Kewenangan Evaluatif UKP4

Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, atau yang lebih dikenal sebagai UKP4, baru saja menyerahkan hasil evaluasi atas kinerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II periode Juli-Agustus kepada Presiden. Namun benarkah UKP4 memiliki kewenangan hukum untuk menilai kinerja Kabinet? Dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2009 tentang UKP4, tegas dinyatakan bahwa UKP4 bertugas membantu Presiden dalam melaksanakan pengawasan dan pengendalian pembangunan, sehingga sasaran pembangunan dapat dicapai dengan penyelesaian penuh.

Untuk melaksanakan tugas tersebut, UKP4, seperti dinyatakan dalam Pasal 4, di antaranya menjalankan fungsi melaksanakan pemantauan kemajuan dan mengusulkan langkah untuk memperlancar pelaksanaan program, dan membantu Presiden menemukan kendala dalam pelaksanaan program pemerintah serta cara mengatasinya.

Jadi, jelas fungsi utama atau core business UKP4 adalah melakukan pemantauan atau monitoring terhadap implementasi kebijakan dan program-program pemerintah. Ia tidak memiliki wewenang evaluatif terhadap kinerja program atau lembaga pemerintah.

Dalam proses analisis kebijakan, pemantauan sebagai suatu metode analisis kebijakan dilakukan setelah alternatif kebijakan (policy alternatives) diambil dan aksi kebijakan atau policy actions diimplementasikan. Dengan kata lain, kewenangan atau kegiatan UKP4 dilakukan setelah suatu kebijakan atau program dijalankan atau after action (ex post), bukan sebelum (ex ante) atau setelah program selesai dilakukan.

Jadi informasi kebijakan (policy information) yang dihasilkan UKP4 seharusnya tentang sebab dan akibat suatu kebijakan atau program. Fungsi UKP4 lebih sekadar “memotret” apa yang sebenarnya terjadi di lapangan. Ia harus dapat menjawab “what happened, how and why?” dari suatu program, dan karenanya mentransformasi informasi aksi kebijakan menjadi informasi tentang dampak kebijakan (policy outcomes).

UKP4 lebih berkepentingan pada pembuatan premis-premis tentang fakta daripada nilai, dan klaim kebijakannya bersifat penandaan (designative claims). Pendekatan yang digunakan UKP4 seharusnya lebih bersifat empirical, yaitu untuk menjawab “does it exist?”, bukan evaluative.

Fungsi UKP4
Ada empat fungsi utama yang seharusnya dilakukan oleh UKP4. Pertama, memastikan penaatan atau compliance, yaitu membantu menentukan sejauh mana tindakan dan perilaku pelaksana kebijakan dan pihak terkait lainnya telah mematuhi standar dan prosedur yang telah ditentukan.

Kedua, melakukan audit sosial atau social auditing, yaitu menentukan sejauh mana sumber daya dan pelayanan yang ditujukan untuk kelompok sasaran dan pemanfaat tertentu telah benar-benar sampai pada mereka. Ketiga, melaksanakan akuntansi sosial atau social accounting, yaitu menghasilkan informasi yang berguna bagi penghitungan perubahan sosial dan ekonomi sebagai dampak implementasi kebijakan atau program.

Dan keempat, penjelasan (explanation)--menghasilkan informasi yang membantu menjelaskan mengapa dampak kebijakan atau program berbeda, dengan kata lain bukan hanya menjawab how, namun juga why suatu program berjalan atau terhambat (bottlenecking).

Jadi, keliru apabila UKP4 menempatkan dirinya sebagai evaluator untuk menilai kinerja suatu program atau lembaga pemerintah. Ia hanya “memotret” kemajuan atau progress dari program pemerintah, menemukan dan menjelaskan sebab-sebab suatu program berjalan dengan baik atau terhambat, dan melaporkannya kepada Presiden atau stakeholder lainnya. UKP4 hanya membuat progress report dari program pemerintah, tidak melakukan evaluasi terhadap kinerja program itu (program performance).

Karena itu, pemberian warna biru, hijau, dan merah oleh UKP4 pada proses kemajuan program-program pemerintah dapat menyesatkan atau misleading bagi user atau stakeholder UKP4. Warna-warna itu bisa disalahtafsirkan oleh para menteri, politikus, partai politik, dan pemangku kepentingan lainnya bahwa UKP4 telah melakukan penilaian atau evaluasi terhadap kinerja para menteri dan lembaga pemerintahan.

Namun tampaknya beberapa menteri menafsirkan “rapor merah” yang diberikan oleh UKP4 sebagai judgment atau penilaian buruk UKP4 terhadap kinerja mereka. Hal demikian dapat terjadi karena para menteri tersebut kurang memahami proses analisis kebijakan, atau justru UKP4 menempatkan dirinya sebagai evaluator terhadap kinerja lembaga pemerintahan. Kemungkinan lainnya adalah kelemahan UKP4 dalam melakukan komunikasi politik dan manajemen dengan stakeholder tentang fungsinya yang sebenarnya, yaitu melakukan pemantauan, bukan melaksanakan evaluasi kinerja.

Karena itu, sebaiknya UKP4 tidak menggunakan konsep, istilah, tanda, atau pendekatan-pendekatan yang dapat ditafsirkan sebagai melakukan evaluasi kinerja. Frasa-frasa yang digunakan oleh UKP4, seperti “sangat memuaskan”, “memuaskan”, “mengecewakan”, dan “ukuran atau kriteria keberhasilan” sudah merupakan judgment atau penilaian, bukan frasa pemantauan. Penggunaan persentase akan lebih baik dan obyektif, karena lebih netral.

Tetapi, bila Presiden telah (secara lisan?) atau akan memberikan kewenangan kepada UKP4 untuk melakukan evaluasi kinerja, maka Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2009 perlu diubah, diperjelas, dan dipertajam. Tentu bila UKP4 melakukan evaluasi, ia sebaiknya memperhatikan prinsip-prinsip evaluasi dari The American Evaluation Association, di antaranya evaluator harus memiliki kompetensi dan kinerja yang memadai.

Evaluator juga harus memahami mekanisme dan proses kebijakan publik. Ia juga harus mengetahui proses birokrasi dan pemerintahan, terutama proses anggaran. Ia harus seorang yang mumpuni, bukan seorang amateur. Sebab, bila proses dan hasil evaluasinya questionable, ia akan ditolak atau dianggap “ecek-ecek”. Selain itu, rekomendasi kebijakan dari seorang penilai amateur yang keliru bisa berbahaya bagi efektivitas kebijakan dan pemerintahan.
 
Roby Arya Brata, DOSEN ANALISIS KEBIJAKAN DI PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK (MPKP) FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA DAN FISIP UNIVERSITAS DJUANDA.
Tulisan ini disalin dari Koran Tempo, 29 September 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan