Kesimpulan Pansus Kasus century Ditentukan Golkar

Kinerja Pansus Hak Angket Bank Century memasuki babak kesimpulan. Hasilnya memang masih disimpan rapat-rapat oleh fraksi-fraksi di DPR. Namun, Fraksi Partai Golkar dianggap memiliki posisi penting dalam menentukan kesimpulan pansus secara umum.

''Ke mana kesimpulan pansus akan sangat ditentukan Golkar,'' ujar Sekretaris FPPP M. Romahurmuzy di kantor DPP PPP kemarin (28/1). Menurut pria yang akrab disapa Romi itu, sikap partai pemilik kursi terbesar kedua di parlemen tersebut akan erat berkaitan dengan nasib Boediono dan Sri Mulyani.

''Andai Golkar merapat ke Demokrat, besar kemungkinan nasib dua orang itu akan aman,'' ujar anggota Pansus Hak Angket Century dari PPP itu. Sebab, lanjut dia, Partai Demokrat dianggap berkepentingan melindungi Wapres dan Menkeu di Kabinet Indonesia Bersatu II.

Namun, hingga kemarin, pihaknya belum bisa menebak secara pasti arah kesimpulan Golkar. ''Proses pansus sekarang masih normatif, belum politis,'' ujarnya.

Proses normatif, menurut Romi, adalah penanganan lanjutan kasus dana talangan Rp 6,7 triliun ke Bank Century masih akan mengandalkan proses hukum selanjutnya, yaitu melalui KPK.

Bagaimana kesimpulan PPP? Dia mengungkapkan, seperti halnya sebagian besar fraksi yang lain, pihaknya sepakat episentrum kebijakan dana talangan melibatkan nama Boediono dan Sri Mulyani. Namun, PPP belum menyimpulkan ada atau tidak unsur pidana dalam proses bailout tersebut. ''Sementara kami melihat kebijakan bailout diambil dengan ketidakakuratan informasi dan aspek hukum,'' paparnya.

Secara terpisah, Fraksi Golkar belum mau membeberkan secara detail kesimpulan fraksi. ''Tapi, yang jelas, kesimpulan sementara FPG menyatakan bahwa seluruh temuan BPK adalah benar,'' ujar anggota pansus dari FPG Bambang Soesatyo kemarin.

Laporan investigasi BPK menemukan sembilan pelanggaran dalam kasus Bank Century. Beberapa temuan dianggap memberatkan Boediono yang saat itu menjabat gubernur BI. Begitu juga Sri Mulyani yang saat itu menjabat ketua KSSK. ''Wajar, sama dengan BPK karena dokumen-dokumen dan keterangan yang diperoleh pansus selama pemeriksaan memperkuat temuan BPK itu,'' ujar Bambang.

Selain itu, tambah dia, fraksinya menemukan dugaan pelanggaran hukum, mulai proses merger, FPJP, bailout, hingga indikasi kejahatan perbankan yang berkelanjutan. ''Ada sekitar 15 pelanggaran hukum lah dalam kasus Bank Century ini,'' katanya.

Sesuai hasil rapat terakhir pansus pada 26 Januari lalu, kesimpulan sementara memang batal disampaikan saat itu. Pansus merasa perlu mendengar dulu pandangan masing-masing fraksi sebagai bahan acuan menyusun kesimpulan.

Karena itu, pendapat Golkar dianggap sangat penting. Sebab, sangat terbuka peluang kesimpulan akhir pansus ditempuh melalui jalur voting. Sebagai partai peraih kursi terbesar kedua di parlemen (106 kursi atau 18,92 persen), dukungan Golkar menjadi sangat menentukan.

Hingga kini, berdasar pantauan koran ini, ada dua kutub pandangan soal kebijakan bailout. Di satu sisi, ada kelompok fraksi secara tegas menyatakan kebijakan tersebut bermasalah dan memiliki unsur pidana. PDIP, Partai Gerindra, dan Partai Hanura yang menggawangi pandangan tersebut.

Tapi, di sisi lain, ada yang menyatakan bahwa kebijakan bailout adalah proses yang wajar. Partai Demokrat beserta sejumlah partai koalisi hampir pasti akan berada pada posisi itu. Namun, melihat perjalanan selama pansus, besar kemungkinan kekuatan partai koalisi tak utuh. Partai Golkar dan PKS banyak disebut akan memilih jalur berbeda.

Jika dua partai tersebut memilih kesimpulan bailout bermasalah, bila dilakukan voting, opsi itu akan menang tipis. Mereka akan mendapat dukungan sekitar 53,5 persen dari total anggota.

Menkeu Kepikiran
Sementara itu, memanasnya kasus Century terus membebani pikiran Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Karena itu, saat menjadi pembicara dalam acara seminar Feed The World di JCC kemarin, salah seorang wanita paling berpengaruh di dunia itu tiba-tiba menyinggung perihal kasus baliout Bank Century yang kini menyeret-nyeret namanya.

Menurut Sri Mulyani, sebagai bendahara negara, pihaknya harus selalu memastikan alokasi anggaran APBN akurat. Apa lagi menyangkut masalah pengucuran dana APBN untuk insentif bagi pelaku usaha. ''Alokasi APBN perlu perhitungan yang jelas agar tepat sasaran. Mengingat, APBN adalah uang negara yang harus dipertanggungjawabkan,'' ujarnya.

Sri Mulyani melanjutkan, dirinya tak menginginkan kucuran dana untuk insentif bagi kepentingan ekonomi tidak tepat sasaran. ''Jangan sampai kita beri insentif Rp 1 triliun, Rp 2 trilun, Rp 3 triliun, Rp 6,7 triliun kayak (dana bailout) Century terus hilang, nanti saya dibilang merugikan negara,'' ucapnya, lantas tersenyum. Curhat atau curahan hati Sri Mulyani itu pun membuat suasana seminar riuh dengan tawa.

Menurut Sri Mulyani, dirinya selalu mengarahkan pengeluaran negara selalu bermanfaat. ''Jadi, kalau ada pengeluaran negara, berarti ada yang harus di-secure (diselamatkan). Memang, ini susah dipahami. Terutama bagi orang yang tidak ingin paham,'' katanya.

Boedi Sampoerna ke BPK
Kemarin Boedi Sampoerna melalui pengacaranya, Eman Achmad, mendatangi kantor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) untuk melakukan klarifikasi fakta dan data terkait kedudukannya sebagai nasabah terbesar dan laporan hasil pemeriksaan investigasi atas kasus PT Bank Century Tbk.

Menurut Eman, kedatangannya ke kantor BPK semata-mata untuk menjelaskan dan memberikan data tambahan mengenai fakta yang diketahui dan dialami Boedi Sampoerna (BS) sebagai nasabah Bank Century.

''Tak ada maksud dari kami untuk mempersoalkan laporan BPK tersebut. Tetapi, kedatangan kami hanya untuk klarifikasi fakta dan data untuk lebih memperkaya data yang dimiliki BPK dalam kasus ini. Dan, ini kami lakukan karena hasil audit BPK menjadi dasar bagi lembaga dan instansi terkait lainnya dalam menyeleasaikan masalah yang terkait kasus Bank Century. Dengan klarifikasi ini, kami mengharapkan BPK dan institusi lain mendapat tambahan data yang benar yang mungkin sangat berguna untuk membedah kasus ini lebih terang-benderang, dan melihat siapa yang bersalah dan siapa yang menjadi korban,'' tuturnya.

Data yang disampaikan ke BPK, antara lain, mengenai aliran dana Boedi Sampoerna sejak menjadi nasabah Bank Pikko yang pada 2004 merger dengan Bank Danpac dan Bank CIC menjadi Bank Century, hingga akhirnya diambil alih LPS dan berganti nama menjadi Bank Mutiara.

''Data-data ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada BPK bagaimana sesungguhnya posisi BS (Boedi Sampoerna) sejak awal di Bank Century. Baik dalam hal asal dana simpanannya maupun penarikan dana, serta penggunaannya untuk apa. Data-data tersebut juga dapat sekaligus membantah tudingan sebagian kalangan bahwa sebagai nasabah terbesar, BS mendapat perlakuan khusus dan keuntungan tertentu dari proses bailout Bank Century,'' terangnya.

Selain itu, Boedi Sampoerna menyerahkan data yang berkaitan dengan pemecahan simpanan menjadi NCD, yang dalam laporan audit BPK disebutkan bahwa pemecahan tersebut diduga sebagai upaya menyiasati aturan LPS mengenai penjaminan dana nasabah maksimum Rp 2 miliar.

Tudingan itu, kata Eman, sengaja diembuskan Robert Tantular di hadapan sidang Pansus Bank Century bahwa pemecahan itu adalah inisiatif Boedi Sampoerna melalui stafnya, Rudy Soraya, dalam pertemuan pada 14 November di kantor Century, Jakarta. ''Padahal, sama sekali hal itu tidak benar,'' ucapnya.

Dalam pertemuan klarifikasi ke BPK, menurut Eman, Boedi Sampoerna memberikan data-data dan menjelaskan persoalan yang sesungguhnya tentang pemecahan simpanan itu. Mulai data-data dan fakta hingga kronologi pertemuan 14 November.

Klarifikasi tersebut menyatakan tidak ada satu pun data dan fakta serta indikasi yang menunjukkan Boedi Sampoerna-lah yang berinisiatif memecah simpanan itu. Eman juga menjelaskan kedudukan Rudy Soraya dalam pertemuan tersebut dan siapa sesungguhnya dia.

Menurut Eman, Rudy memang hadir dalam pertemuan itu, tapi bukan dalam posisi yang ditunjuk dan diberi hak untuk mewakili Boedi Sampoerna dalam pertemuan tersebut. Robert juga tahu posisi dan kedudukan Rudy sehingga sangat janggal dan tidak logis pengakuan mantan pemilik Bank Century itu bahwa pemecahan simpanan itu diminta oleh perwakilan Boedi Sampoerna, yaitu Rudi Soraya. ''Kami sampaikan bukti-bukti kuat yang membantah hal ini,'' katanya.

Mengenai dana Boedi Sampoerna sebesar USD 18 juta yang didebit oleh Robert untuk kepentingan pribadi, Eman mengatakan bahwa itu juga sudah diklarifikasi ke BPK. Menurut dia, tidak ada pinjam-meminjam seperti pengakuan Robert. Surat pengakuan utang yang diakui Robert, jika memang ada adalah pengakuan sepihak. Hal itu, kata dia, juga telah dinyatakan dalam putusan banding di Pengadilan Tinggi Jakarta yang menyidangkan kasus Robert. ''Dalam putusan banding itu sudah dinyatakan bahwa pengambilan USD 18 juta tidak seizin Boedi Sampoerna,'' katanya.

Eman juga mengklarifikasi dari sisi Boedi Sampoerna sebagai korban produk Antaboga, sumber dana pembelian produk tersebut, sampai berapa jumlah kerugian yang diderita. Menurut Eman, kliennya berharap agar klarifikasi ke BPK dapat membantu semua pihak dalam memahami dan membuat terang kasus Bank Century seperti apa adanya, tanpa ada dugaan yang tidak berdasar.

''Sebagai pihak yang sering dikaitkan dengan kasus Bank Century, BS sangat ingin kasus ini dibuat terang sehingga terlihat siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang harus bertanggung jawab dan keadilan terhadap korban, termasuk dirinya, dapat ditegakkan. Jangan karena opini, yang bersalah tidak dihukum sesuai dengan kesalahannya, sementara korban seperti BS malah terus tersudutkan,'' paparnya. (dyn/owi/wir/iro)

Sumber: Jawa Pos, 29 Januari 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan