Kewenangan KPK Tak Boleh Dipreteli

Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana mengatakan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) seharusnya tidak menyimpang dari kerangka pikir konstitusional yang telah digariskan putusan Mahkamah Konstitusi.

Menurut Denny, perintah dalam putusan MK harus dilihat utuh dan tidak sepotong-sepotong. "Dalam putusannya, MK jelas-jelas tidak mempersoalkan kewenangan-kewenangan yang dimiliki KPK, termasuk penuntutan, penyadapan, dan lain-lain," ujarnya kepada Jurnal Nasional, Minggu (13/9).

Karena itu, Denny menilai, keliru untuk berpikir menghilangkan kewenangan penuntutan KPK. "Di samping tidak sejalan dengan keputusan MK, pemikiran demikian juga berpotensi mengganggu pelaksanaan agenda pemberantasan korupsi yang seharusnya kita dukung dan terus galakkan," ujarnya.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang Herman Suryo Kumoro mengatakan penghapusan kewenangan penyadapan dan penuntutan KPK belum tepat dilakukan saat ini. "Korupsi telah menjadi musuh bangsa yang besar. Karena itu, kita membutuhkan KPK yang kuat dengan kewenangan penyadapan dan penuntutan."

Menurut Herman, DPR tidak perlu terburu-buru mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Yang dibutuhkan adalah substansi RUU tersebut betul-betul sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi. Karena itu, ia mengusulkan pembahasan RUU Tipikor ditunda dan kembali dibahas oleh DPR periode 2009-2014.

Herman kurang setuju jika presiden harus mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. "Mana unsur daruratnya. Karena itu, jika bermasalah, sebaiknya RUU Tipikor ditunda saja pembahasannya."

Koalisi Penyelamat Pemberantasan Korupsi dalam siaran persnya yang diterima Jurnal Nasional kemarin mengecam keras Panitia Kerja DPR dan Jaksa Agung yang mewacanakan pengembalian kuasa penuntutan pada Kejaksaan Agung.  Koalisi ini terdiri atas Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Indonesian Legal Resource Center (ILRC).

Mereka meminta Presiden SBY menolak pengesahan RUU Pengadilan Tipikor jika masih ada materi yang bertentangan dengan konstitusi, melawan pemberantasan korupsi dan membahayakan KPK dan Pengadilan Tipikor.

Koalisi melihat keberadaan KPK dan Pengadilan Tipikor saat ini seperti telur di ujung tanduk. Kekuatan politik koruptif tak pernah berhenti mengganggu komisi khusus ini. Pembahasan RUU Pengadilan Tipikor yang awalnya berjalan sangat lambat, tiba-tiba dipercepat sedemikian rupa.

"Sangat terlihat motivasi dan semangat mengebiri kewenangan KPK," kata Peneliti Hukum ICW, Febri Diansyah.

Selain tiga materi RUU Pengadilan Tipikor yang dinilai cacat secara substantif, berkembang dua ide menyesatkan untuk mencabut kuasa penuntutan dari KPK dan restriksi kewenangan penyadapan. Padahal, sejumlah kasus besar dapat diungkap karena kewenangan penyadapan KPK.

Febri juga menyesalkan sikap Jaksa Agung yang membenarkan dan bahkan menyinggung masalah ketimpangan gaji antara jaksa di KPK dan di Kejaksaan Agung. "Di tengah prestasi kejaksaan yang mengecewakan di bawah kepemimpinan Jaksa Agung Hendarman Supandji, tentu saja pernyataan tersebut dapat dimaknai sebagai bentuk ego institusi serta keinginan menguasai KPK," katanya.

Bantah

Ketua Panitia Kerja RUU Pengadilan Tipikor Arbab Paproeka membantah tuduhan bahwa DPR dan Jaksa Agung ingin memangkas kewenangan KPK. "Keliru kalau DPR dinilai ingin memangkas kewenangan KPK," kata politisi dari Fraksi Partai Amanat Nasional itu saat dihubungi Jurnal Nasional kemarin.

Ia menjelaskan, DPR ingin mendudukkan dan menempatkan kerangka hukum bahwa peran KPK dalam penuntutan dilakukan dengan kontrol ketat. Hal ini juga berlaku, dan semua orang tahu bahwa lembaga negara pasti ada yang mengontrol.

Ia mencontohkan, peran penyadapan yang dilakukan KPK justru di luar kontrol, bahkan KPK menyalahgunakan kewenangan penyadapan. "Hal ini terbukti adanya kasus yang di luar kontrol," katanya.

Panitia Kerja RUU akan melakukan lobi satu kali lagi dengan pemerintah mengenai materi ketentuan peraturan peralihan. Selanjutnya, Selasa (15/9) akan dilakukan rapat kerja pembahasan tingkat pertama. "Diharapkan hari Kamis atau Jumat, minggu ini, RUU Tipikor bisa disahkan." n Very Herdiman/Friederich Batari [by : Friederich Batari]

Sumber: Jurnal nasional, 14 September 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan