Ketua Komisi Yudisial Sarankan Bagir Mundur

Desakan agar Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan mundur semakin kencang. Bahkan, Ketua Komisi Yudisial (KY) Busyro Muqoddas meminta agar semua hakim perkara kasasi Probosutedjo diganti. Sebab, mereka terindikasi terkena suap.

Majelis hakim perkara kasasi Probosutedjo itu diketuai Bagir dengan anggota Usman Karim serta Parman Suparman. Sebelum putusan keluar, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Harini Wijoso, mantan hakim tinggi Pengadilan Tinggi Jogjakarta, dan lima staf MA. Diduga, mereka akan menyuap Bagir Rp 5 miliar.

Menurut Busyro, pencopotan majelis hakim kasasi Probo itu menunjukkan bahwa MA mempunyai iktikad baik dalam mendukung pengusutan kasus penyuapan itu. Nanti, yang menggantikan juga harus bersih dari isu-isu suap dan belum terkontaminasi kasus-kasus serupa, tambah pria asal Jogjakarta ini.

Meski dugaan suap tersebut masih dalam pembuktian, Bagir dinilai perlu mengundurkan diri. Sebab, para tersangka yang diperiksa hingga kemarin selalu menyebut-nyebut namanya. Mereka mengaku, uang Rp 5 miliar dari Probosutedjo akan diberikan kepada Bagir. Paling tidak, sebagai ketua MA, dia harus bertanggung jawab terhadap munculnya mafia peradilan.

Secara moral, siapa pun yang merasa bersalah harus mundur, ujar Busyro di Kantor Departemen Hukum dan HAM kemarin. Meski demikian, KY belum mengusulkan agar Bagir dinonaktifkan. Kami belum sejauh itu karena harus ada fakta-fakta yang mendukungnya, tambahnya.

Kemarin, KPK masih memeriksa Sudi Ahmad, staf KORPRI MA, dan Pono Waluyo, staf kendaraan. Keduanya menjadi tersangka. Tiga staf MA lain adalah Wakil Sekretaris KORPRI Hartoyo, staf perdata Sriyadi, dan Kabag Umum Biro Kepegawaian Malam Pagi Senuhaji.

Usai diperiksa pukul 20.00 tadi malam, Sudi mengakui telah membuat draf amar putusan kasasi yang berisi pembebasan dari jeratan pidana atas dakwaan korupsi dana pembangunan hutan tanaman industri (HTI) senilai Rp 100,931 miliar.

Sudi yang diperiksa sejak pukul 13.00 itu mengaku membuat draf putusan tersebut dengan ditulis tangan. Dalam draf itu, dicantumkan nama Bagir Manan, namun tidak ada tanda tangannya.

Itu (amar putusan yang ditulis tangan, Red) hanya contoh. Ini lho, nanti kalau keluar putusannya seperti ini, kata Sudi yang ternyata sudah dipecat MA dua tahun lalu karena terlibat pemalsuan putusan.

Kemudian, amar putusan yang hanya selembar itu diberikan kepada Pono Waluyo. Berbekal draf tersebut, Pono mengurus selanjutnya hingga uang dari Probo mengucur.

Sementara itu, Pono yang berada tak jauh dari Sudi tak banyak bicara. Ketika ditanya apakah dia memang menggunakan amar putusan itu untuk meminta uang pada Probo, dia diam saja. Dia baru bicara ketika ditanya soal keterangan Firman Wijaja dan Unggul Cipta, kuasa hukum Harini Wijoso, bahwa dirinyalah yang awalnya meminta uang Rp 5 miliar pada perempuan berumur 67 tahun itu. Terserah dia mau ngomong gimana. Saya siap dikonfrontasi, kata Pono.

Keterangan Unggul bahwa penyerahan uang USD 500 ribu dilakukan di rumah Probo juga dibantahnya. Menurut Unggul, uang itu diberikan Probo kepada Pono di hadapan Harini dan Tri Widodo, orang dekat Probosutedjo. Apakah memang Probo memberikan uang langsung? Enggak. Enggak, katanya. (lin)

Sumber: Jawa Pos, 11 Oktober 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan