Ketua KPK: Hamid Bisa Jadi Tersangka
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak mau disebut lembek dalam menangani kasus dugaan korupsi di Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menyeret nama Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin. Kemarin ditegaskan, KPK tidak akan menghentikan kasus Hamid.
Kalau Anda tanya KPK mau atau tidak (mengusut kasus Hamid, Red), berarti Anda meragukan saya dong, kata Ketua KPK Taufiequrachman Ruki kepada wartawan kemarin.
Dia menjelaskan, KPK telah memerintahkan jaksa penuntut umum (JPU) untuk segera minta putusan pengadilan atas perkara Daan Dimara, selanjutnya dipelajari secara keseluruhan. Hamid Awaluddin bisa saja jadi tersangka, kata Ruki. Apabila dari rekaman pengadilan tersebut terbukti keterlibatan Hamid dalam kasus segel surat suara pilpres I dan II, itu bisa dijadikan bukti awal yang cukup untuk meningkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka.
Sebelumnya, juru bicara KPK Johan Budi SP pernah mengatakan bahwa untuk menjerat Hamid menjadi tersangka, pihaknya menunggu satu bukti lagi.
Satu bukti yang akan ditindaklanjuti KPK adalah hasil persidangan pembacaan vonis untuk Daan Dimara Jumat pekan lalu. Dalam sidang itu terungkap, hakim membenarkan bahwa yang menentukan harga kertas segel untuk pilpres I dan II adalah Hamid. Itu berdasar keterangan lima saksi yang dihadirkan dalam persidangan Daan sebelumnya.
Fakta itulah yang akan ditindaklanjuti KPK. Meski demikian, Ruki menekankan kepada masyarakat agar tetap menerapkan asas praduga tak bersalah. Jika tidak ada bukti cukup, tentu saja dia tidak bisa dihadapkan di muka persidangan. Kalau belum cukup bukti, jangan paksakan KPK untuk buat Hamid jadi tersangka, tambahnya.
Di bagian lain, polisi kembali menyatakan tekadnya untuk bersikap objektif dalam menangani kasus Hamid.
Daan memang telah melaporkan Hamid ke polisi atas tuduhan telah memberikan keterangan palsu di depan pengadilan. Ini terjadi ketika Hamid menjadi saksi untuk persidangan Daan. Awalnya, laporan Daan ditangani Polda Metro Jaya. Tapi, kemudian ditarik ke Mabes Polri.
Mengapa kasus Daan ditarik ke Mabes Polri? Ini petunjuk teknis yang berlaku di kita (Polri), kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Paulus Purwoko di Mabes Polri kemarin.
Bareskrim Polri, khususnya Direktorat I/Keamanan dan Trans Nasional, akan menindaklanjuti kasus itu dalam bentuk penyelidikan dan meningkatkan menjadi penyidikan.
Namun, hingga kemarin polisi belum memastikan apakah kasus tersebut bisa ditingkatkan menjadi penyidikan, yang berarti cukup bukti adanya tindak pidana. Polisi juga belum memastikan kapan mengajukan izin ke presiden untuk memeriksa Hamid. Nanti itu kita kaji dulu, kata Purwoko.
Yang jelas, sesuai dengan KUHAP, prinsip hukum pidana adalah seorang yang dilaporkan sebagai tersangka akan diperiksa paling akhir. Karena itu, langkah awal yang dilakukan polisi adalah meminta keterangan saksi pelapor (Daan, Red). Ini dengan catatan laporannya belum jelas. Jika sudah jelas, penyidik bisa langsung memeriksa orang-orang yang disebut tahu kasus itu.
Termasuk memeriksa mereka yang dulu bersidang dan saksi-saksi yang katanya melihat (Hamid, Red) hadir, tapi Pak Hamid menyatakan tidak, katanya.
Bagaimana komentar Hamid? Sayang, hingga kemarin, Hamid bungkam ketika ditanya wartawan soal kasusnya. Mantan anggota KPU itu mendadak sulit ditemui.
Ditemui secara kebetulan di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) sekitar pukul 09.30 kemarin, dia menolak mengomentari kasus KPU dan Daan. Hamid yang hanya sekitar 10 menit berada di MK tersebut tak mengeluarkan sepatah kata pun. Suami Andi Marcelya itu hanya menggerak-gerakkan telunjuknya dengan wajah tanpa ekspresi, sebagai tanda bahwa dia menolak berkomentar. Ketika didesak wartawan, pria asal Makasar tersebut langsung bergegas menuju mobilnya dan berlalu.
Bukan hanya itu, beberapa agenda yang harus dihadirinya pun batal atau diwakilkan ke pihak lain. Pukul 10.00 kemarin, Hamid seharusnya menjadi saksi ahli dalam sidang pengujian UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, dia mewakilkan kepada Dirjen Perundang-undangan Depkum HAM Abdul Wahid.
Selain itu, agenda Hamid untuk membahas RUU Trafficking dengan Komisi VIII DPR yang dijadwalkan pukul 13.00 kemarin juga gagal dilaksanakan. Menurut seorang pegawai Sekretariat Komisi VIII, agenda tersebut dibatalkan tanpa alasan yang jelas. (ein/naz)
Sumber: Jawa Pos, 20 September 2006