Ketua MK: PP Jangan Mengatur Hal Substansial

Ketua Mahkamah Konstitusi Moh Mahfud MD menekankan, Peraturan Pemerintah tentang Penyadapan yang rancangannya disusun pemerintah jangan mengatur hal-hal substansial. Ketentuan mengenai subyek, obyek, dan perizinan hanya dapat diatur dalam undang-undang.

Mahfud mengatakan hal itu di Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (21/12), seusai penandatanganan nota kesepahaman penyebarluasan informasi tentang ”Mahkamah Konstitusi dan Pengembangan Budaya Sadar Berkonstitusi” dengan Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo dan Rektor Universitas Diponegoro, Semarang, Susilo Wibowo.

Sebelumnya, RPP Tata Cara Intersepsi atau RPP Penyadapan yang digulirkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring menuai kontroversi. Meski belum membaca RPP tersebut, Mahfud mengingatkan, isi PP sebatas mengatur teknis pelaksanaan UU.

”Dalam teorinya, sebuah pembolehan penyadapan yang menyangkut subyek dan obyek serta lembaga perizinan hanya boleh dimuat dalam UU. RPP silakan saja, tetapi isinya harus dituangkan dalam UU sesuai ketentuan Pasal 28y Ayat 2 UUD 1945,” kata Mahfud.

Di Jakarta, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Denny Indrayana mengatakan, ada beberapa bagian dalam RPP Penyadapan yang perlu diperbaiki. Hal itu karena bagian tersebut berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menurut Denny, menyatakan bahwa penyadapan perlu diatur. Namun, pengaturan itu seharusnya sejalan dengan agenda pemberantasan korupsi, jangan justru melemahkan.

Secara terpisah, peneliti hukum Indonesia Corruption Watch, Febri Diansyah, mengatakan, Presiden sebaiknya bersikap tegas terkait RPP Penyadapan yang tengah disiapkan oleh Menkominfo. ”Harusnya hentikan sajalah. Ada banyak hal produktif lain yang bisa dilakukan,” kata Febri. (UTI/AIK)

Sumber: Kompas, 22 Desember 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan