Kewenangan KPK Bakal Terpangkas, Kalau UU Pengadilan Tipikor Tak Disahkan

Polemik pengesahan RUU Pengadilan Tipikor belum berujung. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, berlarutnya pengesahan rancangan undang-undang tersebut merupakan senjata lain untuk memangkas kewenangan KPK.

Koordinator ICW Danang Widoyoko mengungkapkan, kewenangan KPK dalam penuntutan bisa hilang kalau rancangan undang-undang yang kini terkatung-katung di DPR tak segera disahkan. "Dengan sendirinya, KPK tak bisa menuntut kasus korupsi ke Pengadilan Tipikor," jelasnya di Jakarta kemarin (5/7).

Penyebabnya, kata dia, UU KPK mengatur penuntutan terhadap tersangka korupsi dilakukan di Pengadilan Tipikor. "Kalau tak bisa melakukan itu, yang mengambil alih kewenangan penuntutan Kejaksaan Agung," ungkapnya.

Danang menilai, cara itu sebenarnya diinginkan sejumlah lembaga yang risi dengan keberadaan komisi. "Memakai proses amandemen UU KPK tentu terlalu lama. Maka, dengan mengulur-ulur waktu pembahasan RUU Pengadilan Tipikor saja, kewenangan KPK semakin kecil," katanya.

Soal nasib pembahasan RUU Pengadilan Tipikor itu, Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah mendesak agar pembahasan undang-undang segera dirampungkan. "RUU Pengadilan Tipikor itu harus jadi," ungkapnya dalam diskusi di Jakarta pekan lalu.

Dia mencatat konsekuensi panjang soal nasib terdakwa kasus korupsi yang masa penahanan mereka menjadi tidak pasti. Sebab, para terdakwa itu ditahan namun tidak ada pengadilan yang menyidangkannya. Masalah tersebut juga berbuntut pada persoalan HAM. Lainnya adalah persoalan jaksa melakukan eksekusi terhadap vonis hakim yang telah berkekuatan hukum tetap.

Di tempat terpisah, Wakil Ketua Komnas HAM Ridha Saleh mengatakan belum mencermati masalah RUU Pengadilan Tipikor yang berpotensi menimbulkan persoalan HAM. Namun, dia menyebut, tidak ada kepastian hukum jika terdakwa ditahan namun tidak ada pengadilan yang menyidangkannya. "Kalau begitu, tidak ada kepastian terhadap terdakwa," kata Ridha tadi malam.

Menurut dia, seseorang yang bermasalah dengan hukum berhak diproses di pengadilan untuk mendapatkan keadilan. Yang bersangkutan juga memiliki hak didampingi kuasa hukum. "Kalau tidak ada pengadilannya, ini bisa menjadi persoalan besar karena menyangkut keadilan terhadap seseorang," tandasnya. (git/fal/oki)

Sumber: Jawa Pos, 6 Juli 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan