Ketua DPRD Siap Bertanggung Jawab; Penyelewengan Dana APBD Pati 2003 dan 2004 [19/08/04]

Meskipun semula bersikukuh tetap tidak berkomentar soal penggunaan dana APBD Tahun 2003 dan 2004 untuk DPRD Pati, yang oleh KP2KKN Jawa Tengah diduga terjadi penyimpangan, akhirnya Ketua Dewan Wiwik Budi Santoso menegaskan, pihaknya siap mempertanggungjawabkan. Sebab, penggunaan APBD tersebut sudah sesuai mekanisme.

Karena itu kata dia lebih lanjut, kini pihaknya sudah menyiapkan semua bukti, jika sewaktu-waktu polisi yang mendapat laporan tentang dugaan penyimpangan dana APBD di DPRD yang disebutkan mencapai miliaran rupiah (Suara Merdeka 18/8). Untuk pemeriksaan dilaksanakan lebih cepat justru lebih baik.

Hal yang sama juga ditegaskan Ketua Komisi C DPRD FX Sudiyono SH, ketika dihubungi dalam kesempatan terpisah, Rabu (18/8) kemarin. Masalah KP2KKN Jateng melaporkan temuan dugaan penyimpangan dana APBD ke polisi adalah sah-sah saja.

Tetapi satu hal harus diingat, benarkah hasil temuan yang sudah dipublikasikan lewat media massa tersebut bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya? Jika ternyata tidak benar, hal itu sama saja KP2KKN telah melakukan kebohongan terhadap publik.

Menegaskan apa yang telah disampaikan oleh ketua Dewan, pihaknya yang membidangi masalah anggaran menjelaskan, mulai dari proses pembahasan APBD acuannya sudah ada. Yakni UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah khususnya Pasal 19 huruf (g), yang dengan tegas menyebutkan salah satu fungsi dan tugas pokok DPRD adalah menyusun APBD. ''Tugas untuk itu sudah dilakukan dengan pihak eksekutif. Dengan kata lain, draf tentang alokasi anggaran untuk DPRD juga disodorkan oleh eksekutif,'' papar dia.

Bias
Ditinjau dari kajian sisi hukum Ketua Komisi A DPRD HM Sugihardi mempertanyakan, pada bagian mana DPRD telah menyimpang dalam penggunaan dana APBD Tahun 2003 dan 2004? Dari pos yang disebutkan paling besar dalam APBD Tahun 2003, yaitu untuk dana bantuan asuransi Rp 1.878.000.000 dengan kode pasal 2.01.04.4.5.04.2, sama sekali tidak bertentangan dengan peraturan perundangan.

Sebab, masalah tersebut diatur dalam peraturan pemerintah (PP) Nomor 110 Tahun 2000. Jika PP itu ternyata dicabut oleh Mahkamah Agung (MA), seharusnya pemerintah segera menyusuli dengan PP yang baru, agar tidak terjadi bias di pihaknya dalam melaksanakan aturan perundangan.

Sesuai laporan hasil pemeriksaaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangaan (BPK), pos angggaran itu harus dikembalikan ke kas daerah. Hal itu sudah dilakukan, karena yang menjadi dasar yaitu telah dicabutnya PP Nomor 110, sehingga dana tersebut sama sekali tidak dinikmati oleh anggota Dewan.

Demikian pula untuk dana bantuan tim asistensi independen bagi fraksi yang tidak menggunakan asistensi, dana tersebut juga dikembalikan ke kas daerah. Sedangkan dimasukkannya bantuan jasa pengabdian/paripurna, hal itu dilakukan berdasarkan usulan masyarakat yang muncul ketika berlangsung public hearing dalam pembahasan APBD.(ad-15b)

Sumber: Suara Merdeka, 19 Agustus 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan