Ketemu SBY sebelum Kabur; Nazaruddin Terima Suap Rp 4,6 Miliar

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin didakwa menerima suap berupa lima lembar cek senilai Rp 4,6 miliar dari PT Duta Graha Indah (DGI).

Uang tersebut merupakan pelicin agar PT DGI mendapat proyek Wisma Atlet SEA Games di Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan.

Dakwaan itu diungkapkan tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang perdana kasus Wisma Atlet di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (30/11).

Mengenakan kemeja batik lengan panjang, Nazaruddin memasuki ruang sidang dengan pengawalan ketat petugas Brimob. Seratusan polisi berjaga-jaga di dalam dan luar gedung pengadilan. Nazar didampingi pengacara Hotman Paris Hutapea. Tidak tampak pengacara yang selama ini mendampingi Nazaruddin, OC Kaligis.

Dalam dakwaan setebal 21 halaman, tim jaksa yang beranggotakan I Kadek Wiradana, Edy Hartoyo, dan Anang Supriatna memaparkan, lima cek tersebut diberikan dalam tiga tahap. Tahap pertama, dua lembar cek pada Februari 2011, yakni cek BCA bernomor AN 344079 bernilai Rp 1,065 miliar dan cek BCA nomor AN 344083 dengan nilai 1,105 miliar. Cek tersebut diterima Wakil Direktur Keuangan PT Anak Negeri Yulianis yang kemudian dicairkan pada 25 Februari 2011. Nazaruddin merupakan pemilik PT Anak Negeri.

Beberapa hari kemudian terjadi penyerahan kedua. Kali ini diterima oleh staf Keuangan PT Anak Negeri,  Oktarina Furi alias Rina, yakni cek BCA nomor AN 232116 dengan nominal Rp 1,12 miliar dan cek nomor 232170 dengan nominal 1,05 miliar.

”Cek tersebut dicairkan pada 18 Februari 2011,” kata Kadek dalam sidang yang dipimpin oleh Darmawati Ningsih.

Penyerahan terakhir pada Maret 2011, berupa selembar cek Bank Mega nomor 578809 dengan nominal Rp 335,7 juta yang diterima Yulianis. Cek tersebut dicairkan tanggal 4 April 2011. ”Kelima lembar cek tersebut diserahkan oleh Mohammad El Idris (manajer pemasaran PT DGI),” kata Kadek.

Cek diberikan karena Nazaruddin telah mengupayakan PT DGI untuk memenagi proyek pembangunan Wisma Atlet. Padahal, selaku penyelenggara negara, suami Neneng Sri Wahyuni yang saat itu menjabat anggota Komisi III DPR tersebut tidak boleh mengatur proyek dengan maksud mendapat imbalan dari pihak lain.

”Perbuatan terdakwa bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 UU Nomor 28 Tahun 1999 dan Keputusan DPR RI Nomor 16/DPR-RI/I/2004-2005 tentang Kode Etik DPR RI,” papar Kadek.

Jaksa menjerat Nazar dengan tiga pasal UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dakwaan pertama dengan Pasal 12 huruf b dengan ancaman hukuman penjara paling lama 20 tahun. Dakwaan kedua berdasarkan Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf b dengan ancaman hukuman penjara maksimal lima tahun. Dakwaan ketiga menggunakan Pasal 11 dengan ancaman pidana maksimal lima tahun.

Angelina Disebut
Dalam dakwaan, jaksa juga menyebut nama rekan satu partai Nazaruddin, Angelina Sondakh. Jaksa Edy Hartoyo menambahkan, pada Januari 2010 terdakwa memperkenalkan Mindo Rosalina Manullang alias Rosa (Direktur Marketing PT Anak Negeri) kepada Angelina. Perkenalan itu dilakukan di Nippon Kan Restaurant Hotel Sultan, Jakarta Selatan. Angelina merupakan anggota Badan Anggaran (Banggar) dari Komisi X DPR.

”(Terdakwa) meminta Angelina Sondakh agar Mindo Rosalina Manullang difasilitasi untuk mendapat proyek-proyek di Kementerian Pemuda dan Olahraga. Dalam kesempatan tersebut, Angelina meminta terdakwa dan Mindo Rosalina untuk menghubungi pihak Kemenpora,” ujar Edy.

Usai pembacaan dakwaan, hakim Darmawati menanyakan kepada Nazaruddin apakah mengerti isi dakwaan. Nazar mengaku tidak mengerti sama sekali.

”Karena semenjak ditahan, saya tidak pernah ditanya oleh penyidik tentang persoalan ini (proyek Wisma Atlet),’’ ujarnya.

Persidangan pun mulai diwarnai perdebatan antara tim penasihat hukum terdakwa dan tim JPU.

Salah satu anggota tim kuasa hukum, Hotman Paris Hutapea mengajukan protes kepada majelis hakim karena belum mendapat berkas berita acara pemeriksaan (BAP) dari KPK.

‘’Yang Mulia, kami tidak pernah mendapatkan berita acara pemeriksaan mengenai apa yang didakwakan kepada terdakwa,’’ kata Hotman.

Menurut dia, tim pengacara hanya memperoleh BAP dari penyidik KPK mengenai pelarian Nazaruddin ke luar negeri. BAP tersebut tidak berhubungan sama sekali dengan tindak pidana suap yang didakwakan oleh jaksa.

”Tidak ada 100 persen dalam dakwaan,” tegasnya.

Interupsi juga disampaikan oleh Nazaruddin. Ia mengaku tidak pernah ditanya penyidik KPK soal pertemuan dengan Angelina dan Rosa, serta cek yang diterima dari PT DGI.

”Contohnya soal pendirian akta PT Anak Negeri. Saya nggak pernah ditanya. Saya bingung melihat ini, saya nggak pernah ditanya soal itu,” ucap Nazar.

Darmawati meminta tim kuasa hukum menyampaikan protes lewat nota keberatan atau eksepsi. Majelis hakim memberi waktu tujuh hari kepada Nazaruddin dan tim pembelanya untuk menyusun nota eksepsi.

Dipanggil ke Cikeas
Dalam sidang, Nazaruddin juga menyebutkan bahwa dirinya menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyo yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Pertemuan tersebut dilakukan 23 Mei 2011 sesaat sebelum kabur ke Singapura dengan alasan berobat.

”Pada tanggal 23 Mei saya dipanggil SBY ke Cikeas dan pengurus Partai Demokrat yang lain,” ujarnya.

Tetapi, kata Nazaruddin, pertemuan itu tidak pernah ditanyakan oleh penyidik KPK. ‘’Penyidik menyetop (saat Nazar ingin menjelaskan pertemuan itu). Dia (penyidik) minta (dijelaskan) dari (kepergian ke) Singapura saja. Ini kenapa? Jelas ada yang ingin ditutup-tutupi,” tuding Nazar.

Seperti diketahui, Nazaruddin menjadi buron internasional karena melarikan diri ke luar negeri. Pelarian mantan politikus Partai Demokrat itu berawal pada 23 Mei 2011. Hari itu Nazaruddin meninggalkan Indonesia menuju Singapura, tepat sehari sebelum KPK meminta Ditjen Imigrasi mencegah yang bersangkutan pergi ke luar negeri. Kemudian KPK mengumumkan Nazaruddin sebagai tersangka pada akhir Juni.

Tak lama berselang, Nazaruddin resmi menjadi buron Interpol pada 5 Juli 2011. Perburuan terhadap dia berakhir setelah yang bersangkutan ditangkap oleh polisi Kolombia pada 7 Agustus 2011.

Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Partai Demokrat, Marzuki Alie membenarkan bahwa Nazaruddin dipanggil ke Cikeas sebelum melarikan diri. Namun, dia membantah panggilan tersebut untuk berkoordinasi. Menurutnya, Nazaruddin dipanggil ke Cikeas karena akan dipecat dari jabatannya sebagai bendahara umum sekaligus sebagai kader Demokrat.

”Bukan koordinasi. Waktu mau dipecat, dia dipanggil ke Cikeas oleh Dewan Kehormatan. Jadi sebelum dia dipecat, dipanggil dulu. Begitu dipecat, dia langsung pergi,” ujar Marzuki di gedung DPR.

Mantan sekjen DPP Partai Demokrat itu menambahkan, pemanggilan terhadap Nazar dilakukan oleh Dewan Kehormatan (DK) yang diketuai Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam pertemuan tersebut SBY didampingi Sekretaris DK Amir Syamsuddin serta anggota DK, Anas Urbaningrum, Jero Wacik, dan EE Mangindaan. (J13,J22-59)
Sumber: Suara Merdeka, 1 Desember 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan