Ketua KPK, Busyro: Tidak Kompromi

Tidak akan kompromi untuk hal-hal yang menyangkut penegakan hukum. Itulah janji Busyro Muqoddas, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi yang kemarin terpilih di DPR. Bisakah Busyro membuktikan janjinya tersebut dalam waktu setahun ke depan?

Busyro kecil dikenal sebagai seorang pemberani. Ia suka berkelahi dengan teman-teman sekolah yang dianggapnya sewenang-wenang dan mau menang sendiri. Karena ulahnya itu, orangtuanya harus memindahkan Busyro ke sekolah lain. Namun, hal itu tidak menghentikan aksinya tersebut.

Cerita itu terungkap dalam biografi Busyro, Ideologi Pengacara Jalanan, yang akan diterbitkan Komisi Yudisial (KY). Tidak disebutkan sampai kapan kebiasaannya meladeni tantangan kawan-kawannya itu. Yang jelas, kini di usianya yang ke-58 tahun, Busyro berevolusi menjadi sosok yang santun, lembut dalam bertegur sapa, sederhana, dan low profile.

Itulah yang kemudian membuat orang terkadang berpikir gaya kepemimpinan Busyro tidak tegas, cenderung kompromistis. Namun, perjalanan memimpin KY selama lima tahun membuktikan sebaliknya.

”Saya tidak akan berkompromi untuk hal-hal prinsip dalam penegakan hukum. Apalagi menyangkut kasus yang merugikan keuangan negara yang jumlahnya spektakuler. Rakyat sekarang tersayat-sayat keadilannya mengingat banyak putusan hakim dan tuntutan jaksa yang akhir-akhir ini menurun,” ujar Busyro di kantor Komisi Yudisial, Kamis (25/11).

Berdasarkan informasi, tak sedikit orang yang berusaha mencampuri beberapa kebijakan KY. Misalnya, dalam pelaksanaan pengawasan hakim atau seleksi hakim agung. Sejumlah orang penting menelepon atau mendatangi kantornya. Namun, ia kukuh pada prinsip.

Sebelum menjadi Ketua KY, Busyro adalah akademisi dan advokat yang pernah membela kasus-kasus yang berhadapan dengan penguasa sebagai lawannya. Misalnya, kasus penembak misterius, Abdullah Umar yang dituduh terlibat dalam kasus Komando Jihad, Mozes Gatotkaca, dan sebagainya.

Dari sejumlah rangkaian sejarah hidup Busyro itu setidaknya kita bisa menitipkan harapan untuk perbaikan KPK. Busyro sudah memiliki pengalaman berhadapan dengan kekuasaan. Ia berhasil membuktikan tidak tunduk dalam menghadapi kasus-kasus tersebut.

Posisi sebagai Ketua KPK setahun mendatang tentu tidak sepi dari tekanan, intervensi, bahkan ancaman kriminalisasi. Banyak kepentingan yang bakal terganggu dengan kiprah KPK. Tak cuma politisi, pemegang kekuasaan pemerintahan pun bisa terganggu oleh ulah KPK. Busyro pasti menyadari tanggung jawab itu.

Oleh karena itu, ketika terpilih menjadi pimpinan KPK, ia bukan mengucapkan alhamdulillah, tetapi justru mengucap innalillahi wa inna ilaihi rojiun.

Paling tidak, Busyro sudah dihadapkan pada persoalan serius di depan mata, di antaranya kasus Bank Century dan Gayus HP Tambunan. Publik mendesak KPK mengambil alih penanganan kasus tersebut.

Mengenai kasus Bank Century, Busyro mengaku akan mempelajari dan menganalisis kasus tersebut bersama pimpinan lainnya. Ia mengaku belum mengetahui sejauh mana penyelidikan yang dilakukan KPK dalam kasus Bank Century.

Terkait Gayus, Busyro meminta agar semua pihak menghormati proses yang sedang berjalan di kepolisian. Pengambilalihan dapat saja dilakukan jika proses di kepolisian menghadapi kendala-kendala serius.

”Presiden dengan kearifan kepemimpinannya sangat anggun jika kemudian menghadapi masalah ini, dan juga duduk bersama dengan Kapolri, misalnya, menyatakan sudahlah serahkan saja kepada KPK sebagai penghormatan terhadap Undang-Undang KPK yang memang memberi kewenangan untuk mengambil alih,” katanya.

Ia sadar betul waktu di KPK bakal begitu singkat, hanya satu tahun. Tetapi, harapannya, Busyro mampu memupuk kembali keberaniannya berkelahi untuk melawan koruptor. [oleh susana rita dan agung setyahadi]
Sumber: Kompas, 26 November 2010
----------------------------
Berjanji Tak Akan Kompromi
Pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru terpilih, Busyro Muqoddas, menegaskan tidak akan berkompromi memberantas korupsi.“Saya tidak akan berkompromi menyangkut prinsip-prinsip penegakan hukum yang menyangkut keuangan negara, uang rakyat,”katanya kemarin.

Meski begitu, menurut dia, KPK harus menentukan skala prioritas penanganan kasus korupsi. Sebab, waktu kerja komisi hanya tersisa satu tahun.“Harus ada pemadatan agenda. Juga ada skala prioritas.”

Setumpuk tugas menanti Busyro. Anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa, berpendapat, ada tiga kasus besar yang harus dituntaskan Komisi setelah pemimpinnya kembali genap lima orang. Di antaranya KPK harus bisa mencari sumber uang yang beredar dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom.

Pekerjaan rumah kedua adalah kasus Bank Century. Kasus ini harus diungkap secara profesional tanpa dipengaruhi tekanan politik apa pun.Ketiga, berbagai kasus di sekitar terdakwa mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan. Terutama kasus yang belum selesai dituntaskan kepolisian dan kejaksaan, seperti asal dana Rp 74 miliar yang ditemukan dalam safe deposit box Gayus.

Adapun anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Trimedya Panjaitan, meminta Busyro tidak tebang pilih dalam memimpin pemberantasan korupsi. KPK diminta menuntaskan kasus-kasus korupsi besar.

Dalam kaitan dengan kasus mafia pajak yang melibatkan Gayus Tambunan, Busyro masih mempercayakan penanganan kasus itu kepada polisi.“Saya menghormati Kapolri yang sedang menangani itu. Nanti bisa dilihat capaian polisi,”ujarnya.

Pengambilalihan kasus korupsi oleh KPK juga perlu dilakukan dengan pendekatan elegan. Dengan cara ini, kata dia, tak ada pihak yang beranggapan lebih superior dibanding lainnya.

Kasus Bank Century juga harus diperlakukan sama, yakni dengan asas profesionalitas dan transparansi.“Tidak boleh ada dendam politik,”ujar Busyro.

Caranya dengan memprioritaskan konsolidasi internal. Ia akan mengambil tiga langkah, yakni membedah kasus-kasus korupsi yang ada,membenahi struktur internal KPK, dan membangun konsep baru yang aplikatif untuk meningkatkan hubungan dengan institusi penegak hukum lainnya. BUNGA MANGGIASIH | AMIRULLAH | KURNIASIH BUDI
 
Sumber: Koran Tempo, 26 November 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan