibatnya, selama tahun buku 2010-201, total deviden yang diterima pemerintah daerah hanya USD 7,378 juta atau sekitar Rp 66,9 miliar.

Pembagian deviden juga bermasalah. Berdasarkan pernyataan resmi Pemda NTB dan BUMD (PT DMB) bahwa Pemda telah menerima USD 34 juta dolar sebagai deviden atas kepemilikan terhadap 25% saham. Namun dalam laporan keuangan PT BMRS disebutkan bahwa PT DMB memiliki hutang sebesar Rp 241,368 milyar, sehingga actual dividen yang diterima senilai USD 7,378 juta atau sekitar Rp 66,9 miliar.

Menurut perhitungan ICW, seharusnya jumlah divien yang diterima jauh lebih besar, mencapai sekitar Rp 371 miliar. Angka ini didapat dari laporan laporan keuangan PT BMRS. Dividen yang diterima dari kepemilikan 24% saham PT NNT hingga tahun buku 2011 adalah Rp 2,010 triliun. Maka, pembagian dividen berdasarkan komposisi kepemilikan saham 75 % PT Multi Capital dan PT DMB sebesar 25% adalah senilai Rp 1,508 triliun untuk PT Multi Capital dan Rp 502,735 miliar untuk PT DMB.

Menurut perhitungan ICW, seharusnya jumlah divien yang diterima jauh lebih besar, mencapai sekitar Rp 502,735 miliar. Angka ini didapat dari laporan laporan keuangan PT BMRS. Dividen yang diterima dari kepemilikan 24% saham PT NNT hingga tahun buku 2011 adalah Rp 2,010 triliun. Maka, pembagian dividen berdasarkan komposisi kepemilikan saham 75 % PT Multi Capital dan PT DMB sebesar 25% adalah senilai Rp 1,508 triliun untuk PT Multi Capital dan Rp 502,735 miliar untuk PT DMB.

Sehingga dari aktual dividen yang telah disebutkan di atas yaitu USD 7,378 juta dan pendapatan dividen yang seharusnya diterima sebesar USD 55,541 juta, diduga terdapat kerugian negara/pemda atas pembagian dividen kepemilikan saham PT NNT hingga tahun buku 2011 sebesar USD 40,935 juta atau Rp 371,202 miliar (setelah dipotong pajak dividen).

"Namun faktanya, pemerintah daerah tak pernah menerima bagian deviden yang cukup besar. Dari jumlah 25% saham itu pun masih harus dibagi lagi, antara pemerintah provinsi (40%), kabupaten Sumbawa barat (40%) dan kabupaten Sumbawa (20%)," ujar Fitra Rino, wakil ketua Komisi 2 DPRD Kabupaten Sumbawa.

Menurut Rino, telah terjadi kebohongan publik dalam surat perjanjian antara PT MDB dengan PT Multi Capital. Dalam perjanjian awal, disebutkan bahwa PT MDB yang merupakan perusahaan BUMD mendapatkan saham sebesar 25% dari total 24% saham divestasi sebagai kompensasi digunakannya bendera BUMD sebagai syarat untuk mendapat jatah divestasi PT Newmont. Namun ternyata, saham tersebut dibeli menggunakan dana pinjaman. "Akibatnya, pemerintah daerah harus membayar hutang. Dan sebelum hutang terlunasi, dividen tidak akan diberikan," ujar Rino.

Berdasarkan kesepakatan awal pula, pemerintah daerah akan terus mendapat bagian senilai USD 4 juta sebagai kompensasi yang diberikan PT Multi Capital yang disebut dengan istilah deviden in advance. Ada atau tidak ada keuntungan, pemerintah daerah akan tetap mendapatkan jatah. Pada tahun buku 2010, PT MDB mendapat USD 4 juta, dan pada 2011 mendapat tambahan senilai USD 34 juta. 30 juta Namun ternyata, deviden in advance diperlakukan sebagai piutang yang harus dibayar oleh pemerintah daerah.

Firdaus Ilyas mengatakan, terjadi ketidak hati-hatian dalam penandatanganan kontrak antara pemerintah daerah yang mewakili PT DMB dan PT Multi Capital sehingga justru menyebabkan banyak kerugian bagi pemerintah daerah.Farodlilah

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan