Ketua MA Minta Pemerintah Bayar Klaim Karaha [28/07/04]

Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan menyarankan agar pemerintah tunduk pada putusan arbitrase internasional yang mewajibkan PT Pertamina membayar klaim senilai ratusan juta dolar AS kepada Karaha Bodas Company.

Menurut dia, pemerintah tentu sudah mengetahui bahwa putusan majelis arbitrase bersifat final dan mengikat bagi pihak yang bersengketa. Jadi, jangan dicampuradukkan dengan tindak pidana korupsi (yang sedang diusut kepolisian), kata Bagir kepada Koran Tempo di Jakarta, Senin lalu.

Pernyataan Bagir berkaitan dengan rencana Kepala Kepolisian RI Jenderal Da'i Bachtiar meminta fatwa kepada MA (Koran Tempo, 22/7). Fatwa, kata Da'i, diperlukan untuk memberi kepastian hukum soal perlu-tidaknya pemerintah segera membayar klaim berdasarkan putusan arbitrase.

Suara pemerintah mengenai hal ini memang terpecah. Da'i berpandangan, pembayaran klaim hendaknya jangan dilakukan dulu hingga proses penyelidikan tindak pidana korupsi oleh kepolisian tuntas. Namun, di sisi lain, jajaran menteri-menteri ekonomi gencar melakukan negosiasi pembayaran klaim tersebut ke KBC karena khawatir dikucilkan dari pergaulan internasional.

Menurut Bagir, sesungguhnya tidak ada yang kompleks dalam persoalan ini. Putusan arbitrase adalah putusan pembayaran ganti rugi bagi pihak yang kalah, sedangkan penyidikan pidana korupsi sifatnya subyektif. Artinya, jika nanti terbukti ada individu-individu dalam konsorsium maupun Pertamina yang melakukan korupsi, kepolisian bisa mengajukannya ke pengadilan. Jadi, ya jalan saja (penyidikannya), dan (polisi) tidak boleh terpengaruh, kata Bagir.

Meski begitu, menurut Bagir, pemerintah bisa saja menolak membayar klaim dan meminta pembatalan putusan arbitrase berdasarkan Pasal 70 UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Syaratnya, pemerintah harus membuktikan bahwa surat atau dokumen yang dipakai untuk mengadili sengketa di arbitrase palsu atau dipalsukan. Pembatalan juga dapat diajukan jika dokumen yang bersifat menentukan dalam perkara itu disembunyikan pihak lawan atau putusan dikeluarkan dengan tipu muslihat salah satu pihak yang bersengketa.

Jadi, apakah ini berarti MA tak akan meluluskan permintaan Kepala Polri? Bagir tidak menjawab dengan tegas. Lagi pula, katanya, Kapolri belum mengajukan permintaan resmi kepada MA. Saya pun belum menerimanya.

Proyek Karaha merupakan proyek pengembangan listrik tenaga panas bumi di Karaha, Jawa Barat, yang digarap bersama-sama oleh KBC dan Pertamina. Proyek ini belakangan mendatangkan sengketa setelah dihentikan pemerintahan Soeharto akibat krisis ekonomi pada 1997-1998.

Konsorsium Karaha yang beranggotakan Caithness Energy LLC, FPL Group Inc., Japan Tomen Power, dan PT Sumarah Daya Sakti (mitra lokal) kemudian membawa kasus ini ke arbitrase internasional.

Empat tahun silam, keluar keputusan final arbitrase yang memenangkan KBC sekaligus mewajibkan Pertamina membayar klaim US$ 261 juta--kini, berikut bunga, jumlahnya membengkak menjadi US$ 294 juta atau sekitar Rp 2,6 triliun. Keputusan ini dikuatkan Pengadilan New Orleans, Amerika Serikat, akhir Maret lalu. maria rita hasugian

Sumber: Koran Tempo, 28 Juli 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan